Kurun waktu belakangan ini, sepak terjang RG (Rocky Gerung) terlihat terlalu digdaya bagi lawan-lawannya. Bila anda penggemar cerita persilatan, hal ini mengingatkan tokoh Bu Kek Sian Su, pendekar yang nyaris sempurna ilmu beladirinya.
Memang, panggung ILC dan Karni Ilyas yang berkontribusi menyediakan arena yang leluasa bagi RG untuk menumbangkan lawan-lawannya. Namun sejatinya bukan hanya itu, semua gladiator juga kebagian menjajal panggung ILC. Dan andai RG tidak digdaya, tidak mungkin RG selalu muncul sebagai jawara tak terkalahkan. Dan hebarnya lagi RG cenderung menyukai bertarung sendirian alias tidak keroyokan, walau lawan-lawannya sering melakukan keroyokan rame-rame. Makin terlihat nyata kedigdayaan RG. Lawan-lawannya bergelimpangan keok akibat sabetan pedangnya.
Apa yang dilakukan RG, sebetulnya biasa saja. Kelebihan dia adalah banyak membaca, dan tidak hanya menyelami tataran teknis semata. RG menguasai bidang filsafat, dan dengan leluasa menerapkan di tiap bahasan. Hal inilah kelihaiannya... walau sebetulnya biasa saja, tetapi menjadi istimewa, karena lawan dan kawannya, terutama para peserta ILC, tidak menguasai filsafat. Seakan dengan modal filsafat, RF tak perlu terlalu lihai dan berpengalaman ihwal politik praktis. Itulah yang membuat RG setidaknya memiliki dua poin utama.
Poin pertama, RG cenderung ingin bergerak sendiri. Karena kawan sekubunya pun kurang menguasai filsafat. Itu tadi, RG ingin menciptakan medan perangnya sendiri dan ingin menyelesaikan sesuai caranya sendiri.
Poin kedua, nyata jelas, dengan pola filsafat RG dengan mudah menekuk lawan bicaranya. Lawan bicaranya, walaupun kebanyakan politisi yang pintar omong, bisa langsung terdiam. Karena itu tadi, lawannya hanya pakar di bahasan teknis. Dan kebanyakan modal ngotot. Lawan ngototan seperti ini mudah sekali ditumbangkan oleh RG. Se-kawak apapun, hal-hal teknis akan kesulitan menjangkau ranah filsafat. Apalagi kalo sekedar ngotot. Langsung nyungsep ke kuburan.
RG berjalan sendiri, bertarung sendiri, lantas mengalahkan lawan dalam sunyi. Setelah itu, tidak ada lagi. Hanya kadang ada sedikit senyum sinis diiringi suara arogan pelan,"... dungu...".[]