Monday, February 16, 2009

kenisah : mengayun perubahan

MENGAYUN PERUBAHAN

"she just needed a month to change his life forever" (Sweet November - 2001)

Dalam film "Sweet November", Nelson Moss yang diperankan oleh Keanu Reeves menjadi seorang yang benar - benar berbeda antara Moss di detik pertama film dengan Moss pada detik terakhir. Film berdurasi hampir dua jam itu bercerita tentang kejadian satu bulan, di bulan Nopember. Moss yang semula begitu metropolis, sebagai profesional mengejar kilau karir, tinggal di apartemen yang modern, dengan penampilan yang kosmo, diakhir cerita menjadi lelaki biasa gara - gara sebulan berkenalan dengan seorang wanita yang bernama Sara (Charlize Theron). Setelan jas hitam ala eksekutif yang biasa dia kenakan berubah menjadi jeans,t-shirt, dan kemeja flanel dengan kancing terbuka. Ini setelan idola Bryan Adams.

Perubahan yang dialami Nelson Moss sebenarnya berawal dari rentetan peristiwa cukup complicated, namun berujung kepada hal yang sederhana. Yakni bagaimana menjalani hidup yang manusiawi, menghargai kasih sayang, dan berlapang dada terhadap hal - hal yang mungkin tidak kita kehendaki. Lepas dari budaya barat yang dilakoni di film ini,--seperti budaya gay dan hidup serumah sebelum nikah-- namun intisari film itu adalah di era perubahan Moss, seperti jargon film-nya. Perubahan yang disulut oleh Sara.

Banyak film yang berkisah dengan radikal tentang perubahan karakter kehidupan lakonnya. Sebut saja film "Troy"(2004) yang bercerita bagaimana seorang prajurit luar biasa bernama Achilles (Brad Pitt) yang hidup dari perang ke perang berikutnya yang mana pada akhirnya menemukan kedamaian pada diri Briseis (Rose Byrne). Ya, kedamaian artinya tanpa peperangan. Achilles akhirnya memutuskan untuk membubarkan pasukannya lewat perintah terakhirnya,"...kalian boleh pulang...ini perintah terakhir saya".Sungguh radikal. Atau kebalikannya dalam film "Braveheart" (1995) bagaimana William Wallace (Mel Gibson) yang semula seakan tidak peduli kepada penjajahan Inggris akhirnya harus menjadi jenderal perang karena keluarganya terbantai.

Perubahan itu hal yang sederhana. Walau bisa saja berdampak luar biasa, tergantung radikalitasnya. Hari minggu lalu saya bertemu dengan beberapa teman dalam sebuah forum bincang - bincang tentang penulisan. "Alasan saya menulis adalah menulis itu membawa perubahan. Dalam skala besar, perubahan biasanya selalu diiringi tulisan. Dalam skala diri saya sendiri, setidaknya, dengan menyibukkan diri menulis, setidaknya saya mengurangi kebiasaan - kebiasaan yang kurang bermanfaat...Walau saya belum bisa pastikan apakah tulisan saya itu akhirnya bermanfaat. Tapi yang jelas, menjadikan menulis sebagai kebiasaan akan mengurangi kebiasaan buruk lain yang ada...", itu menurut saya. Memang baru se-sederhana itu.

Beberapa saat sebelum itu saya disodori buku kecil, semacam buku saku berukuran sekitar 10cm x 15cm, bersampul hitam - putih. Tebalnya lima puluhan halaman. Saya timang - timang sejenak buku saku berjudul 'Jurnal Budaya Ruang Melati' itu. Diterbitkan oleh sekelompok orang yang menggemari tulis - menulis. Kelompok komunitas yang demikian bersahaja. Sungguh ini permisalan yang baik. Sebuah wujud buku kecil berisi jurnal budaya --cerpen dan puisi--, berencana terbit bulanan, bisa jadi bakal mengayunkan perubahan. Mungkin tidak perlu terlalu muluk untuk mengubah wajah semesta ini. Bagi saya komentar di atas lebih dari cukup, bahwa setidaknya, dengan menjalani kebiasaan menulis bisa mengubah diri - sendiri.

Masalah terbesar dari perubahan itu sendiri adalah resistensi kita. Ini masalah besar, padahal perubahan itu sendiri adalah hal yang tidak rumit. Namun seringkali kita terlalu tertutup mata, sehingga bertahan terhadap perubahan karena sekedar kuatir terhadap dampaknya. Walaupun, seringkali ternyata perubahan itu tidak berdampak buruk kepada diri kita. Yang membuat shock kebanyakan orang adalah fakta perubahan, bukan dampak perubahannya itu sendiri. Karena khawatir.

Memang, perubahan itu sendiri banyak ragamnya. Sebab musababnya juga berbagai corak. Suatu ketika saya pernah bertanya kepada teman saya," Mana yang benar ? perubahan selalu di mulai dari hal yang sederhana, ataukan perubahan itu bisa di mulai dari hal sederhana ?". Dia menjawab yang kedua. Artinya ada perubahan yang tidak sederhana. Namun, sepanjang hampir empat puluh tahun saya hidup, perubahan adalah keniscayaan yang harus kita lakukan, atau cuma kita terima begitu saja bila kita sendiri tidak menjadi agen perubahan yang termaksud. Ikut merubah, atau ikut ter-ubah. Sangat sederhana bukan ? Besar-kecil dampak perubahan itu, kompleksitas penyebab perubahan itu, sejatinya bukanlah hal utama. Yang utama adalah bagaimana mengayunkan perubahan sesederhana mungkin dengan membuka tabir dalam hati sehingga kita tidak bertahan mati - matian dan ketakutan akan adanya perubahan itu. Karena sejatinya perubahan itu --sekali lagi-- adalah keniscayaan. Ya, karena memang perubahan itu adalah hal yang sederhana. Sederhana namun penting. [] haris fauzi - 15 Februari 2009

salam,

haris fauzi

No comments: