Friday, June 29, 2018

kota idaman

Apa sih yang disebut dengan negara, kota, atau daerah yang maju ? Ini pertanyaan yang gampang, menjawabnya juga gampang. Gampang, karena tiap orang punya persepsi tersendiri tentang apa yang disebut dengan negara maju, demikian juga dengan saya. Hal ini dipermudah dengan memberi contoh. Misal "Jerman", yang disebut maju karena teknologinya, karena gedung pencakar langitnya, karena infrastrukturnya, karena layanan masyarakatnnya, karena sepakbolanya. Perancis dan Italia karena pergaulannya, karena gaya hidupnya. Ihwal kota, Jakarta juga sempat dijuluki kota yang maju, karena reklamasinya, karena dengan adanya reklamasi, maka garis pantainya jadi lebih maju.

Baru - baru ini seiring penyelenggaraan pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah, sering pula dikait - kaitkan dengan kemajuan suatu negara, kota, atau daerah. "Kalau mau daerah kita maju, ya sebaiknya pilih calon si A...", gitu misalnya. Ini sesuatu yang terlalu subyektif. Suatu kota, negara, atau daerah maju, kembali lagi, mengacu kepada "utopia" atau tanah harapan yang dirindukan. Future city. Nah, tanah harapan setiap orang tentu berbeda - beda. Kebanyakan, kemajuan diidentikkan dengan kemewahan, pencakar langit, kecanggihan, kemegahan. Mayoritas menganggap Paris, Bonn, New York, London, dan sebangsanya adalah kota - kota yang maju, yang dicita - citakan banyak orang di Indonesia. Mereka begitu kepingin pergi, menetap, dan mati disana. Mereka akan senang tinggal di sana. Begitukah ? Tidak juga. Dari sisi lain seorang urban yang bekerja di Jakarta, tak jarang merindukan balik kampung ke desanya. Menurutnya, di desa lebih nyaman daripada di metropolitan. Apakah desa lebih maju dari ibukota ? Ataukah ibukota lebih maju dari desa ? Wallahualam.

Suatu ketika, dalam urusan dinas kantor, tentunya ada acara pergi ke luar negeri. Bila bepergian dinas itu berkaitan dengan kota - kota favorit seperti Paris, London, New York, sepertinya kebanyakan karyawan berlomba ingin ke sana menunaikan tugas dinas. Penggemarnya lebih banyak daripada bila dikirim dinas ke Zimbabwe atau papua Nugini misalnya. Mengapa, karena itu tadi. Kota - kota favorit itu merupakan kota yang dianggap "maju" sehingga menjadi dambaan banyak orang. Banyak kesenangan di sana. Namun tak jarang ada juga yang memilih tidak ke luar negeri, mungkin karena mereka mendambakan pulang kampung paska pensiun. Saya termasuk orang yang tidak terlalu ngebet ke kota - kota dambaan itu. Bukannya tidak mau. Saya suka saja pergi kemana saja, namun bila disuruh memilih, saya kangen pergi ke Makkah atau Madinah. Itu saja sih. [] haris fauzi - 29 juni 2018.

Ilustrasi : https://www.oxfordmartin.ox.ac.uk/event/2355