SEPERTI TAHUN LALU, KETIKA BATU BERLUMUT
"…cepat angkat pena-mu… cepat angkat, sebelum segalanya berlalu dan tuliskan itu…"
Seperti tahun lalu, senja hari itu adalah senja Desember. Kota ini disiram hujan cukup sering. Agak ragu – ragu saya hendak menembus tirai hujan yang tidak terlalu deras namun cukup rapat itu. Mata saya menatap ke tanah, menyaksikan butir – butir kristal air yang terhempas lantas tercerai – berai, namun kemudian menyatu kembali dalam keutuhan alirannya. Kehidupan memang seperti itu, mengikuti ritualnya, tak kuasa kau melawannya.
Seperti tahun lalu, ketika hujan tak kunjung reda, membuat bebatuan lembab dan berkelir lumut. Setiap tahun seperti itu. Hujan menciptakan batu yang semula garang menjadi lembut. Selembut lumut. Ada yang tak bisa kita sangka, segalanya. Karena perubahan itu sebuah keniscayaan, perubahan apapun, seperti bagaimana batu itu kini halus berlumut. Sayapun menyikapi hal ini, mengerti bahwa dalam suatu masa telah mengubah saya, dan saya menghaturkan terima kasih kepada segala yang telah mengajarkan saya akan keniscayaan dan perubahan itu sendiri. Mungkin, hujan senja ini tak hendak segera mereda. Saya mengangkat kerah jaket lebih tinggi lagi sehingga bisa melindungi ubun – ubun dari guyuran hujan. Bersegera memasuki mobil. Dan berkendara menembus rinai gerimis.
Seperti tahun lalu, atmosfir memercikkan kristal airnya. Berurutan seperti percikan relief kenangan demi kenangan. Jalan waktu yang telah dilakoni. Rasanya saya tak terlalu memacu kendaraan yang sudah uzur ini. Biarlah mobil ini berjalan pelan, agar gerak mozaik kenangan itu tidak berlalu segera. Supaya saya bisa menamatkan dengan khidmat sebelum dia berlalu menjauh. Ya. Mungkin dia menjauh, tetapi kristalnya terpahat dalam kenangan. Saya terus mengikuti pergerakan mozaik ini, laksana pemandangan yang bergerak dalam bingkai kaca mobil yang juga berubah – ubah. Hingga akhirnya mobil ini berhenti sesampai tujuan, dan sketsa yang semula bergerak itu kini terdiam. Hanya terangguk ketika terterpa angin.
Seperti tahun lalu, senja ini-pun saya terbawa pusaran arus waktu. Yang hendak melibas siapa saja yang menghalangi. Karena pusaran itu terus dan terus sahaja bergerak sesuai kehedaknya. Berjalan menuju masa berikutnya. Saya bersegera mencoretkan pena ini. Sebelum pusaran masa ini melanjutkan perjalanannya, menuju tahun berikutnya. [] haris fauzi – manggarai, 19 desember 2008 salam, haris fauzi |
Sunday, December 21, 2008
kenisah : seperti tahun lalu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment