Tuesday, June 21, 2016

Sudut Pandang Kesempurnaan


Manusia merupakan makhluk yang sempurna, dalam al Qur’an surat Shaad ayat 72 disebutkan :
 Yang artinya :
“Maka, apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya, dan telah Ku tiupkan ROH-Ku kepadanya, maka hendaklah kalian tunduk dan bersujudlah kepadanya”.

Dari ayat ini, setelah Allah SWT menyempurnakan penciptaan manusia, maka Allah SWT memerintahkan kepada segenap makhluk untuk bersujud.
Dalam ayat ini juga bisa disimpulkan bahwa kesempurnaan menurut versi Allah SWT adalah ketika ROH telah ditiupkan kepada manusia. ROH adalah JIWA. Jadi, menurut Allah SWT, kesempurnaan manusia adalah pada “jiwa”-nya. Jiwa ini yang menjadikan manusia menjadi makhluk yang sempurna. Ini adalah sudut pandang “kesempurnaan” dari perintah Allah SWT.


Dari sudut pandang lain, yakni sudut pandang iblis, bisa dirujuk dari al Qur’an surat Shaad ayat 76 :

Yang artinya :
“Iblis berkata : Aku lebih baik dari manusia. Kau ciptakan aku dari materi api, dan kau ciptakan manusia dari tanah liat”.

Dalam ayat tersebut, yang merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya, merupakan bantahan iblis terhadap nilai kesempurnaan yang telah diutarakan oleh Allah SWT. Bila menurut Allah SWT, kesempurnaan adalah dari “JIWA”, maka menurut Iblis, kesempurnaan adalah bertolok-ukur dari “MATERI”. Perhatikan kata – kata iblis dalam ayat tersebut,” Kau ciptakan aku dari MATERI api.....”.

Dua hal yang sangat berbeda dalam memandang nilai kesempurnaan. Allah SWT merujuk pada jiwa, dan Iblis menjadikan “materi” sebagai tolok ukur kesempurnaan.

Dalam umumnya manusia, masih banyak orang – orang yang seringkali memandang nilai kesempurnaan orang lain dari sisi materi. Baik dari sisi kekayaan, rupawan, serta apa yang dikenakan / dipakainya. Bila kita melihat dari dua ayat di atas, maka apa hal tersebut berarti mengikuti apa yang telah dilakukan oleh iblis dalam berbantah menyelisihi dengan Allah SWT.

Semoga kita semua terhindar dari perbuatan ini.[] haris fauzi, 21 juni 2016

Sunday, June 12, 2016

KUTIBA

"kutiba..." bukan "fardhu".... Dijelaskan dgn keterkaitan QS al Baqarah 183 dgn frasa "......imanan waihtisaban"