Thursday, September 27, 2007

kenisah : kenapa gambaran sufi selalu tersaruk - saruk


KENAPA GAMBARAN SUFI SELALU TERSARUK - SARUK

Dalam beberapa perbincangan, diskusi, dan referensi, kebanyakan menyatakan bahwa perjalanan spiritual selalu identik dengan pengembara yang tersaruk - saruk dengan terompah butut, baju lusuh. Mereka menyebutnya dengan sufi. Bahkan ada yang menggambarkan dengan seseorang yang berjalan jauh sambil mengangkat tangan memohon sedekah. Seorang 'spiritual traveller' sering disebut dengan 'sufi', dan sufi adalah meninggalkan materi, trus ya mengembara seperti itu. Bahkan ada yang menggambarkan sedemikian gembel. Itu yang banyak saya dengar dan baca. Terus terang bagi saya, rasanya ada yang kurang tepat disini.

Memang uraian di atas tidak bisa disalahkan begitu saja. Paling tidak tergantung tokoh perjalanan spiritual yang sedang dibahas. Soalnya bisa jadi memang ada tokoh 'spiritual traveller' yang seperti itu, tetapi banyak juga yang tidak separah itu. Rentetan tokoh - tokoh seperti Muhammad, Ali bin Abi Thalib, Ayatullah Khomeini, Mahmoud Ahmadinejad, Amien Rais, bagi saya mereka semua adalah seorang 'spiritual traveller', pengembara spiritual. Tapi mereka tidaklah kere - kere amat. Mereka tidak tersaruk dan meminta - minta. Mereka tidak gembel. Tetapi tetap saja mereka adalah seorang penempuh kegiatan spiritual, mereka tetap saja sah menyandang gelar sufi. Namun bukan sufi yang tersaruk - saruk.

Muhammad sebagai Rasul Akbar, tidak kaya. Dia memang tidur beralas tikar. Tapi Muhammad bekerja dan berkarya untuk menafkahi keluarganya, dia tidak menjadi peminta - minta mengharap sedekah. Bahkan Muhammad ini biangnya ber-sedekah karena dia memang seorang yang demikian dermawan. Nabi lain adapula yang sedemikian kaya dan berkuasa, contohnya Nabi Sulaiman yang menjadi raja di - raja gung liwang - liwung itu. Apakah dia bukan seorang 'spiritual traveller' ? Mungkin anda salah bila tidak menyertakan nama dia sebagai seorang 'spiritual traveller'.

Ali bin Abi Thalib memang seorang yang hebat dalam menahan penderitaan. Seperti sepupu dan tauladannya; Muhammad;-, dia-pun hidup sangat sederhana, padahal dia adalah khalifah besar dan cendekia yang pintarnya minta ampun. Kepintaran ini diakui oleh siapapun. Kalau memang dia pingin bergelimang harta, tentunya modal kepintarannya saja sudah lebih dari cukup untuk mewujudkan keinginannya terhadap materi itu. Tapi Ali membebaskan diri dari kungkungan materi. 'Kilau harta - benda melemahkan perjuanganku', demikian kilahnya. Sogokan harta tak pernah digubrisnya. Ali juga seorang pejalan spiritual yang sedemikian sukses bahkan diacungi jempol oleh Muhammad,... tetapi dia tidak jadi pengemis. Dia hidup cukup bersama istrinya --yang anaknya Muhammad--, dan anak - anaknya. Anaknya tidak terlantar dan menjadi pejuang tangguh, walau mungkin tidak sepintar bapaknya.

Khalifah besar sebelum Ali bin Abi Thalib masing - masing adalah Abubakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Abubakar dan Umar idem dito dengan Ali, hidup sangat sederhana, menolak segala sogokan, namun tidak pernah tersaruk - saruk meminta belas kasihan. Bajunya memang tidak gemerlap, tetapi bersih dan terpelihara. Mereka bukan gembel. Mereka adalah pejuang dan pimpinan yang elegan.

Hanya Utsman 'Si Pemalu' yang lebih mentereng hidupnya. Dia adalah pengusaha yang sukses. Tetapi mereka kesemuanya adalah pejalan spiritual, setidaknya menurut saya. Utsman memang pengusaha sukses, tetapi hampir seluruh kekayaannya dihibahkan kepada badan dakwah Islam. Dia sendiri hidup seadanya. Tanpa istana.
Dalam kasus Utsman jelas sekali bahwa Tuhan memang tidak pernah melanggar janji-Nya,"Apabila kau berikan satu kepada-Ku, maka akan Ku balas berlipat - lipat hartamu yang kau berikan itu...". Utsman selalu dilimpahi harta berlebih - lebih. Dan, lagi - lagi, Utsman menyumbangkan dan menyumbangkan lagi. Begitu terus - menerus perlombaan antara Tuhan dengan ummat pilihan-Nya yang bernama Utsman bin Affan ini.

Ayatullah Khomeini memang hanya selalu sarapan sepotong roti tawar dan kadangkala diimbuhi sebutir jeruk. Khomeini menjahit sendiri bajunya yang robek, katanya sih mencontoh nabi Muhammad. Ahmadinejad setali tiga uang memuja Khomeini. Dia punya dua pasang sepatu butut dan mobil tua yang tak kunjung di-'remaja'-kan hingga dia menjadi presiden sekalipun. Amien Rais sering mengenakan sarung berkaos oblong plus sandal jepit ban radialnya dan pergi jalan kaki ke warung untuk membeli gula, teh, kerupuk, tempe, atau garam permintaan istrinya yang terlalu sibuk mengurus warung nasi. Seperti Ahmadinejad, Amien Rais yang menjadi sesepuh Muhammadiyah ini rasanya juga meneladani Khomeini.

Khomeini, Ahmadinejad, Amien. ketiganya tidak kaya. Tidak kaya bukan berarti musti gembel. Tetapi saripati seorang 'spiritual traveller' tidaklah disitu sebenarnya. Laksana sebuah perjalanan panjang, hidup ini adalah permulaan bagi perjalanan berikutnya yakni kematian dan dilanjutkan dengan perjalanan spiritual sebenarnya menuju Tuhan. Dalam perjalanan hidup, mereka dilatih untuk meninggalkan materi. Tepatnya adalah 'ketergantungan terhadap materi'. katanya sih sebagai persiapan untuk mati.

Utsman adalah contoh yang cocok disini. Dia berpenghasilan tinggi, tetapi dia mampu menghibahkan itu semua, demi Tuhannya, yang bakal dia temui kelak. Brillian. Utsman bekerja keras mendapatkan itu semua, dan dengan legowo mengembalikan kepada Tuhannya. Atas nama Tuhan. Bismillah.

Bagi saya tidak ada sekularisasi antara profesi dengan perjalanan ini. Seorang guru, ilmuwan, jenderal, presiden, khalifah sekalipun bisa jadi merupakan seorang sufi. Seorang pejalan spiritual, bila dia selalu mengatas-namakan Tuhan dalam setiap langkah dan tindakannya. Dia melangkah untuk melanjutkan dan menyongsong jalan spiritual menghadap Tuhannya. Selalu seperti itu, dan semua pekerjaan dan profesi akan mulia dengan ikrar 'atas nama Tuhan' ini. Tentunya tidak ada istilah tindakan cabul atau rampok atas nama Tuhan. Ini sih mengada - ada. Gemblung.

Niat 'atas nama Tuhan', atau dalam Islam lebih dikenal dengan 'Bismillah' ini menjadi semacam proklamasi terhadap kemerdekaan dari materi. Karena materi tidaklah dibawa mati, bahkan jasad ini sekalipun. Jadi, harus siap dilepaskan kapan saja. Karena kematian biasanya tidak membutuhkan notifikasi dan perjanjian.

Bila ternyata dalam uraian saya ini ada penyimpangan dengan wacana - wacana lainnya, sudahlah, yang penting saya memang ingin mendefinisikan bahwa perjalanan spiritual bukanlah identik dengan gembel. Karena seorang pejalan spiritual bernama Muhammad, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Khomeini --dan lainnya itu-- bukanlah seorang gembel. Itu saja. Titik. [] haris fauzi - 27 September 2007


salam,
haris fauzi


majalah solid
situs keluarga
kolom kenisah



Fussy? Opinionated? Impossible to please? Perfect.

No comments: