Saturday, January 11, 2020

Opera Sabun & Odol

Ini sekedar dongeng fiktif belaka. Konon jaman dahulu kala ada dua kerajaan yang bersahabat erat walau berjarak cukup jauh. Namanya Kerajaan Odol dan Kerajaan Sabun. Kerajaan Sabun sering memberikan bantuan keuangan kepada Kerajaan Odol. Tentunya yang dimaksud disini adalah hutang. Bukan bantuan gratisan semata. Jadi, Raja Odol-pun memiliki rasa hormat dan segan kepada Raja Sabun. Dari tahun - ke tahun demikian adanya, Raja Odol masih senantiasa mencicil hutang, dan bahkan menambah hutang bila kepepet. Raja Sabun terus membantu memberi hutangan kepada Raja Odol, dengan harapan kelak akan menjadi sekutu loyalnya. Bagaimana-pun tidak ada bantuan tanpa tujuan. Raja Odol dan Raja Sabun sudah faham betul dan memiliki saling pengertian yang mendalam.

Suatu ketika, di kerajaan Odol terjadi masalah. Ekonomi semakin sulit, harga - harga mahal, pajak naik, ekonomi lesu. Rakyat kerajaan Odol mulai tidak percaya kepada Rajanya. Korupsi dan kroni oligarki merajalela. Raja dianggap tidak becus mengurus rakyatnya. Pada suatu rapat darurat, punggawa - punggawa istana kompak melaporkan hal ini kepada Raja Odol. Rakyat sudah makin tidak percaya akan kemampuan Raja Odol. Itu inti laporannya. Mendengar laporan ini, Raja Odol sedikit termenung dan meminta punggawa - punggawa meninggalkan istana. Raja Odol hendak merenung.

Sekian lama merenung, teringatkan Raja Odol akan sahabat terbaiknya yakni Raja Sabun. Pada akhirnya Raja Odol berkirim pesan kepada Raja Sabun, agar pada hari yang telah ditentukan mengirimkan kapal - kapal dan bala tentaranya ke Semenanjung Kerajaan Odol. Raja Odol bersandiwara seakan - akan kerajaan Odol akan diserang oleh kerajaan Sabun. Skenario sandiwara disusun rapi, hanya Raja Odol, Raja Sabun, dan penulis cerita ini sajalah yang memahami sandiwara ini.

Hari itu-pun tibalah. Puluhan kapal laut dan tentara kerajaan Sabun terlihat dari ufuk semenanjung kerajaan Odol. Pengawas pantai Odol panik memberitakan serbuan kerajaan Sabun. Rakyat panik, para pejabat panik saling menyalahkan, lelaki dewasa panik mengasah pedang dan parang, emak - emak panik, punggawa panik menyiapkan senjata, semua panik dan melupakan kesulitan ekonomi. Negeri dalam ancaman serangan kerajaan lain. Para punggawa satu persatu menjalankan strateginya untuk menghalau kapal - kapal penyerang tersebut. Mulai dari cara diplomasi, cara gertakan, hingga unjuk tombak dan meriam. Namun kapal - kapal pasukan negara Sabun tak bergerak. Mereka masih tetap menghadap pantai semenanjung. Tak mau pergi. Sudah puluhan punggawa mencoba keahliannya menghalau musuh tersebut. Hasilnya nihil semua. Kini hanya ada satu cara terakhir menghadapi ancaman ini, yakni perang habis - habisan. Tak ada pilihan lain.

Pilihan perang ini tentunya bukan hal yang mudah. Dalam sarasehan di pendopo Istana, semua punggawa sudah melaporkan kegagalan mereka. Raja Ojol termanggut - manggut mendengarkan penuturan mereka. Kerajaan dalam ancaman. Para punggawa sudah bulat mengusulkan jalan terakhirnya : perang habis - habisan. Seperti biasa, Raja Odol menerawang. Pura - pura berpikir. Raja Odol memahami bahwa sandiwaranya berjalan dengan baik. Di tengah Raja Odol sedang berpikir, ada beberapa punggawa yang gelisah, mereka bersantun kata mengingatkan Raja, bahwa pasukan lawan sudah di bibir pantai, mengancam kedaulatan kerajaan Odol. Makin lama kegelisahan punggawa makin riuh tidak terperikan. Di tengah puncak keriuhan ini, Raja Odol berkata dengan penuh di-wibawa-wibawa-kan, " Perang bukan cara terbaik, saya masih punya satu cara lagi. Baiklah. Akan saya temui musuh yang mengancam tersebut". Demikian sabda Raja Odol.

Raja Odol segera bersiap hendak ke pantai. Hari masih pagi. Dengan persiapan super cepat, Raja Odol berjalan menuju pantai dengan melalui pasar - pasar dan pusat keramaian yang sebetulnya mulai sepi. Hingga sampailah Raja Odol di bibir pantai, menyaksikan puluhan kapal lawan yang diam penuh wibawa mantap tak bergerak siap menebar ancaman kepada rakyat kerajaan Odol. Raja Odol-pun tak hendak membuang waktu, lantas ber-kapal dengan cekatan penuh kepastian menuju kapal terbesar lawannya, karena disitulah panglima lawan berada. Pasti.

Dari kejauhan, terlihat kapal Raja Odol merapat menuju kapal panglima Kerajaan Sabun. Hanya sebentar. Tak lama kemudian kapal Raja Odol mulai berbalik arah menuju pantai kembali. Entah apa yang terjadi di sana, tak banyak yang mengetahui. Yang jelas, tak lama kemudian, kapal panglima Kerajaan Sabun ternyata memutar haluan, diikuti seluruh kapal - kapal Kerajaan Sabun. Mereka berputar haluan, dan ... pergi. Sebagian punggawa kerajaan Odol yang awalnya menanti dengan dag dig dug di ujung pantai, kini bersorak gembira. Ancaman dari kerajaan Sabun sudah pergi. Mereka bersorak gembira - ria. Upaya Raja berhasil dengan sangat gemilang. Mereka yang bersorak gembira, kini haqqul yakin, Raja Odol adalah raja yang hebat, cocok menjadi raja di raja seumur hidup. Betapa tidak hebat ? Hanya didatangi begitu saja, musuh sudah terbirit - birit memutar haluan. Sungguh luar biasa. Mereka semua tidak memahami sandiwara yang telah terjadi. Jelas saja. Yang memahami sandiwara hanya Raja Odol, Raja Sabun, dan penulis cerita ini. [] haris fauzi, 11 Januari 2020.

ilustrasi : william john huggins - wikipedia

Thursday, January 09, 2020

Buzzer Kacung Sang Bohir


Pada akhirnya saya tergelitik juga untuk me-respon tulisan - tulisan dari para buzzer islamphobia, yang sepertinya memang dikomando secara khusus, dengan pesanan khusus, untuk menciptakan dan menyebarkan berita khusus, agar masyarakat ter-opini sesuai kemauan Sang Bohir (pemegang dana). Salah satu contohnya adalah berikut :


Lihatlah bagaimana mereka secara terus menerus meng-opini-kan 2 hal tersebut. Yang pertama adalah soal kemenangan Anies Baswedan dalam pilkada DKI mengalahkan Ahok. Kemenangan Anies mereka nilai licik, kotor, dan curang. Licik dan kotor ? Dalam pandangan saya, cara Ahok berkampanye yang menistakan ayat suci, pasti lebih licik dan kotor. Dan bila memang Anies dinilai curang, dimana buktinya ? Adakah elemen yudikatif yang men-vonis kecurangan Anies ? Saat pilkada DKI, Anies adalah oposisi, bagaimana dia bisa curang sementara perangkat pemilu ada di organisasi petahana ? Klaim masyarakat mana yang dominan memberi bukti kecurangan Anies dalam pilkada DKI ? Bahkan, menurut saya, fenomena tindak kecurangan lebih banyak mewarnai kemenangan sang petahana Jokowi dalam Pilpres 2019  lalu. Petahana tentunya banyak menguasai infrastruktur lembaga pemilihan. Wallahualam.

Item no.2, yakni ihwal 'unjuk kerja' dan 'Perbaikan Jakarta', sepertinya juga kurang pas. Karena selama 2 tahun menjabat, Anies Baswedan nampaknya sudah lebih banyak bekerja secara gemilang dibanding gubernur - gubernur sebelumnya. Dibanding Jokowi, dibanding Ahok, dibanding Djarot. Penghargaan - penghargaan yang diraih Anies jauh melebihi mereka walau bertiga digabung. Memang pencapaian Anies sebagai gubernur tidaklah terpublikasi secara proporsional, karena banyak media --entah kenapa--  enggan memberitakan keberhasilan Anies, mereka lebih suka memberitakan kegagalan Anies. Mungkin ini peran Sang Bohir ? Bisa saja.
Soal opini 'kejar jabatan', sepertinya buzzer ini terlambat respon. Beberapa tahun lalu ada yang melakukan hal tersebut, persis seperti yang dituduhkan. Kejar jabatan dari walikota menjadi gubernur, trus mengejar jabatan presiden. Bukannya begitu ?

Khusus item no.2, ada sedikit kekhawatiran Sang Bohir yang disiratkan dalam tulisan para buzzer. Yakni mereka khawatir bila Anies mencalonkan diri dalam kontestansi pilpres 2024. Entah kenapa.

Keberpihakan kepada kaum Islamphobia ternyata makin kentara pada paragraf - paragraf berikutnya. Lihatlah pada poin 1, bagaimana mereka memuja Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat. Padahal, pada awal tahun 2020 banjir di Jawa Barat lebih dahsyat daripada di DKI. Memang sebagian besar media --lagi - lagi lebih menyukai memberitakan kegagalan Anies. Tengoklah fakta banjir bandang hingga longsor di Bogor yang berakibat rumah terhanyut dan mobil berhumbalangan di Bekasi, dan kejadian menyeramkan lainnya pada banjir 2020. Semua terjadi di Jawa Barat. Dan hal tersebut terjadi saat sang Gubernur Kamil beserta handai taulannya sedang perayaan tahun baru-an di kawah Ijen. Di saat yang bersamaan, Gubernur Anies turun ke lapangan membereskan bencana. Beda kelas, kata netizen.

Ini mau tidak mau akan membandingkan DKI dengan Jawa Barat. Nuansa Islamphobia nampak pada poin no.2. Yakni nyinyir kepada gubernur Jawa Barat sebelumnya, Pak Aher yang menjabat selama dua periode, yangmana merupakan kader PKS. Dalam hal ini memang wajar, PKS merupakan partai yang ditakuti oleh kaum islamphobia.

Yang lucu, adalah tindakan para buzzer yang sangat tergesa - gesa dan membabi buta membela gelap mata terhadap junjungannya, menuduhkan kelakuan mereka kepada para pendukung Anies. Lihatlah bagaimana para buzzer menulis bahwa Anies memotong anggaran proyek normalisasi sungai. Padahal belakangan kita faham, bahwa pekerjaan normalisasi sungai ada di tangan kementerian PUPR, dengan pak Basuki sebagai menteri-nya. Pak Basuki adalah menteri dua periode yang loyal kepada petahana, kubu yang selalu dipuja oleh para buzzer bayaran tersebut.

Pola tulisan para buzzer itu cukup jelas, setelah menyalahkan dengan membabi-buta, kemudian mengangkat para tokoh petahana sesuai pesanan, tahap berikutnya adalah menebarkan fitnah. Lihatlah bagaimana sistematika tulisan para buzzer yang demikian runut men-fitnah para oposisi, men-fitnah umat islam, dengan tuduhan makar dan rencana mengganti bentuk dan dasar negara.

Nah, setelah cukup mereka menebar fitnah, para buzzer melakukan closing dengan sangat patronable. Yakni memberitakan hal biasa, istilah jurnalistiknya adalah "berita ringan", namun kurang --atau bahkan tidak proporsional. Dibilanglah Anies tidak turun tangan, dibilanglah orang buddha yang memberi bantuan kepada korban banjir. Okelah. Memang ada ummat Buddha yang membatu korban banjir, namun, kenapa tidak memberitakan peran FPI yang demikian masif menolong korban banjir ? Kenapa ? Jawabnya jelas. Pesanan dari Sang Bohir adalah seperti itu. FPI harus diberitakan kejelekannya, FPI harus difitnah, dan jangan memberitakan kebaikan FPI. Lho kok Sang Bohir demikian kelakuannya ? Kenapa ? jawabannya jelas : FPI adalah organisasi Islam, sementara kongsi Sang Bohir adalah kaum Islamphobia. [] Bogor, 9 Januari 2020