Monday, March 26, 2007

kenisah : istirahat

 
ISTIRAHAT
 
10.03.07 07:46am
Faukzanbunul wrote :
sabat adalah hari ketujuh,
ketika Tuhan beristirahat
setelah menciptakan bumi
dalam enam hari.
hari ini aku mengabaikan istirahat Tuhan.
 
Itulah pesan pendek yang masuk ke telepon genggam saya pada suatu hari Sabtu. Saat saya sedang beristirahat di rumah, bercengkrama dengan anak ragil saya selepas sarapan pagi. Sebuah kiriman dari seorang sobat yang bernama Fauk --tinggal di Bunul,  sebuah desa yang berimpit dengan kampung saya di Malang.
 
Sabat, berarti Sabtu. Kalau ada kelompok musik bernama Black Sabbath, itu mungkin artinya Sabtu kelabu. Sabtu merupakan hari ketujuh bila kita hitung dari Ahad. Ahad --yang kini populer dengan Minggu--  berarti 'satu'.
Tentang pesan pendek itu, saya nggak tau Fauk mencuplik kalimat itu dari mana. Terus terang saya sadar betul bahwa Fauk sedang bercanda, karena saya juga sadar betul beliau ini hafal salah satu ayat Kitab Suci Al-Qur'an yang menyebutkan bahwa ".....Tuhan tidak pernah lupa dan tidak pernah tidur.....".
 
".....He.. .he... ini hanya gurauan filsafat..., atau...filsafat guyonan ...?", pikir saya. Dan saya membalas pesan pendek itu dengan sebait kalimat,
"kita memang terlalu sering mengabaikan saat istirahat siapapun".
(-- saya balas demikian karena kebetulan  Fauk juga telah memaksa saya untuk berpikir ketika saya sedang beristirahat... haa.. haa.. haaa....)
Saya acapkali menyukai hal - hal seperti ini, guna mencerna dan memberi masukan kepada diri saya sendiri lebih banyak dan lebih baik. Menambah referensi. Padahal ya isi pesan pendeknya nggak bener kayak gitu.
 
'Tepak', kalau istilah orang Jawa Timur untuk menggambarkan beberapa kejadian yang terkait secara kebetulan. Itu kejadian di awal bulan Maret, setelah saya sebulan penuh di bulan Februari-- harus istirahat --tidak bisa bekerja karena sakit. Saat awal Maret itulah, --kalau boleh berbangga--, saya telah menemukan secercah kesadaran bahwa saya adalah manusia yang bisa sakit dan ambruk, dan suatu saat bakal mati.
 
Kebanyakan kita semua mengetahui bahwa kita adalah manusia yang memang bisa sakit dan bakal mati. Tetapi, rasanya tidak banyak yang menyadarinya dengan sefaham - fahamnya. Saat itu sayalah setidaknya yang berlaku gegabah seperti itu. Saat itu saya hanya mengetahui bahwa saya adalah manusia, tetapi saya tidaklah memakluminya sesadar - sadarnya.
Ketika seorang dokter, seorang istri, dan seorang Ibunda menganjurkan agar saya istirahat dari bekerja bakal sejenak, --sehari dua untuk cuti sekedarnya--  saya tetap ngotot berangkat ke kantor dalam keadaan badan meriang menerjang banjir dan hujan, sejauh seratus kilometer. Apa yang saya lakukan kala itu bisa jadi benar - benar menyimpang dari hukum alam. Walhasil tak lama kemudian saya di-'kandang-kan di ranjang putih, alias opname di rumah sakit. Bahkan pake acara nginep di ICU segala.
 
Kalau dirunut, ternyata saya dihujani penyakit bertubi - tubi, mulai dari diare, flu berat, juga dugaan parathypus. Dan lantas satu penyakit yang nyata - nyata menggiring saya opname adalah demam berdarah yang ternyata cukup parah hingga paru - paru saya kebanjiran cairan tranfusi. Terakhir kali saya dapat bonus dugaan hepatitis. Alhamdulillah semua sudah beres sekarang.
 
Nah, setelah dihajar sedemikian rupa inilah saya menjadi sadar betul bahwa saya bisa sakit. Jadi mutlak saya adalah manusia yang butuh beristirahat.
 
Ya itulah. Kalau saya ulangi cerita saya, ternyata saya dihajar bertubi - tubi penyakit, ...dan akhirnya saya baru benar - benar menyadari hal tersebut. Menyadari bahwa saya adalah manusia yang butuh istirahat ! ...Dan saya tidak ngantor sebulan penuh, dua minggu di rumah sakit, dua minggu 'thenger - thenger' di rumah. Nggak cuma itu, saya juga sempat mendapat acungan ketupat bangkahulu dari staf keuangan kantor karena terlambat setor pertanggungjawaban keuangan.
 
Kalimat berikut ini sengaja saya ulang - ulang dalam tulisan ini. Sejak kecil saya tau betul bahwa saya manusia dan manusia itu bisa sakit, namun kayaknya saya belum benar - benar menyadarinya. Bagi saya 'menyadari' itu berbeda dengan 'mengetahui'. Kelakuan --atau amalan-- membuktikan hal itu. Hampir semua orang tahu bahwa dia bakal mati, tapi sedikit yang mengamalkan kesadaran tentang ajal kematian yang akan menjelang. Bahkan saya pun tau bahwa saya bisa sakit, tetapi saya tetap tidak mau beristirahat. Kala itu.
 
'Kan nggak cuma saya yang ternyata terkena pukulan bertubi - tubi. Bila kita berbicara tentang komunal, maka bangsa Indonesia ini juga telah bertubi - tubi dihajar bencana. Saya lupa menghitungnya, mulai gelombang pasang, pesawat berantakan, kapal karam, air bah,  lumpur yang mendadak menggila dan tak kunjung waras,  angin mengamuk di ubun - ubun, gempa yang menggetarkan, ..... atau apa lagi. Mungkin saya terlalu sedikit menyebutkan, karena saya tidak langganan koran dan jarang pula menonton televisi. Televisi di rumah lebih sering memutar video konser musik ketimbang nyetel siaran televisi swasta.
 
Manusia sebebal saya butuh demikian urut penyakit yang bergantian membekap saya untuk menemukan sedikit instropeksi dan kesadaran. Entahlah bangsa ini. Andai saya boleh menduga, bisa jadi inilah skenario dari Tuhan.
Bagi saya, terlalu banyak hal yang disediakan Tuhan  tetapi kita masih terlalu sedikit mengerti fungsi dan maknanya. Contoh paling gampang adalah penciptaan lalat, atau nyamuk, atau apalah... Yang bagi sebagian besar orang makhluk seperti itu tidaklah ada makna dan maksudnya. Ya itu tadi, banyak yang belum kita mengerti dan kita sadari perihal segala ciptaan Tuhan ini. 
Taruhlah kita berandai - andai bahwa ada kemungkinan bencana tersebut dihadirkan oleh Tuhan agar bangsa ini  menemukan kesadaran, agar bangsa ini meng-istirahat-kan sebagian kebiasaannya yang menyimpang dari hukum alam. Atau apalah... mungkin sedikit instropeksi ? [] haris fauzi - 23 maret 2007
 


salam,
haris fauzi


Sucker-punch spam with award-winning protection.
Try the free Yahoo! Mail Beta.

No comments: