DIMENSI IKHLAS
Ada sinema dua dimensi. Layar tancep termasuk dua dimensi, dimensinya panjang kali lebar, dua sahaja. Juga bioskop kebanyakan. Di kota Malang ada gedung bioskop untuk rakyat jelata dengan tarip murah, film-nya disorotkan ke tembok. Ini juga sinema dua dimensi.
Jaman sekarang sudah banyak sinema tiga, bahkan empat dimensi. Banyaknya dimensi ini ya menyatakan kompleksitas sudut pandangnya. Semacam ruang pandang begitu. Sinema tiga dimensi bisa membuat penikmatnya seakan memasuki ruang cerita karena ada dimensi ketiga. Sementara sinema empat dimensi tentunya lebih 'nyata' ketimbang lainnya. Semakin banyak dimensinya, semakin nyata pulalah film dalam sinema tersebut.
Beberapa bulan lalu heboh berita pemancungan Tenaga Kerja Wanita di jazirah Arab sono. Lantas berita ini mendulang simpati. Dari simpati ini muncul ide penggalangan dana untuk TKW yang konon nestapa di Arab. Akhirnya terkumpullah milyaran rupiah dana sumbangan untuk seorang TKW.
Iya. Hasil sumbangan itu cukup besar sehingga menjadikan TKW yang menerima sumbangan tersebut menjadi kaya raya bahkan melampaui kekayaan para penyumbangnya sendiri.
Lantas apa yang terjadi ? Mengetahui fakta tersebut, tidak sedikit penyumbang yang bisa jadi 'menarik' keikhlasannya. Bahkan malah iri.
Kejadiannya mirip dengan berita tentang pengemis metropolitan. Minggu lalu sempat heboh berita tentang kampung pengemis di Sukabumi. Kampung tersebut memiliki dominasi rumah mewah dengan 'bath tube' segala, bahkan kabarnya ada rumah yang dilengkapi kolam renang. Profesi warga kampung tersebut adalah pengemis. Mereka mengemis di Jakarta, hidup mewah di Sukabumi. Mengejutkan sekaligus membuat kecele.
Berita tersebut me-"matahkan hati" dermawan jalanan ibukota. Ada perasaan kecewa campur 'kecele'. 'Kecele' itu semacam perasaan tertipu. Bagaimana tidak kecele ? Dermawan yang memiliki rumah tipe 21, mendermakan duitnya kepada pemilik rumah mewah.
Hal ini urusan ke-'ikhlas'-an. Disinilah kentara betapa luas dimensi ikhlas tersebut. Betapa banyak sudut padang dalam makna 'ikhlas'. Apakah itu 'ikhlas' ? Dalam al-Qur'an terdapat surat bernama Al-Ikhlas. Isi surat tersebut menggambarkan ke-'tauhid'-an. Walau cuma berisi empat ayat, surat tersebut bila dibaca tiga kali nilainya setara dengan membaca al-Qur'an keseluruhan. Maklumlah, tauhid merupakan ajaran utama al-Qur'an. Keikhlasan itu dekat dengan ajaran tauhid, penghambaan kepada Tuhan. Jadi tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keikhlasan memiliki dimensi yang kompleks karena keterkaitannya dengan ajaran tauhid.
Berkaitan dengan urusan tadi, tentunya dimensi ikhlas ini termasuk berurusan kepada orang - orang yang kecele, orang - orang yang semula ikhlas penuh, akhirnya terhanguskan pahala ikhlas tersebut gara - gara ganjalan hati yang muncul kemudian karena kecewa dan kecele. Karena kecele dan kecewa, maka hilanglah poin keikhlasannya. Hal ini menurunkan derajat ketauhidan seseorang.
Sejatinya manusia yang baik adalah manusia yang bisa bertahan dengan jiwa ikhlasnya. Walau tentunya ini tidak gampang. Dan dalam analoginya, pahala ikhlas ini akan menyempurnakan ketauhidan seseorang apabila orang tersebut mampu mempertahankan jiwa ikhlasnya. [] haris fauzi - cijagra, 17 september 2011
Ada sinema dua dimensi. Layar tancep termasuk dua dimensi, dimensinya panjang kali lebar, dua sahaja. Juga bioskop kebanyakan. Di kota Malang ada gedung bioskop untuk rakyat jelata dengan tarip murah, film-nya disorotkan ke tembok. Ini juga sinema dua dimensi.
Jaman sekarang sudah banyak sinema tiga, bahkan empat dimensi. Banyaknya dimensi ini ya menyatakan kompleksitas sudut pandangnya. Semacam ruang pandang begitu. Sinema tiga dimensi bisa membuat penikmatnya seakan memasuki ruang cerita karena ada dimensi ketiga. Sementara sinema empat dimensi tentunya lebih 'nyata' ketimbang lainnya. Semakin banyak dimensinya, semakin nyata pulalah film dalam sinema tersebut.
Beberapa bulan lalu heboh berita pemancungan Tenaga Kerja Wanita di jazirah Arab sono. Lantas berita ini mendulang simpati. Dari simpati ini muncul ide penggalangan dana untuk TKW yang konon nestapa di Arab. Akhirnya terkumpullah milyaran rupiah dana sumbangan untuk seorang TKW.
Iya. Hasil sumbangan itu cukup besar sehingga menjadikan TKW yang menerima sumbangan tersebut menjadi kaya raya bahkan melampaui kekayaan para penyumbangnya sendiri.
Lantas apa yang terjadi ? Mengetahui fakta tersebut, tidak sedikit penyumbang yang bisa jadi 'menarik' keikhlasannya. Bahkan malah iri.
Kejadiannya mirip dengan berita tentang pengemis metropolitan. Minggu lalu sempat heboh berita tentang kampung pengemis di Sukabumi. Kampung tersebut memiliki dominasi rumah mewah dengan 'bath tube' segala, bahkan kabarnya ada rumah yang dilengkapi kolam renang. Profesi warga kampung tersebut adalah pengemis. Mereka mengemis di Jakarta, hidup mewah di Sukabumi. Mengejutkan sekaligus membuat kecele.
Berita tersebut me-"matahkan hati" dermawan jalanan ibukota. Ada perasaan kecewa campur 'kecele'. 'Kecele' itu semacam perasaan tertipu. Bagaimana tidak kecele ? Dermawan yang memiliki rumah tipe 21, mendermakan duitnya kepada pemilik rumah mewah.
Hal ini urusan ke-'ikhlas'-an. Disinilah kentara betapa luas dimensi ikhlas tersebut. Betapa banyak sudut padang dalam makna 'ikhlas'. Apakah itu 'ikhlas' ? Dalam al-Qur'an terdapat surat bernama Al-Ikhlas. Isi surat tersebut menggambarkan ke-'tauhid'-an. Walau cuma berisi empat ayat, surat tersebut bila dibaca tiga kali nilainya setara dengan membaca al-Qur'an keseluruhan. Maklumlah, tauhid merupakan ajaran utama al-Qur'an. Keikhlasan itu dekat dengan ajaran tauhid, penghambaan kepada Tuhan. Jadi tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keikhlasan memiliki dimensi yang kompleks karena keterkaitannya dengan ajaran tauhid.
Berkaitan dengan urusan tadi, tentunya dimensi ikhlas ini termasuk berurusan kepada orang - orang yang kecele, orang - orang yang semula ikhlas penuh, akhirnya terhanguskan pahala ikhlas tersebut gara - gara ganjalan hati yang muncul kemudian karena kecewa dan kecele. Karena kecele dan kecewa, maka hilanglah poin keikhlasannya. Hal ini menurunkan derajat ketauhidan seseorang.
Sejatinya manusia yang baik adalah manusia yang bisa bertahan dengan jiwa ikhlasnya. Walau tentunya ini tidak gampang. Dan dalam analoginya, pahala ikhlas ini akan menyempurnakan ketauhidan seseorang apabila orang tersebut mampu mempertahankan jiwa ikhlasnya. [] haris fauzi - cijagra, 17 september 2011
-------------
gambar : mbaheman.blogspot.com