Friday, August 12, 2011

kenisah : trotoar sekalipun


TROTOAR SEKALIPUN

Pernahkah mendengar kisah siksa kubur ? Salah satu kisah siksa kubur yang populer adalah soal hukuman bagi orang yang melakukan 'penyerobotan' tanah. Konon hukuman bagi pelaku 'penyerobot' tanah adalah menyempitnya liang kubur mereka, sehingga konon membuat jenazah tertekuk – tekuk. Banyaklah
cerita ihwal tersebut.

Bagaimanakah peristiwa penyerobotan tanah ? Sederhana saja. Mulai memindah patok tanah, menggeser pematang sawah, menempati tanah milik orang lain dan tidak mau beranjak ketika pemiliknya menagih, menggandakan dokumen kepemilikan tanah, hingga mengambil hak milik umum. Ya seperti itu. Banyak pokoknya. Dan kejadia – kejadian seperti itu rasanya jamak banget terjadi di sekeliling kita.

Jaman dulu, jaman
masih orang belum banyak, mungkin keberadaan tanah masih berlimpah. Maksudnya, ketika itu jumlah penduduk belumlah banyak, sehingga luasan tanah masih cukup lega. Hal ini membawa dampak, salah satunya adalah tidak terlalu ketat dalam pembatasan kepemilikan tanah. Sebagai contoh saya pernah menjumpai dalam suatu desa banyak penduduknya yang memiliki lahan pekarangan rumah yang demikian luas. Konon kondisi ini sudah semenjak dahulu dan tepelihara hingga kini. Memang beberapa tanah sudah ada yangdipotong – potong, namun yang masih utuh luas begitu masih banyak juga.

Di desa tersebut, setiap rumah –hingga saat ini masih banyak yang belum berubah—memiliki pekarangan yang luas. Dengan perkembangan jaman, memang sudah ada yang dijadikan hotel. Bayangkan, dahulu hanya rumah, tapi kini kapling tersebut menjadi hotel. Ada juga yang menjadi toko, kolam renang, atau persewaan lapangan tenis. Beberapa lagi ada yang tidak terlalu berbeda, masih seperti dulu.

Salah satu yang unik dari komposisi beberapa rumah di desa tersebut adalah adanya beberapa jalan tembus. Jalan tembus ini adalah jalan kecil yang menghubungkan dua jalan utama, yang mana menembus kapling tanah pribadi. Beberapa rumah mempunyai jalan tembus seperti ini. Jalan tembus ini boleh dilalui oleh pejalan kaki umum, namun untuk mobil biasanya tidak diperkenankan, walau sejatinya ukuran jalan tembus ini muat satu mobil. "Terlalu mengganggu bila mobil boleh melalui jalan tembus ini", begitu kilah pemilik pekarangan yang ditembus oleh jalan tembus itu.

Di desa tersebut tidak semua rumah merelakan pekarangannya di-'tembus' oleh orang umum. Walau aturan 'jalan tembus' ini sejatinya adalah peninggalan jaman kuno dulu ketika rumah belum berpagar. Kini beberapa pemilik rumah memilih membangun pagar melingkar untuk menutup jalan tembus yang semula ada dipekarangannya. Walhasil makin kini hari makin langka keberadaan jalan tembus ini.

Kini dunia serasa semakin sempit. Bukan bumi-nya yang menciut, tetapi penduduknya-lah yang menjadi demikian banyak. Di kota – kota metropolitan seperti Jakarta pasti amatlah terasa. Terasa sesaknya, terasa juga brengseknya. Saking sesaknya maka jamak lumrah bila di suatu jalan bisa jadi kita hanya menemukan jarak yang hanya beberapa jengkal antara pagar rumah dengan jalan raya. Entah ini siapa yang salah. Apakah jalannya yang terlalu lebar, ataukan pagar rumah-nya yang sedemikian 'maju' hingga mepet ke jalanan.

Tak jarang pula ada juga warung yang mem-blokir trotoar. Rasanya hal seperti ini sudah tidak membuat heran. Alasannya banyak, mulai dari pedagang yang memang semula tergusur dengan paksa, ada juga yang memang sengaja tanpa latar belakang apapun meletakkan warungnya secara permanen di trotoar umum. Tentunya trotoar yang seperti ini menyulitkan orang berjalan kaki. Dan tentunya membahayakan, karena otomatis pejalan kaki akan berjalan melintas tepian aspal yang notabene dilewati metromini. Dan, sejauh ini banyak kejadian seperti ini. Mulai dari terotoar terminal, dekat pertokoan, sekolahan, hingga di pemukiman padat sering kita jumpai hal ini. Rupanya tidak hanya sawah ataupun tanah kapling yang diserobot. Jaman kini, trotoar-pun bisa diserobot. [] haris fauzi - 11 Agustus 2011