Saturday, September 10, 2011

kenisah : belajar dari Ali dan BJH

BELAJAR DARI ALI DAN BJH

Ali bin Abi Thalib memang relatif singkat memegang jabatan khalifah, hanya sekitar lima tahun. Mungkin tidak lebih lima tahun. Di masa yang singkat tersebut, banyak sekali hikmah yang bisa dijadikan pelajaran, termasuk dalam pertempuran dan perang yang harus dijalaninya. Setidaknya ada dua perang yang kerap disebut - sebut dalam masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib, yakni perang Jamal dan perang Shiffin yang keduanya mulai terjadi sekitar tahun 658, di awal masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.

Dalam kisah pertempuran Shiffin, pasukan Ali bin Abi Thalib mendesak pasukan Muawiyyah hingga ke tepi sungai. Merasa kekalahan menjelang, mendadak salah satu punggawa Muawiyyah mengusulkan gencatan senjata dan perundingan. Punggawa tersebut bernama Amru bin Ash. Kejadian ini sangat populer, karena cara Amru bin Ash untuk mengusulkan gencatan senjata sangatlah unik, yakni dengan memerintahkan seluruh pasukannya untuk mengangkat tombak dengan Al-Quran terbuka di ujung - ujungnya.

Semula, Ali bin Abi Thalib tidak menerima usulan gencatan senjata ini. Sebagai ahli militer yang cendekia, Ali menginginkan untuk meneruskan pertempuran dan terus mendesak lawannya. Ada dua pertimbangan utama mengapa Ali berkeinginan meneruskan pertempuran, yakni kemenangan sudah di depan mata karena lawannya telah terdesak, dan yang kedua adalah adanya kekhawatiran munculnya tipu-daya dalam perundingan. Sifat teguh Ali ini mengundang perdebatan di kalangan orang-orang dekatnya. Entah berawal dari mana, beberapa pengikut Ali terus - menerus menghembuskan opini agar menerima usulan gencatan senjata tersebut. Aneh memang, ketika kemenangan sudah didepan mata, beberapa orang malah menghendaki menyurut. Kelompok ini terus memaksakan kehendaknya agar Ali bersedia menerima usulan untuk berunding. Walhasil Ali melunak dan bersedia menerima usulan gencatan senjata sekaligus mengirimkan utusan untuk melakukan perundingan.

Seperti apa yang telah diperkirakan Khalifah Ali, ternyata terdapat keganjilan dalam pelaksanaan perundingan, dan hasil perundingan tersebut akhirnya malah merugikan pihak Ali. Dalam perundingan tersebut Ali sebagai khalifah --singkat cerita-- malah harus menyerahkan ke-khalifahan-nya kepada Muawiyyah. Atas hasil perundingan yang buruk ini terjadilah pergolakan di pihak Ali. Hampir semua pengikut Ali menyalahkan rekannya yang me-'maksa'-kan kehendaknya untuk menerima usulan gencatan senjata. Sementara pengikut Ali yang semula getol meng-opini-kan gencatan senjata, akhirnya menyadari kesalahannya dan malah berlepas tangan keluar dari barisan.

Ali adalah sosok pribadi yang ksatria. Konon sifat kesatriaannya ini belum tertandingi oleh siapapun di muka bumi ini. Menyimak kerugian yang dideritanya dalam perundingan, Ali tetap menghormati hasil perundingan tersebut. Hampir seluruh pengikutnya tidak bisa menerima kekalahan ini, bahkan beberapa mereka yang semula ngotot meminta Ali memilih jalur perundingan-pun tidak bisa menerima hasil buruk ini.

Ringkas cerita, Ali hanya mengingatkan bahwa semula seharusnya pihaknya tidak perlu menerima usulan perundingan dari pihak Amru bin Ash. Namun Ali juga mengingatkan pengikutnya, bahwa ketika sudah memilih jalur perundingan, apapun hasilnya haruslah dihormati dengan bersedia menanggung segala resikonya.
Namun apa yang disampaikan Ali ternyata tidak mudah diterima oleh pengikutnya. Carut - marut terus terjadi hingga akhirnya Ali terbunuh ketika menjadi Imam sholat subuh. Pembunuhan inilah yang benar - benar mengakhiri kepemimpinan Ali.

----

Setidaknya ada kemiripan dengan masa pemerintahan Presiden BJ Habibie. BJ Habibie menjadi Presiden Indonesia dalam tempo yang relatif singkat, tidak lebih dua tahun rasanya. Dalam masa pemerintahannya yang pendek tersebut banyak agenda yang harus diselesaikannya, salah satunya adalah kasus Propinsi Timor - Timur. Konon BJ Habibie mendapat desakan sangat keras dari banyak pihak yang mengusulkan adanya Jajak Pendapat Propinsi Timor-Timur. Alasan utama para pengusul jajak pendapat itu adalah isu 'demokratisasi'. Bisa kita lihat bagaimana Jajak Pendapat itu dilaksanakan, yang mana hasilnya merugikan keutuhan Nusantara Republik Indonesia. Dengan terlepasnya Propinsi Timor-Timur tersebut, pihak - pihak yang semula mendesakkan keinginannya untuk pelaksanaan Jajak Pendapat akhirnya belakangan malah berlepas tangan. Dan 'kerugian besar' ini di-'timpa'-kan semata - mata menjadi kesalahan fatal Presiden BJ Habibie seorang diri.

Dalam kasus Shiffin dan Jajak Pendapat, ketika Ali ikhlas menyerahkan ke-khalifahan-nya, ketika BJ Habibie legowo tidak menjadi presiden lagi, ...kemana perginya pihak yang memaksakan usulannya itu ? Seperti pepatah bilang, 'para pengecut akan berlepas tangan dan melarikan diri dari gelanggang...'[] haris fauzi - 10 September 2011 - kepada tulisan "Wisdom Quotes of BJ Habibie" karya Lek Aji Surya
salam,
haris fauzi
kolomkenisah

No comments: