Thursday, July 30, 2009

kenisah : dan ali pun gagal

DAN ALI PUN GAGAL
 
Konon dulu ada kisah tentang sayembara yang diadakan oleh Nabi Besar Muhammad SAW. Sayembaranya adalah festival sholat, barangsiapa yang sholatnya khusyuk, maka akan mendapat hadiah surban. Pesertanya adalah para sahabat.
 
Dalam perjalanan perlombaan, singkat cerita maka tinggal Ali bin Abi Thalib-lah yang berhak maju ke babak akhir. Semua peserta sudah terkena eliminasi karena tidak bisa menjalankan sholat dengan khusyuk. Khusyuk versi Nabi Muhammad, tentunya khusyuk yang super khusyuk. Sangat khusyuk, gitu-lah. Jadi, para peserta yang gugur-pun sejatinya telah menjalankan sholat dengan khusyuk, cuma belum sempurna seratus persen seperti apa yang dipinta sama sang juri, Muhammad.
 
Dalam kontes terakhir, konon nih,-- hingga tahiyyat akhir, Ali masih survive dengan kekhusyukan sholatnya.
 
Lha, sebelum bingung, ada baiknya saya kisahkan dulu model penjuriannya. Cara penilaiannya tidak menggunakan SMS pooling, karena saat itu belum ada telepon genggam. Jadi, yang menilai kekhusyukan sholat itu ya nabi Muhammad sendiri sebagai juri. Beliau ini punya kemampuan bisa menilai kekhusyukan sholat seseorang.
 
Kembali ke babak tahiyyat Ali bin Abi Thalib. Menjelang salam, ternyata Ali gagal mempertahankan kekhusyukannya. Dalam wawancara usai perlombaan --dalam kekecewaan yang mendalam-- Ali mengaku memang pada saat menjelang babak akhir dia kehilangan konsentrasinya,"....saya terbayang hadiah surban Rasul...". Dan gagal-lah Ali bin Abi Thalib.
 
Khusyuk menurut kamus bahasa Indonesia WJS Poerwadarminta artinya adalah "secara kerendahan hati, sungguh - sungguh, dan kebulatan hati". Dan hal ini tentunya dikaitkan dengan konsentrasi dalam peribadatan dan doa.
 
Dalam pewayangan, sering dikisahkan bahwa seorang kesatria yang hendak mendapatkan ilmu atau meningkatkan ilmunya seringkali harus bersemedi dengan khusyuk. Bertahan dari godaan yang terjadi di sekitar. Tentunya ada perbedaan signifikan antara semedi dan sholat. Saya tak hendak membahas hal itu. Ini hanya perumpamaan sahaja.
 
Secara gampang, khusyuk adalah pemusatan hati. Mirip dengan konsentrasi yang merupakan pemusatan pikiran. Bila hati sudah fokus, pikiran pastilah tidak hendak lati kemana jua. Dan hal seperti ini dituntut dalam upaya peningkatan diri. Artinya adalah, semakin bisa dan tinggi kualitas semedi seseorang, semakin tinggi kekhusyukan seseorang, semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin tinggi pula martabat seseorang itu.
 
Siapa yang bisa ? Setiap orang pastilah bisa --dengan taraf yang berbeda - beda--. Tergantung kemauan, mood, dan usahanya. Ya. Ke-khusyuk-an itu merupakan keahlian yang bisa dilatih.
 
Sholat, adalah suatu kegiatan yang seyogyanya dilaksanakan se-khusyuk mungkin. Sholat adalah salah satu ibadah utama dalam Islam dan termasuk hal pertama yang akan dievaluasi di alam kubur kelak. Dan, telah dinyatakan pula bahwa sholat merupakan tiang dari agama. Mendirikan sholat (dengan benar) artinya mendirikan Islam. Artinya, sholat itu bukan hal yang sepele. Krusial, sehingga harus diperhatikan benar - benar pelaksanaannya. Pelaksanaan sholat, paramater utamanya salah satunya adalah tingkatan ke-khusyuk-an. Semakin khusyuk, semakin top. Gitu istilahnya.
 
Ali bin Abi Thalib adalah menantu Muhammad, murid utama yang begitu dekat dengan Muhammad sehingga Muhammad pernah berujar,"...andai aku adalah hamparan ilmu, maka Ali adalah pintu gerbangnya...". Seorang Ali bin Abi Thalib yang sudah demikian tinggi derajat ketaqwaannya ternyata gagal dalam kontes ke-khusyuk-an. Ali termasuk pemeluk awal Islam, yang sudah belajar mengenai islam dengan segenap jiwa raganya, beribadah hingga mempertaruhkan jiwa dan darahnya, ternyata belum sempurna sholatnya di mata Rasulullah.
 
Sementara saya --anda, dan kita disini sekarang-- adalah seseorang yang begitu 'jauh' jarak dan rentang waktu dengan Rasulullah Muhammad. Yang hidup dalam persengketaan hiruk-pikik dunia. Pun pula, kita semenjak umur 7 tahun, --puluhan tahun yang lalu-- dalam pelajaran agama sering sudah mendengar bahwa sholat itu harus khusyuk, pelajaran yang mungkin kita tidak pahami dengan benar. Atau, bisa jadi hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tentunya, adalah sungguh jauh sekali --dibanding Ali bin Abi Thalib-- takaran kepandaian saya dalam memahami pelaksanaan sholat berikut kadar kekhusyukannya.
 
Kapasitas tiap insan adalah berbeda - beda. Mungkin saya dan kita semua cukup kesulitan untuk menandingi ketaqwaan dan kekhusyukan Ali. Dalam kontes di atas, mungkin kita akan ter-eliminasi dalam babak penyisihan awal. Namun bukan berarti harus meniadakan. Bagaimanapun sholat adalah tiang yang harus didirikan dengan sesempurna mungkin, dengan usaha yang maksimal. Bukannya begitu ? Bila 'iya', maka coba kita nilai sendiri sekarang, seberapa khusyuk-kah sholat kita kini.[]haris fauzi - 29 juli 2009

salam,

haris fauzi

No comments: