SIR
Adalah seorang lelaki, beberapa lebih cocok memanggilnya dengan 'Opa', bisa jadi karena mengingat umurnya. Setidaknya beberapa kali terakhir ini Si 'Opa' membuat saya terkagum - kagum. Dia adalah Sir Alex Ferguson. Seorang pelatih sepak bola kesebelasan, kini populer sebagai Team Manager, Manchester United.
Saya menggemari kesebelasan Manchester United semenjak sekitar tahun 1986. Entah siapa ketika itu manajer-nya. Dan berikutnya lantas saya begitu takjub dengan prestasinya ketika beberapa bocah akademi sepakbolanya menjajal dunia profesional, dan tak lama setelah itu lantas menjadi borongan kampiun. Bagaimana-pun mereka kesebelasan berprestasi unggul. Tentang idola ? saya memilih Ole-Gunnar Solskjaer, Peter Schmeichel, dan Bryan Robson.
Mungkin sejenak kini kita tidak membicarakan prestasi. Apa yang saya takjub kali ini bukan karena prestasinya. Titel kampiun liga Inggris ke-19 kali bagi Manchester United memang hebat. Tidak sangsi lagi. Apalagi tahun ini mereka sempat merasakan babak final Champions, walau akhirnya digebug FC Barcelona.
Nah, kalau tidak memperbincangkan prestasi, lantas apa ? ... Baiklah, sepakbola adalah salah satu cabang olahraga, games, permainan. Olahraga dalam google di-'translate' sebagai 'sport'. Sementara kata sifat dari sport adalah sportive atau sportif. Dalam kamus bahasa Indonesia, sportif berarti 'bersifat kesatria dan jujur'. Inilah yang menarik dari diri Sir Alex Ferguson dalam beberapa penampilannya bersama anak asuhnya.
Dalam laga-laga terakhir liga premier Inggris musim ini, kesebelasan Manchester United sempat bertanding melawan kesebelasan Blackburn Rovers. Blackburn Rovers adalah kesebelasan yang beberapa kali di-'asuh' oleh mantan punggawa dari Manchester United sendiri. Cobalah tengok kronologi kesebelasan tersebut, tercatat Paul Ince dan Mark Hughes setidaknya pernah bercokol disana. Tentunya, mereka sudah saling bisa mengukur kekuatan dan strategi lawannya. Hal inilah yang membuat pertandingan mereka menjadi menarik sekaligus krusial.
Dalam laga krusial tersebut, perlu kita catat juga fenomena yang bakal menyertainya. Yakni, apabila Manchester United setidaknya seri, maka cukup sudah poin-nya untuk menjadi juara. Sementara Rovers pastilah putuh poin untuk meningkatkan rankingnya. Sungguh pertandingan yang cukup berarti bukan ?
Namun apa yang terjadi ? Benar apa yang diperkirakan Sir Alex Ferguson, pertandingan melawan Rovers selalu menjadi pertandingan yang alot. Setelah serangan silih berganti, pada kisaran menit ke dua-puluh terjadilah gol bagi keunggulan Blackburn Rovers. Terciptanya gol cukup unik, bila tidak hendak dibilang kontroversial. Bola yang setidaknya sudah keluar lapangan, diangkat ke muka gawang. Dan sedikit sontekan cukup sudah menciptakan gol. Masalah keluar-nya bola ini sudah sempat dipertanyakan oleh penjaga gawang Manchester United, Tomasz Kuszczak. Namun cuma sekilas, hanya dengan mengangkat tangan sebagai pertanda. Setelah itu Kuszczak lebih memilih berkonsentrasi untuk menahan laju gempuran ke gawang yang dijaganya. Walau akhirnya dia kebobolan juga.
Mengacu kepada tayangan ulang, bagi saya ini sebuah gol yang kontroversial. Namun begitu sang wasit mengesahkan terjadinya gol tersebut, Ferguson dan seluruh pemain Manchester United bisa menerima 'kebobolan' ini dengan ikhlas. Tidak ada protes apapun. Sungguh berbeda kejadiannya ketika pada menit tujuh-puluhan babak kedua Chicharito yang melaju kencang menembus pertahanan Rovers harus terganjal di kotak pinalti gawang Blackburn Rovers. Entah pura - pura jatuh, atau apapun, akhirnya para wasit memutuskan hukuman pinalti. Dalam proses ini terjadi beberapa protes dari pemain kesebelasan Blackburn Rovers.
Akhir dari laga kompetisi liga premier Inggris adalah ketika pasukan Sir Alex Ferguson berhadapan dengan kesebelasan Blackpool. Apapun hasil pertandingan, Manchester telah menjadi jawara. Poin kumpulannya tidak terkejar oleh siapapun. Saat itu, seharusnya Sir Alex Ferguson dan 'para punakawan-nya' bisa memilih untuk berkonsentrasi menghadapi pertandingan penting final Liga Champions melawan FC Barcelona.
Ian Holloway, manajer Blackpool sempat mengkhawatirkan bila Manchester United akan main setengah hati. Maksudnya, tidak bersungguh - sungguh. Namun kekhawatiran ini salah. Menghadapi Blackpool, ternyata Manchester United bermain habis - habisan dan menyudahi dengan kemenangan 4-2. Holloway rupanya tidak perlu khawatir akan permainan setengah hati, dia kini harus lebih serius melatih kesebelasannya karena akibat kekalahan ini Blackpool harus terkena ancaman degradasi.
Melihat urgensitasnya, pertandingan tersebut tidaklah terlalu perlu. Sir Alex bisa saja menurunkan pemain lapis delapan belas, dan dia bisa memilih berkonsentrasi untuk menghadapi pertandingan melawan FC Barcelona. Namun itu tidak dia lakukan demi menjunjung sportivitas dan mutu permainan sepak bola.
Dua kejadian ini, ternyata belum cukup. Setelah itu, dalam laga prestise di pentas final Liga Champions melawan FC Barcelona, bisa kita saksikan betapa 'wise'-nya Sir Alex ini. Dan ketika Manchester United kalah, dengan gentleman Sir Alex mengakuinya. Beberapa kejadian penting ini cukup berbekas dalah hati saya. Sir Alex menerapkan moralitas dalam ber-sepak bola. Menjunjung sportivitas; satria dan jujur.[] haris fauzi - 8 juni 2011
---
(AP Photo/Alastair Grant)
Adalah seorang lelaki, beberapa lebih cocok memanggilnya dengan 'Opa', bisa jadi karena mengingat umurnya. Setidaknya beberapa kali terakhir ini Si 'Opa' membuat saya terkagum - kagum. Dia adalah Sir Alex Ferguson. Seorang pelatih sepak bola kesebelasan, kini populer sebagai Team Manager, Manchester United.
Saya menggemari kesebelasan Manchester United semenjak sekitar tahun 1986. Entah siapa ketika itu manajer-nya. Dan berikutnya lantas saya begitu takjub dengan prestasinya ketika beberapa bocah akademi sepakbolanya menjajal dunia profesional, dan tak lama setelah itu lantas menjadi borongan kampiun. Bagaimana-pun mereka kesebelasan berprestasi unggul. Tentang idola ? saya memilih Ole-Gunnar Solskjaer, Peter Schmeichel, dan Bryan Robson.
Mungkin sejenak kini kita tidak membicarakan prestasi. Apa yang saya takjub kali ini bukan karena prestasinya. Titel kampiun liga Inggris ke-19 kali bagi Manchester United memang hebat. Tidak sangsi lagi. Apalagi tahun ini mereka sempat merasakan babak final Champions, walau akhirnya digebug FC Barcelona.
Nah, kalau tidak memperbincangkan prestasi, lantas apa ? ... Baiklah, sepakbola adalah salah satu cabang olahraga, games, permainan. Olahraga dalam google di-'translate' sebagai 'sport'. Sementara kata sifat dari sport adalah sportive atau sportif. Dalam kamus bahasa Indonesia, sportif berarti 'bersifat kesatria dan jujur'. Inilah yang menarik dari diri Sir Alex Ferguson dalam beberapa penampilannya bersama anak asuhnya.
Dalam laga-laga terakhir liga premier Inggris musim ini, kesebelasan Manchester United sempat bertanding melawan kesebelasan Blackburn Rovers. Blackburn Rovers adalah kesebelasan yang beberapa kali di-'asuh' oleh mantan punggawa dari Manchester United sendiri. Cobalah tengok kronologi kesebelasan tersebut, tercatat Paul Ince dan Mark Hughes setidaknya pernah bercokol disana. Tentunya, mereka sudah saling bisa mengukur kekuatan dan strategi lawannya. Hal inilah yang membuat pertandingan mereka menjadi menarik sekaligus krusial.
Dalam laga krusial tersebut, perlu kita catat juga fenomena yang bakal menyertainya. Yakni, apabila Manchester United setidaknya seri, maka cukup sudah poin-nya untuk menjadi juara. Sementara Rovers pastilah putuh poin untuk meningkatkan rankingnya. Sungguh pertandingan yang cukup berarti bukan ?
Namun apa yang terjadi ? Benar apa yang diperkirakan Sir Alex Ferguson, pertandingan melawan Rovers selalu menjadi pertandingan yang alot. Setelah serangan silih berganti, pada kisaran menit ke dua-puluh terjadilah gol bagi keunggulan Blackburn Rovers. Terciptanya gol cukup unik, bila tidak hendak dibilang kontroversial. Bola yang setidaknya sudah keluar lapangan, diangkat ke muka gawang. Dan sedikit sontekan cukup sudah menciptakan gol. Masalah keluar-nya bola ini sudah sempat dipertanyakan oleh penjaga gawang Manchester United, Tomasz Kuszczak. Namun cuma sekilas, hanya dengan mengangkat tangan sebagai pertanda. Setelah itu Kuszczak lebih memilih berkonsentrasi untuk menahan laju gempuran ke gawang yang dijaganya. Walau akhirnya dia kebobolan juga.
Mengacu kepada tayangan ulang, bagi saya ini sebuah gol yang kontroversial. Namun begitu sang wasit mengesahkan terjadinya gol tersebut, Ferguson dan seluruh pemain Manchester United bisa menerima 'kebobolan' ini dengan ikhlas. Tidak ada protes apapun. Sungguh berbeda kejadiannya ketika pada menit tujuh-puluhan babak kedua Chicharito yang melaju kencang menembus pertahanan Rovers harus terganjal di kotak pinalti gawang Blackburn Rovers. Entah pura - pura jatuh, atau apapun, akhirnya para wasit memutuskan hukuman pinalti. Dalam proses ini terjadi beberapa protes dari pemain kesebelasan Blackburn Rovers.
Akhir dari laga kompetisi liga premier Inggris adalah ketika pasukan Sir Alex Ferguson berhadapan dengan kesebelasan Blackpool. Apapun hasil pertandingan, Manchester telah menjadi jawara. Poin kumpulannya tidak terkejar oleh siapapun. Saat itu, seharusnya Sir Alex Ferguson dan 'para punakawan-nya' bisa memilih untuk berkonsentrasi menghadapi pertandingan penting final Liga Champions melawan FC Barcelona.
Ian Holloway, manajer Blackpool sempat mengkhawatirkan bila Manchester United akan main setengah hati. Maksudnya, tidak bersungguh - sungguh. Namun kekhawatiran ini salah. Menghadapi Blackpool, ternyata Manchester United bermain habis - habisan dan menyudahi dengan kemenangan 4-2. Holloway rupanya tidak perlu khawatir akan permainan setengah hati, dia kini harus lebih serius melatih kesebelasannya karena akibat kekalahan ini Blackpool harus terkena ancaman degradasi.
Melihat urgensitasnya, pertandingan tersebut tidaklah terlalu perlu. Sir Alex bisa saja menurunkan pemain lapis delapan belas, dan dia bisa memilih berkonsentrasi untuk menghadapi pertandingan melawan FC Barcelona. Namun itu tidak dia lakukan demi menjunjung sportivitas dan mutu permainan sepak bola.
Dua kejadian ini, ternyata belum cukup. Setelah itu, dalam laga prestise di pentas final Liga Champions melawan FC Barcelona, bisa kita saksikan betapa 'wise'-nya Sir Alex ini. Dan ketika Manchester United kalah, dengan gentleman Sir Alex mengakuinya. Beberapa kejadian penting ini cukup berbekas dalah hati saya. Sir Alex menerapkan moralitas dalam ber-sepak bola. Menjunjung sportivitas; satria dan jujur.[] haris fauzi - 8 juni 2011
---
(AP Photo/Alastair Grant)
No comments:
Post a Comment