Wednesday, March 23, 2016

Sunday, March 20, 2016

Ashar hingga Maghrib

Syahdan, ada beberapa persepsi ihwal sholat sunnah diantara ashar hingga maghrib. Bagi yang berhati - hati, biasanya tidak melaksanakan sholat sunnah diantara waktu usainya sholat ashar hingga menjelang sholat maghrib. Dalil yang menyiratkan hal ini adalah adanya larangan ihwal hal tersebut. Beberapa pendapat dengan jelas mengharamkan pelaksanaan sholat sunnah ba'diyyah (seusai) ashar dan qobliyyah (sebelum) maghrib.

Hal ini berdasar kepada petunjuk dari Rasulullah yang melarang solat di tiga waktu, yakni ketika matahari terbit ( ba'da subuh hingga dhuha ), ketika matahari tepat di atas ubun-ubun (menjelang waktu dzuhur ), dan waktu ketika matahari menjelang tenggelam ( antara ashar hingga maghrib ). Konon, para penyembah matahari melakukan ritual di tiga waktu tersebut, makanya dikenakan hukum haram.

Salah satu versi tentang persepsi tentang tiga waktu "haram" tersebut memberikan sedikit kelonggaran bagi para muslim yang hendak menunaikan sholat sunnah di antara ashar dan maghrib. Dengan beberapa dalil yang cukup kuat.

Yang pertama, dalam hal sholat ba'diyyah ashar, beberapa hadits menyampaikan bahwa Rasulullah SAW melakukan sholat ba'diyyah ashar di rumah sepulang berjamaah ashar di masjid. Maka hadits tentang pelaksanaan sholat ba'diyyah ashar ini berujuk dari para keluarga Rasul, bukan dari para sahabat. Karena jelas keluarga Rasul faham aktivitas Rasul di rumah, sementara sahabat faham aktivitas Rasul di masjid.

Dalam hadits tersebut disampaikan bahwa Rasul menjalankan sholat ba'diyyah ashar di rumah dengan dalil "khawatir akan memberatkan ummat".

Dalam pendapat ini, masih berlaku haramnya sholat sunnah sebagai penyerupa penyembah matahari yakni saat matahari nyaris tenggelam, beberapa saat menjelang waktu maghrib, bukan tepat seusai sholat ashar. Apabila kita sholat ashar tepat awal waktu, tentu masih punya waktu sekitar dua jam sebelum masuk waktu yang di-"haram"-kan tersebut.

Dari kondisi ini, jelas, ada sunnah yang menjelaskan di-contoh-kannya pelaksanaan sholat ba'diyyah ashar.

Bagaimana dengan qobliyyah maghrib ? Bila merujuk kasus di atas, usai adzan maghrib, maka hilang sudah larangan sholat penyerupa penyembah matahari. Jadi, bisa diasumsikan waktu larangan itu sudah lewat.

Hal ini diperkuat juga dengan adanya dalil yang menyampaikan tauladan ihwal sholat qobliyyah maghrib dari Rasulullah SAW yang memerintahkan melaksanakan sholat sunnah dua rakaat sebelum sholat maghrib. Konon perintah itu diulang oleh Rasulullah SAW hingga tiga kali, dan lantas diakhiri dengan pernyataan Rasulullah,".... bila kalian mau". Hal ini bertujuan sebagai bentuk "tidak mewajibkan". Jadi, secara holistik, ini lebih berupa anjuran dibanding sebagai perintah. Wallahu'alam. [] Haris Fauzi, 20 Maret 2016
http://kenisah.blogspot.com

Thursday, March 17, 2016

Tiga Niat


Pernahkah anda mengamati sekira tiga macam orang bergelagat berniat hendak memulai sholat ?
 
Gelagat yang perkara pertama, adalah seseorang yang menyegerakan melaksanakan sholat. Langkahnya begini, beliau berjalan memasuki masjid, kemudian berhenti pada suatu shaf, dan sekonyong berhenti, beliau segera mengangkat tangan bertakbiratul-ihram, seakan tiada jeda antara langkah dia berjalan, berhenti, kontan langsung ber-takbir. Niat-nya dibaca dalam hati, bahkan ketika kakinya masih melangkah memasuki masjid. Biasanya pengikut jamaah salafi yang melakukan hal ini, menyegerakan sholat, dan tidak melafadzkan niat.

Perkara kedua, seseorang memasuki masjid, kemudian berhenti berjenak, barulah ia menunaikan takbiratul-ihram. Jadi ada berjarak antara kaki dia berhenti berjalan, biasanya merapikan posisi, berdiam memusatkan perhatian, kemudian berniat --ada yg dilafadz-kan ada pula yang tidak-- dan lantas baru mengangkat tangan secara perlahan bertakbiratul-ihram. Pada umumnya, jamaah muhammadiyah dan nahdatul ulama melakukan hal ini, cuma bedanya muhammadiyah tidak melafadzkan niat, sementara nahdatul ulama melafadzkan.

Perkara ketiga adalah adanya orang yang berlama - lama menjelang sholat. Tidak bersegera bertakbiratul-ihram. Membaca surah an-Naas tiga kali, ayat kursi, dan al Ikhlas, barulah beliau mengangkat tangan secara lama, seperti mencari posisi pernafasan. Bahkan beberapa kali tidak sreg dan mengulang hal serupa, barulah bersedekap tangan. Saya kurang faham dengan tepat jamaah apa yang melakukan hal ini, beberapa jamaah tarikat dan pengajian kitab kuning melakukan hal tersebut, tapi saya tidak yakin benar, karena saya jarang melihat hal tersebut. Konon semua yang dilakukan menjelang takbiratul-ihram itu bertujuan untuk menjauhkan dari godaan setan, ingin berkonsentrasi, sehingga mencapai puncak kekhusyu'an dalam ber-sholat.

Bila saya membaca gelagat antara perkara pertama dan perkara kedua, keduanya memiliki nilai positif. Dalam perkara pertama, yakni menyegerakan takbir artinya menyegerakan menunaikan sholat. Ini jelas benar.
Sementara yang perkara kedua, melakukan konsentrasi sejenak, tujuannya supaya bebas dari urusan yang lain, fokus untuk menegakkan sholat, dan mencapai kekhusyu'an, sehingga terbebas dari hal - hal sepele seperti menggaruk, mengelus jenggot, menggosok hidung, dan tindakan lain yang acap dilakukan ketika sholat. Tentu bila itu dilakukan, --contoh menggaruk hidung-- akan menurunkan kualitas sholat. Saya sendiri cenderung menjalankan yang perkara kedua. Wallahu'alam. [] haris fauzi, 16 maret 2016

Sunday, March 13, 2016

Petakompli Sang Da'i

Suatu senja pulang kerja, saya berkesempatan mendatangi sebuah masjid di kisaran Cibubur berkehendak maghrib-an disitu.Usai maghrib-an, 'ndilalah' diumumkan bahwa bakal ada kajian. Rencananya seperti itu, tapi Sang Da'i belum datang. Pihak takmir mengumumkan bahwa jadwalnya ba'da maghrib langsung kajian, tetapi karena sesuatu dan lain hal, maka pengajian kali ini agak mundur, musababnya Sang Da'i belum tiba. Diiringi permohonan maaf atas kemoloran ini, Pak Takmir masjid menutup pengumumannya.

Seumum yang saya tau, biasanya bila ada kajian ba'da maghrib, --biasanya-- Sang Da'i datang sebelum maghrib, jadi sempat didapuk pula sebagai imam sholat maghrib. Untung - untung bila pengajiannya hingga menyentuh saat isya, maka Sang Da'i otomatis didapuk kali kedua jadi imam sholat isya. Itu biasa yang saya tau, bisa jadi kali ini mungkin beda. Senyampang menunggu kedatangan da'i yang sedang dalam perjalanan, para jamaah mengisi dengan tadarus.

Setengah jam kemudian, Sang Da'i tiba, menunaikan sholat --entah sholat apa saya tidak mengamati-- dan lantas membuka tausyiah dengan permintaan maaf atas keterlambatan gegara kemacetan lalu lintas.

Ada dua hal utama yang Sang Da'i sampaikan. Pertama adalah masalah pentingnya sholat di awal waktu. Ihwal kedua adalah pentingnya sholat sunnah demi menjaga tegaknya syiar Islam. Nah, disinilah letak beratnya sebagai Da'i. Bayangkan, dalam ihwal pertama, ketepatan waktu, Sang Da'i datang terlambat dan lantas berbicara --berteori-- tentang pentingnya sholat di awal waktu. Mungkin ini bukan masalah serius. Masalah berubah menjadi cukup serius dan agak menusuk hati ketika Sang Dai beberapa kali bertanya kepada audiens ihwal "prestasi sholat", sambil sedikit sinis melecehkan audiens yang ditanya. Untungnya audiens yang ditanya--sekaligus dijadikan bahan candaan itu-- tidak berbalik bertanya kepada Da'i ihwal keterlambatannya tadi.

Ihwal kedua adalah persoalan sholat sunnah. Sang Da'i dengan gaya lelucon dengan candaan yang agak melecehkan, kembali bertanya kepada para audiens ihwal "prestasi sholat sunnah" yang telah dikerjakan oleh masing - masing. Membandingkan betapa hebatnya prestasi sholat sunnah para pengikut nabi, diperbandingkan --dengan gaya melecehkan-- prestasi sholat sunnah para audiens. Lucu tapi menusuk. Dan Sang Da'i tertawa girang melihat muk malu para audiens yang di tanya. Untungnya, sang audiens tertolong masuknya waktu isya. Saved By The Bell. Kajian ditutup sementara dan sepakat dilanjutkan ba'da isya. Dan adzan isya-pun berkumandang. Sholat jamaah didirikan.

Ba'da salam sholat isya, barang sekitar sepuluh dua puluh detik setelah salam, Sang da'i mengambil mikropon dan segera duduk untuk memulai kajian. Sang Da'i membuka dengan mukadimah bahwa berkaitan dengan betapa pentingnya materi yang akan dia bawakan, maka kajian harus segera dilanjutkan. Sungguh sangat penting rupanya apa yang bakal beliau sajikan.

Ada yang aneh disini, setelah sebelumnya Sang Da'i menggojlok audiens dengan skak-mat ihwal sholat sunnah, tak berselang lama--- sekitar 10 menit kemudian, Sang Da'i malah mengajak audiens untuk bersama - sama meninggalkan salah satu sholat sunnah utama, ba'diyyah  isya. Entah maksudnya kenapa.

Dua fenomena yang terkesan in-konsistensi ini membuat posisi Da'i riskan dipertanyakan kredibilitas dan ke-istiqomah-annya. Dan untungnya, --alhamdulilah-- audiens tidak ada yang mempertanyakan hal tersebut. Sungguh berat jadi Da'i. [] haris fauzi, 13 maret 2016