Thursday, July 21, 2011

kenisah : problema pagi tadi

PROBLEMA PAGI TADI

Inilah cerita tentang problema pagi tadi. Sejatinya di mulai hari kemarin, ketika pada pukul setengah enam pagi, Si Bungsu Aya meminta untuk dimandikan. Saat itu lagi ribet, namanya juga pagi hari, dan karena keribetan pagi hari inilah mangkanya Aya agak terlambat dipenuhi permintaannya. Aya baru dimandikan pukul enam pagi lebih seperempat, sekelar Embak dan Kakak-nya dijemput mobil berangkat sekolah.

Itu kemarin. Sekali lagi itu kemarin. Dan rangkaiannya adalah pagi tadi. Pagi tadi Aya yang masih berumur dua tahun itu seperti biasa bangun pukul lima, ketika Embak dan Kakak-nya bangun pagi bersiap – siap hendak ke sekolah. Embak Salma dan Kakak Norma memulai ritual pagi seperti biasa, sarapan dan lantas mandi, mengenakan seragam, sholat, lantas bersepatu, menyandang ransel dan menunggu mobil jemputan di teras depan rumah.

Apa gerangan kelakuan Aya ? Seusai minum sebotol susu coklat, dia kali ini tak hendak minta mandi. Dia rupanya melakukan 'gerakan potong', yakni sesegera mungkin menyandang tas kecilnya, dan ikutan menunggu mobil jemputan. Aya sempat kecewa ketika Salma meninggalkannya dengan berhambur keluar menuju mobil jemputannya sendirian.


Dalam kurun kemarin dan tadi pagi itu, tahulah saya apa yang berada didalam benak Aya. Mengapa dia ingin dimandikan pagi hari ? Tak lain karena kedua kakaknya mandi pagi dan lantas berangkat sekolah. Rupanya ujung pangkalnya adalah setelah mandi, Aya ingin ikutan berangkat ke sekolah. Namun apa daya, di kemarin pagi dia mandi kesiangan. Itulah, Aya mungil pengen sekolah.

Skenario oleh Aya diubah pada hari kedua. Setelah menghabiskan susu coklat, Aya sengaja melalaikan mandi pagi untuk segera ikutan mencegat mobil jemputan di teras rumah bersama Salma dan Nourma. Rupanya dia tau, ditengah kesibukan Mama-nya sepanjang pagi, tentunya musykil untuk minta dimandikan sesegera mungkin. Dan, Aya sudah membayangkan, bahwa bila minta dimandikan jadinya bakal kesiangan seperti hari sebelumnya.

Dengan melakukan 'gerakan potong' seperti itu Aya bisa segera ikutan bercokol menunggu jemputan sekolah. Walau itupun masih bablas ketika pada pukul enam lebih lima menit Embak Salma dengan sigap berangkat meloncat ke mobil jemputan sekolah. Aya ketinggalan.

Namun Aya tidak putus asa. Dia tau masih ada satu jemputan sekolah lagi, yakni yang menjemput Kakak Nourma. Dan pada pukul enam lewat dua puluhan, --ketika jemputan Nourma datang,-- Aya tak mau ketinggalan. Aya segera berlari sambil menyeret tas mungilnya menyongsong mobil jemputan tersebut. Tentunya Pak Sopir mobil jemputan sekolah itu sempat kaget menyaksikan ada anak belum mandi –masih berpakaian tidur—hendak ikutan masuk mobil jemputan. Pak Sopir menghalau Aya agar tidak naik mobil. Aya sedikit kaget dengan gerakan Pak Sopir ini, dan karena Aya merupakan bocah yang sangat berhati – hati terhadap orang asing, maka Aya mundur perlahan.

Beberapa jelang kemudian mobil sekolah itu pergi membawa Nourma. Sementara Aya tertegun dalam gendongan saya. Apa yang terjadi setelah itu ? Aya meraung – raung marah ingin ikut mobil jemputan sekolah itu. "Adek mau tulah…. Adek mau tulah…". Maksudnya adalah "adek mau sekolah". Saya berjuang cukup keras untuk meredakan marahnya dengan menunjuk ke langit mencari rembulan kesiangan. Benda langit yang paling disukai Aya adalah bulan. Dia sering punya keinginan keluar malam hanya untuk menatap purnama. Setelah itu paling – paling Aya menyapa,"..bulan… kamu bobok ya…!". Begitu.

Beruntung pagi itu masih ada purnama kesiangan. Aya segera teralihkan perhatiannya. Mata dan mulutnya membulat menyaksikan rembulan. Dia asik dalam gendongan sambil teriak – teriak,"…bulan…bobok…bulan … bobok..!".

Keredaan itu Cuma sebentar. Tak lama setelah itu Aya ingat lagi bahwa dia ingin bersekolah. Walhasil, acara menatap rembulan itu diulang beberapa kali.

Saya ingat ceritera mendiang ayah saya. Ketika kakak berusia 5 tahun, saat itu saya berumur 3 tahun. Kala itu Kakak berangkat sekolah untuk pertama kalinya di kelas nol kecil TK Aisyiah. Karena sekolahan agak jauh, maka setiap pagi Kakak berangkat sekolah menggunakan angkutan becak langganan. Apa yang saya lakukan ? Saya meraung – raung ingin ikut becak tersebut. Demikian hebatnya saya meraung, hingga akhirnya Ayah memutuskan untuk mendaftarkan sekolah saya juga. Padahal usia saya baru tiga tahun. Dengan usia tiga tahun, saya duduk di bangku sekolah Taman Kanak – Kanak kelas nol-nol kecil. Kelas dibawah nol kecil, kelas percobaan. Tentunya kelasnya fiktif semata, karena kriteria untuk kelas seperti itu belum ada, seperti kita tau pada saat itu belum ada kelas PlayGroup atau Toddler.

Bagaimana saya sekolah untuk pertama kalinya ? Saya sendirian berada dalam kelas percobaan. Duduk di bangku tersendiri, agak terpisah dengan kelas nol kecil dimana Kakak saya duduk. Dan menurut saya tidak ada yang salah dalam hal ini. [] haris fauzi – 21 Juli 2011



salam,
haris fauzi
kolomkenisah