Salah satu penyakit yang tidak kunjung hilang adalah penyakit malas. Dia selalu ada nyaris di segala sudut pandangan mata. Malas tidak hanya boleh diplot kepada orang kere atau bodoh. Orang pintar, pejabat, tidak jarang terlihat malas. Malas itu adalah dampak dari suatu hal. Dimana korelasinya bisa jadi adalah kecocokan. Seseorang bisa saja malas karena suatu hal, tetapi dia rajin untuk hal lain. Inilah yang membuat sifat malas itu menjadi legenda everlasting. Harusnya, orang 'kudu' malas melakukan hal - hal negatif, dan rajin melakukan hal - hal positif.
Jangan salah. Kadang ada seseorang --yang cukup mentereng-- tapi demikian malas untuk hal - hal tertentu, misalkan malas melakukan kerja fisik, walau itu cuma mengangkat bangkunya. Padahal fisiknya bugar. Sedemikian malasnya sehingga dia rela untuk mengemis - ngemis kepada orang lain agar mau mengangkatkan bangkunya. Memohon - mohon dengan memelas atau merayu gombal. Sampe jijik kita bila melihat hal seperti itu. Tapi dia mau melakukan hal itu. Dalam pandangan dia, lebih baik merayu orang ketimbang harus ngangkat bangku sendiri. Ini prinsip orang yang berbeda - beda.
Biasanya, orang menyumpahkan sifat malas kepada pengemis. Memang keterlaluan. Ada tiga "keterlaluan" dalam kategori ini. Pertama adalah yang menyumpah. Yang menyumpah - nyumpah jelas keterlaluan karena kalo memang tidak mau memberi ya ga usah menyumpah gitu. Artinya, dia terpaksa "memberi" kepada pengemis dan gengsi kalo dibilang pelit. Sebuah petakompli yang ga asik tentunya. Sementara pengemisnya juga keterlaluan. Ini term "keterlaluan" yang kedua. Karena menjadi pengemis itu adalah buruk di mata Tuhan. Repotnya, penghasilan pengemis itu jauh lebih baik ketimbang menjadi buruh pabrik. Walau tentunya, menjadi pemulung pasti lebih mulia ketimbang menjadi pengemis. Profesi pengemis itu buruk, nista, dan tidak mulia. Tapi faktanya banyak yang kepincut. Keterlaluan berikutnya --yang ketiga-- adalah malasnya pemerintah menyelesaikan masalah pengemis ini. Ini petakompli juga, dan sangat keterlaluan. Kalo digusur-gusur katanya ga manusiawi. Tapi kalo dibiarkan, akan membudayakan sifat malas. Orang milih menjadi pengemis daripada jadi buruh pabrik. Duit banyak, gampang pula, tinggal tebal muka memelas minta duit ke orang lain.
Apakah ada petakompli yang lain ? Ada ! Contoh : di badan pemerintahan sendiri ada beberapa orang yang bermental pemalas dan pengemis elit juga. Entah jumlahnya berapa. Mereka mengemis ke pihak - pihak lain, berbekal wewenangnya. Beda antara pengemis, preman, dan koruptor. Kalo pengemis mengiba-iba, kalo preman mengandalkan kekuasaan, kalo koruptor melakukan mark-up. Ketiganya bisa dilakukan oleh satu orang dalam waktu yang berbarengan. Atau bersama - sama gotong - royong menjadi pengemis, sekaligus koruptor, sekaligus preman. Hebat bukan ? Ah, sudahlah. Hari ini Jakarta terendam banjir. [] haris fauzi - 17 januari 2013
No comments:
Post a Comment