ULAMA, MESJID, FITNAH, DAN KIAMAT
Fitnah merajalela.
Ulama tidak dihormati.
Banyak masjid namun kosong.
Ulama tidak dihormati.
Banyak masjid namun kosong.
Penganut agama Islam meyakini bahwa kelak akan terjadi kejadian musnahnya alam semesta ini, dimana dikenal dengan sebutan kiamat. Para penganutnya juga mempercayai beberapa fenomena pertanda munculnya hari kiamat akhir jaman tersebut, diantaranya adalah ketiga fenomena di atas : fitnah, ulama, dan masjid.
Apabila fitnah telah merajalela.... Dan sekarang --kayaknya-- sudah waktunya. Jaman ini fitnah adalah hal yang biasa terlontar. Mulai dari masyarakat awam hingga politik internasional sudah sering menggunakan strategi fitnah. Bukan hanya keributan antar rumah tangga, persaingan antar tukang ojek, usaha mengejar kepangkatan, atau persaingan bisnis. Berita dan opini, podium pidato, hingga urusan antar negara-pun sudah terlalu sering melempar fitnah guna kepentingan pribadinya. Mungkin kasus penggunaan fitnah ini tidak jauh berbeda dengan kasus korupsi di Indonesia. Siapa bilang 'hanya' pejabat Indonesia korupsi ? Bukan hanya pejabat. Hampir semua lapisan masyarakat membudayakan korupsi. Demikian juga halnya dengan fitnah.
Jaman makin tua, jaman makin susah. Makin banyak orang dan makin banyak problem, namun repotnya makin banyak keinginan bendawi yang menggiurkan dan melenakan. Semua tanah pijakan laksana makin sempit, sehingga manusia berebut segala sesuatu dengan rakusnya berpacu melawan waktu seakan ketakutan bahwa bumi ini akan meledak dan menyemburkan semua isi yang dikandungnya. Terburu, harus cepat dan kuat. Kalau perlu licik. Dan akhirnya segala cara dan daya diupayakan untuk meraih apa yang diinginkan. Segala daya upaya, termasuk fitnah. Walau konon fitnah itu hal yang keji, lebih keji dibanding pembunuhan.
Rasanya fitnah sudah bukan hanya menjalar di dunia ini, tetapi sudah menyelimuti dan merasuk hingga ke sum - sum. Sudah menjadi dagangan dan cerita sehari - hari. 'Sego-jangan saben dino', kata orang jawa timur; lumrah; nasi sayur setiap hari. Bahkan saya-pun tidak yakin terhadap diri saya, bisa jadi tulisan saya ini tidak bebas fitnah. Karena konon fitnah akan muncul dari hati yang kotor, seperti hati kebanyakan orang sekarang ini, termasuk saya.
Ketika ulama tidak dihormati .... Dan sekarang --kayaknya-- sudah waktunya. Kata 'Ulama' berarti 'orang yang berilmu / mengerti', ilmu yang 'lurus' tentunya, bukan ilmu mencopet. Kedekatan katanya adalah dari 'ilmu', 'aalim', 'alima', dan 'allama'.
Konon ulama sejatinya merupakan profesi pewaris Nabi, penerus dakwah. Nabi wafat tidaklah meninggalkan permata, istana, kapal pesiar, atau perkebunan yang luas, Nabi wafat meninggalkan tugas dakwah dan keharusan menjaga agama Tuhan. Sebuah profesi yang sulit dan menuntut manusia pilihan, karena Nabi adalah manusia pilihan Tuhan. Sejatinya seperti itulah tugas Ulama, setidaknya menurut saya.
Konon ulama sejatinya merupakan profesi pewaris Nabi, penerus dakwah. Nabi wafat tidaklah meninggalkan permata, istana, kapal pesiar, atau perkebunan yang luas, Nabi wafat meninggalkan tugas dakwah dan keharusan menjaga agama Tuhan. Sebuah profesi yang sulit dan menuntut manusia pilihan, karena Nabi adalah manusia pilihan Tuhan. Sejatinya seperti itulah tugas Ulama, setidaknya menurut saya.
Namun kali ini kita sudah sering mendengar berita bahwa profesi ini mengundang nada cibir. Setidaknya menurut hemat saya kita harus meneropong dari dua sisi sehingga kita bisa mengerti mengapa profesi ini dicibiri banyak orang. Sisi pertama adalah dari sisi para ulama-nya sendiri. Beberapa ulama --walau tidak semuanya-- tergoyang nafsunya untuk menggandaikan ayat - ayat Suci guna kepentingan politik dan gepokan duit. Dan lewat cara ini mereka sukses mendapatkannya; kekayaan, kedudukan, relasi, dan popularitas. Kalau yang seperti ini sebetulnya sudah bukan lagi bisa disebut sebagai pewaris dakwah Nabi. Mereka hanya seperti pedagang gelap yang berusaha cari untung sendiri saja. Tidak terlalu beda dengan tikus yang menggerogoti dinding kayu. Mereka hanya bibit - bibit penyakit yang memporak-porandakan ummat saja.
Sisi kedua adalah kondisi masyarakat yang cenderung sekular. Tuntutan status ekonomi di masa kapitalisme ini mau tidak mau membuat orang - orang terkonsentrasi untuk menekuni dunia material dan semakin meninggalkan ajaran spiritual, entah sampai kapan--mungkin sampai kelak di Timur Tengah sono terjadi perang Armageddon yang diikuti juga oleh Nabi Isa dan Dajjal. Sebuah kejadian yang mungkin tidak akan lama lagi.
Semakin hari semakin sedikit orang yang berprofesi sebagai pewaris Nabi, kebanyakan orang lebih termotivasi untuk menjadi pewaris materi, profesi jalur bendawi, termasuk saya juga. Dengan kondisi seperti ini, jelas sudah bahwa Ulama sebagai profesi spiritual akan semakin terpinggirkan dan tidak lagi dihormati, walau profesi ulama sejatinya tidaklah perlu gila hormat.
Kedua sisi cara pandang terhadap ulama ini saling bertautan sehingga tidak mudah bagi kita untuk menguraikannya dengan jernih.
Banyak masjid namun kosong .... Dan sekarang --kayaknya-- sudah waktunya. Hal ini tidak lepas dari efek kapitalisme yang makin jelas dan vulgar berusaha hendak memisahkan masyarakat dari dunia spiritual. Dan dampaknya adalah sepinya tempat peribadatan, sepinya masjid - masjid. Dan karena masyarakat sudah terlalu demikian ketat mengejar materi --termasuk saya juga-- maka kita lebih sering di pusat bisnis ketimbang di masjid. Ya beginilah nasib kita sebagai korban faham materialisme yang memang menjadi panutan dunia sekarang ini.
Kalau pada jaman Nabi dulu, konon salah satu sudut luar halaman masjid dijadikan pasar 'kaget' untuk berjual-beli sekedarnya. Namun kali ini jaman sudah berbalik. Masjid disembunyikan di sudut sempit parkiran mall, dekat dengan pembuangan toilet dan tersembur asap buangan mesin AC.
Di tengah kelesuan pengunjung masjid ini, anehnya masjid - masjid mewah ramai didirikan seakan beradu megah, bahkan bila perlu berhias mahkota emas segala. Didirikan untuk pengakuan akan kekayaan, pengakuan status sosial, demi ketenaran, atau sebagai alat politik dan kekuasaan. Masjid yang didirikan untuk alasan ini, tidaklah mungkin memberi cahaya hidayah Tuhan, karena hanya merupakan sosok berhala bersorban. Mungkin lebih mirip seperti itu. Karena masjid seperti ini hanya bisa membisu dalam menjawab tantangan jaman. Apalagi untuk meluruskan kebejatan moral. Padahal sejatinya mesjid adalah sentra peradaban Islam, dimana ihwal pemerintahan, pendidikan, dan segenap permasalahan sosial dibahas di masjid. Sehingga masjid memiliki fungsi sebagai sarana untuk 'menegakkan keadilan' dan 'menyejahterakan masyarakat'. Itulah mengapa masjid seharusnya berhasil menyinarkan hidayah Tuhan, memajukan masyarakatnya.
Belum lagi masjid yang didirikan 'hanya' karena perpecahan ummat yang berbeda dalam masalah sepele. Sejatinya masjid adalah tempat berkumpul -- tempat bersatu --tempat ber-ukhuwwah. Bila terdapat permasalahan ummat, maka di masjid-lah tempat untuk menyelesaikannya. Namun entah kenapa bisa ada beberapa golongan masyarakat Islam yang cek-cok dalam hal sepele, mereka lantas membangun masjid tersendiri. Memisah. Ini lebih mirip kubu atau benteng pertempuran, bukan masjid lagi. Benteng terhadap masjid atau golongan lain. Seakan - akan malah terbalik, mesjid satu berarti berbeda pemeluk dengan masjid yang lain. Dan ukhuwwah (persatuan) - pun tercampakkan. Pada suatu hari yang lalu, saya juga pernah mendengar nasehat dari guru ngaji saya, bahwa nanti di akhir jaman, ummat Islam akan tercerai - berai laksana kayu yang rapuh..... Dan sekarang --kayaknya-- sudah waktunya. Mohon koreksinya.....[] haris fauzi - 4 februari 2007
salam,
haris fauzi
haris fauzi
8:00? 8:25? 8:40? Find a flick in no time
with theYahoo! Search movie showtime shortcut.