Tuesday, May 11, 2021

Nyelimur

Saya teringat sebuah kisah turun - temurun. Jaman dulu, ada keluarga miskin. Mereka tidak memiliki makanan sama sekali, berhari - hari. Anak - anaknya merengek. Akhirnya Sang Ibu memasak batu. Agar anak-anaknya yang kelaparan terhibur hatinya, terlenakan. Kisah nyata ini terjadi di pinggir kota Madinah, di era khalifah Umar bin Khattab. Ingatkah anda kisah 'Ibu memasak batu' tersebut ? Itu metode "nyelimur". Sang Ibu berusaha melenakan anak - anaknya dari kelaparan. Atas kuasa Allah SWT, kisah nyata ini kembali terulang tahun 2020 di Kenya.

Brazil 2014, ditengah kekalutan ekonomi dan kelaparan, Brazil nekad menjadi tuan rumah Piala Dunia. Pemerintah-nya sadar bahwa rakyatnya gila bola. Hitung - hitung, dengan menjadi penyelenggara piala dunia, rakyat Brazil bisa terlenakan, terhibur sejenak melupakan kelaparan yang menimpanya. Namun, setelah itu, krisis kembali menjerat. Apalagi Brasil selaku tuan rumah gagal menjadi juara Piala Dunia. Harga - harga meroket. Ambyar.

Tulisan ini tak hendak berpanjang - lebar. Dalam keseharian, sudah jamak ada ulah - ulah nyelimur seperti itu. Tindakan --yang baik kentara atau tersamar-- sebetulnya dimaksudkan untuk melenakan, mengalihkan perhatian, nyelimur. Ingat kasus-kasus munculnya kerajaan Sunda Nusantara, Sunda Empire, Kerajaan Agung Sejagat, dan sebangsanya ? Itu-pun bentuk "nyelimur". Melupakan sementara, mengalihkan perhatian dari sesuatu. Anda tau itu terjadi dimana ? Ah, sudahlah, jangan nyelimur. [] haris fauzi, 29 Ramadhan 1442 H