Tuesday, March 09, 2010

kenisah : ada apa dengan oli

ADA APA DENGAN OLI

Jadi, bayangkanlah seperti ini. Sebuah mobil memiliki mesin untuk menggerakkan roda - rodanya. Sama dengan partai - partai yang menjadi mesin untuk menggerakkan denyut politik di suatu negara. Di dalam mesin mobil tersebut harus diisikan sejumlah oli sebagai pelumas dan pendingin. Oli ini tidak boleh nggak ada. Bila sampai kosong, maka mesin mobil anda akan macet. Ini kejadian fatal. Mangkanya, untuk memantau hal ini hampir semua mobil terpasang indikator oli, biasanya berupa lampu merah bergambar teko oli. Fungsinya menunjukkan -semacam alert- kondisi oli. Indikator oli ini bekerja atas kerja sensor oli. Faham, 'kan ? Jadi, bila oli jumlahnya kurang dari jumlah minimum yang dikehendaki si mesin, maka sensor oli ini bekerja menyalakan indikator oli, sehingga pemiliknya faham kudu merogoh kocek untuk mengambil dana talangan buat membeli oli. Begitulah kira - kira. Jangan terlalu serius, dikira - kira sajalah.

Namun, sebenarnya tak sesederhana demikian. Oli --seperti dijelaskan di atas,-- memiliki fungsi pendinginan. Sementara mesin sendiri pada dasarnya di-dingin-kan oleh sebuah sistem pendingin gabungan antara oli, air radiator, dan angin. Ini urusan sudah sistemik. Untuk itu, kita batasi saja pada masalah oli. Sensor oli --pada beberapa mobil-- bekerja berdasarkan tekanan oli. Jadi, dia akan memberi 'alert' bila tekanan olinya berkurang. Lha tekanan oli ini sendiri dihasilkan oleh sebuah perangkat yang bernama pompa oli. Bila jumlah oli yang di-pompa-kan berkurang, otomatis tekanannya juga lebih rendah, maka sensor oli langsung mengirim pesan kepada indikator oli. Bila jumlah oli cukup, tetapi pompa oli kerjanya letoy alias ogah-ogahan, ya tekanannya juga tidak cukup. Hal ini juga membuat sensor oli menyuruh indikator untuk 'menyalak'.

Selain itu, cara mengetahui kurangnya oli mobil juga bisa dilihat secara manual dari bilah penunjuk kedalaman bak tampung oli. Buka kap mesinnya, temukan gagangnya, lantas tarik, maka akan anda ketahui seberapa banyak oli yang tertampung di bak tampung. Cara ini diperkenankan ketika mesin dalam kondisi setelah lebih dari enam jam berhenti. Dalam kondisi ini hampir semua oli turun ke bak penampungan. Valid. Bila mesin masih menyala dan anda praktekkan cara ini maka hasilnya tidak valid karena sebagian besar oli masih keluyuran melumasi ratusan komponen yang berada di dalam jerohan mesin mobil anda.

Cara paling konvensional untuk mengetahui jumlah oli dalam mesin mobil anda adalah dengan melongok kolong mobil anda. Apakah ada bocoran oli tergenang disitu. Ini cara manusia purba. Konon katanya manusia purba doyan melongok.

Okelah. Ini bukan tulisan tentang bagaimana sebuah mesin berlumuran oli. Saya cuma ingin menulis tentang suatu hal yang sempat membuat saya bingung di tengah guyuran hujan.
Jadi ceritanya begini. Pada suatu hari ketika saya mengendarai mobil, tiba - tiba indikator oli menyala darurat. Kontan saya berhenti menepikan kendaraan, dan lantas dengan gaya paling konvensional ala manusia purba, saya memeriksa kolong mobil. Ada beberapa tetesan oli, cukup besar untuk disebut sebagai tetesan karena pendar warna minyaknya menggila di aspal yang terguyur air hujan. Bila kebanyakan oli bocor meloloskan diri --sehingga menyalakan indikator oli--, maka tentunya mesin mobil saya bakal kurang gizi. Untungnya saya membawa oli cadangan. Segera saya isikan menambahkannya, dengan kira - kira tentunya, karena saya ogah menunggu enam jam untuk mengetahui jumlah sebenarnya kondisi oli semula. Dan lantas saya melanjutkan perjalanan. Kadangkala kita memang berlaku seperti itu, dalam keadaan darurat kita kurang waspada sehingga bertindak tidak sesuai prosedur. Dan bila kepleset, maka itulah resiko karena keadaan darurat.

Kebingungan itu merajalela ketika di tengah perjalanan beberapa kali indikator oli kembali menyala. Saya khawatir, apakah dalam perjalanan malam itu --ditengah hujan lebat-- mesin mobil saya 'bleeding' kehilangan banyak oli ? Apakah iya terjadi penyimpangan aliran oli yang tidak semestinya ? Harusnya oli itu mengalir ke mesin tapi kini raib entah kemana ? Pertanyaan ini saya uji dengan menginjakkan gas untuk menaikkan rotasi mesin --dengan gigi persneling bebas tentunya-- sehingga bisa saya ketahui unjuk kerja pompa olinya. Ternyata pada putaran tertentu, indikator oli itu mati alias normal. Demikian terus - menerus. Semakin lama semakin sering. Setiap indikator oli menyala, saya pindah ke gigi bebas lantas saya injak gas lebih tinggi, hasilnya indikator oli kembali normal.

Dalam perjalanan kehujanan seperti itulah saya memendam kebingungan. Seperti pakar ekonomi, kadang hanya berpedoman kepada indikator - indikator di atas kertas, yang mana tidak dimengerti oleh orang kebanyakan. Ini praktis membingungkan orang kecil. Demikian juga indikator pada mobil saya. Terbaca sih iya, tetapi apakah ini masalah sebenarnya ? Maka, muncullah beberapa pertanyaan menggelayut sempanjang jalan. Apakah mesin saya bocor ? Ataukah sensor oli saya bego ? Ataukah pompa oli sudah letoy ? Ataukah otak saya yang bocor sehingga menjadi bego dan letoy ?

Sesampai rumah hujan masih menggila dan saya memilih tidur. Paginya saya bangun tidur, setelah menenggak coklat panas saya membuka kap mesin dan memeriksa bilah bak tampung oli. Hasilnya mengecewakan, oli mesin mobil saya memang berkurang signifikan, tetapi...eh..tetapi... harusnya masih layak jalan. Harusnya indikator oli nggak perlu menyala semalam. Dengan melongok kolong terlihat ada genangan oli disitu. Mobil saya ngompol. Artinya, mesin mengalami kebocoran. Seperti atap, ember, atau pundi - pundi uang, setiap ada yang bocor harus ditambal. Kalo dibiarkan maka akan terus saja terjadi kebocoran dan aliran itu akan kemana - mana. Demikian juga dengan mesin bocor harus ditambal entah 'packing'-nya atau 'seal-seal'-nya. Ini bukan urusan gampang, untuk mengetahui bagian mesin mana yang bocor, butuh keahlian khusus. Semacam paranormal khusus begitulah. Bila disingkat menjadi "par-sus", bukan pansus yang juga membicarakan masalah 'kebocoran'. Dan dengan bantuan seorang mekanik yang sudah berumur, kebocoran itu bisa dibungkam setelah bolak - balik sidang ke bengkelnya dua kali. Untuk sementara kasus kebocoran oli sudah bisa dibilang beres. Bisa di-peti-es-kan kasusnya.

Apakah cuma itu kasusnya ? ternyata tidak. Bukankah indikator tidak berkata jujur kala itu ? Dia berujar 'kurang oli' disaat tidak seharusnya bilang itu. Karena biarpun bocor, jumlah oli masih cukup. Ini kasus lain. Jadi pada perjalanan malam itu kemungkinan terjadi dua hal ihwal per-oli-an yang ternyata berbeda kasusnya. Sama - sama tentang oli, tetapi beda kasus. Dalam masyarakat kita sering terjadi hal demikian. Ada satu perkara dengan dua kasus. Bisa kasus perbankan murni, bisa pula kasus politik. Gitu.

Menyikapi kasus kedua ini saya harus waspada dengan dua hal lainnya, yakni pompa oli dan atau sensor oli. Karena sebenernya --dalam perjalanan malam penuh kebingungan dan hujan itu-- dengan kondisi oli seperti itu, seharusnya belum cukup untuk memberi warning atau alert. Oli masih dalam bilangan jumlah normal, walau berkurang signifikan. Jadi, ternyata setidaknya ada misteri kedua selain kasus mesin bocor. Kasus atau misteri kedua itu adalah indikator menyala tidak pada tempatnya alias 'tidak jujur'. Tinggal harus dicari, siapa yang tidak jujur. Apakah pompa oli, apakah sensor oli. Dunia ini punya wacana tentang ketidak-jujuran, tentang buaya, misalnya.

Layaknya Sherlock Holmes mengerucutkan misteri, saya mencoba hal itu juga antara pompa oli dan sensor oli. Kebimbangan terjadi disini. Saya sempat ingin mengganti pompa oli, namun karena saya pernah tau bahwa kerja pompa oli mesin mobil kuno seperti mobil saya ini adalah secara mekanis, maka kemungkinannya jarang sekali rusak. Untuk meyakinkan unjuk kerja pompa oli maka saya coba buka katup pengisian oli dalam keadaan mesin hidup. Ternyata oli itu muncrat dan cipratannya bertaburan di muka saya. Atas hasil muka belepotan inilah maka saya mencoba untuk menuduh sensor oli kali ini. Dan lagi, bila harus mengganti pompa oli harganya berkisar enam kali harga sensor oli. Berdasar oli yang menyemprot wajah dan kondisi kocek inilah mangkanya saya coba yang murah dahulu, yakni mengganti sensor oli. Ini resiko yang paling gampang, mengorbankan sesuatu yang murah. Dunia politik juga bisa menerapkan hal seperti ini. Asal jangan salah korban saja, jangan sampe karena kecil, maka cicak-lah yang dikorbankan. Tidak boleh seperti itu.

Jadi, setelah mesin di-'bungkam' kebocorannya, saya sengaja tidak mengisi penuh oli. Saya ganti dahulu sensornya --dengan yang baru tentunya--, dan saya lihat apakah indikatornya menyala 'marah'. Walhasil teryata tidak. Indikator anteng tertidur. Ya sudah, berarti memang sensornya bermasalah, sudah tidak sensitif lagi. Lha wong oli masih ada kok di bilang kosong. Dengan dijatuhkannya vonis kepada sensor oli, maka rasa suudhon terhadap pompa oli harus dibuang jauh - jauh. Bila perlu nama baiknya dipulihkan, direhabilitasi. Demikian kata pakar hukum. Ah, sudahlah, hari sudah malam. Lagian tukang pipa air sudah hampir selesai memperbaiki pipa air ke bak mandi. Saya harus menemuinya tentunya untuk mengklarifikasi berapa biaya perbaikannya. Dia sudah kerja cukup lama malam ini, dengan gedumbrangan alat - alat tangannya  --walaupun tidak selama dan se-hiruk-pikuk kerja Pansus. Jadi, cukup sekian cerita tentang pengalaman saya mengendarai mobil dengan oli bermasalah. [] haris fauzi - 8 maret 2010

salam,

haris fauzi

2 comments:

Anonymous said...

Bang numpang tanya nih. Klo indikator oli g nyala pada saat mesin mau di starter, padahal lampu indikatornya masih bagus, berarti apanya ya? Kalo sensornya sih letaknya dimana? Mobil saya Carry th 91 Thanks

Haris Fauzi said...

indikator oli akan menyala bila oli blm mencapai titik pelumasan. bila telah mencapai titik pelumasan, maka indikator oli akan mati. bisa jadi anda starter mobil ketika mobil baru saja dimatikan mesinnya, saat itu bisa jadi oli masih di titik pelumasan. sensor oli letaknya di deket pompa oli.