Sunday, May 30, 2010

kenisah : sesudah masa ini

SESUDAH MASA INI

Dalam ajaran agama Islam yang saya peluk, dipaparkan bahwa setelah masa hidup di dunia ini, tibalah masanya kehidupan akhirat. Perbatasan antara dunia dan akhirat adalah melalui gerbang kematian. Kematian merupakan hal yang sangat pasti bagi semua makhluk hidup, namun karena sedemikian pastinya, maka banyak yang mengkhawatirkan. Dan tidak sedikit pula yang mencoba terlena melupakannya.

Berbicara ihwal kematian, tentunya tidak gampang. Banyak referensi yang sudah tersedia di toko buku, perpustakaan, ataupun di dunia maya. Tetapi itu semua ditulis oleh orang yang belum mengalaminya. Jadi bukan merupakan kisah nyata. Dan tentunya tidak hanya kisah tentang kematian yang ditulis dengan model demikian, namun juga tulisan ihwal era - era setelah setelah kematian itu sendiri.
Tentunya tidaklah mudah untuk menemukan tulisan yang oetentik ihwal era kematian bila kita hanya mengacu kepada cerita pengalaman. Namun jangan salah, kitab suci, petunjuk dan riwayat nabi banyak juga yang menceritakan atau mengabarkan ihwal era tersebut. Tentunya, walaupun informasi yang ada tersebut bukan kisah pengalaman nyata, namun kitab suci tentunya bisa dipercaya karena kitab suci dibuat oleh Yang Mencipta-kan kehidupan ini sendiri. Sementara petunjuk dan riwayat nabi, rasanya juga tidak perlu diragukan karena kesahihannya.

Dalam Islam, ada beberapa hal yang berkaitan dengan 'kehidupan' paska kematian. Diantaranya adalah tentang pertanggung-jawaban masa sebelumnya. Jadi, setelah mati, manusia akan dimintai pertanggung-jawabannya selama hidup. Ngapain aja, dan bagaimana pola hidupnya. Sidang pertanggung-jawaban ini sudah dilakukan semenjak jasad seseorang dikubur. Ada semacam sidang interogasi, begitulah gambaran gampangnya. Bila ada interogasi, tentunya ada pertanyaan. Seperti juga bila calon sarjana mempertanggung-jawabkan skripsinya yang ditanya banyak hal oleh dewan dosen penguji.

Apa pertanyaannya ? Konon dalam Islam, pertanyaan utama adalah seputar tauhid, sholat, dan pengakuan terhadap utusan Muhammad sebagai pembawa risalah. Tentunya banyak pertanyaan yang lain, namun yang sering disebut - sebut dalam buku referensi, dalam pengajian, atau khutbah - khutbah adalah tiga hal tersebut.

Tentang tauhid, sejatinya adalah pengakuan tentang ke-Tuhanan. Mengakui bahwa Tuhan adalah Maha Penguasa atas segala hal, yang menciptakan, yang memelihara, dan yang memusnahkan alam semesta ini dengan kehendak-Nya. Dalam interogasi ihwal tauhid, ada beberapa problem yang bisa mengakibatkan 'ketidak-lulusan' seseorang. Ilmu tauhid seseorang akan cacat dan dianggap 'tidak lulus' bila orang tersebut melakukan beberapa hal yang melenceng dari ajaran ke-tauhid-an, diantaranya yakni bila memercayai ramalan dukun dan bila memiliki jimat pusaka.

Ramalan dari dukun bisa bermasalah di dunia tauhid karena dukun menyampaikan kabar dari iblis. Sementara jimat pusaka seringkali dianggap bertuah karena pertolongan makhluk halus, padahal ilmu tauhid mengajarkan bahwa hanya Tuhan saja-lah yang berkuasa terhadap jalannya pemeliharaan alam semesta dan hanya Tuhan-lah Penolong akan makhluk-Nya.

Sholat menjadi krusial karena bila seseorang menjalankan sholat dengan baik, maka akan baik pula kelakuannya. Bila seluruh dunia ini sholatnya jelek, maka berantakanlah seisi dunia ini. Begitu dalilnya. Bila ada seseorang yang sholat-nya rajin tetapi kelakuannya korup, maka bisa jadi sholatnya bermasalah.
Menurut Al Ghazali, sholat seseorang disebut baik apabila khusyu'. Tentunya tidak gampang melakukan sholat yang khusyu' seperti yang dicontohkan Muhammad. Bahkan Ali bin Abi Thalib --yang notabene menyerap ilmu paling banyak diantara sahabat Muhammad-- konon ternyata sholatnya tidaklah se-khusyu' Muhammad. Apalagi kita.

Sholat yang khusyu' mengandung banyak kriteria. Diantaranya adalah kesatuan hati, pikiran, dan badan. Bila sedang melaksanakan sholat di masjid tetapi hati berkecamuk amarah kepada rekan kantor, sementara pikiran ngelantur ke hidangan restoran, maka buyar-lah kesatuan hati-pikiran-dan badan tersebut.

Selain itu sholat butuh pemahaman. Bukan sekedar melafalkan, tetapi setidaknya, seseorang mengerti ihwal apa yang dibaca dan dipanjatkan. Konon, seorang penyanyi butuh penghayatan untuk bisa menyanyi dengan baik. Untuk bisa menghayati, tentunya harus mengerti tema lagu yang bakal dia nyanyikan. Demikian juga dengan ke-khusyu'-an sholat. Memahami makna do'a sholat sangat diperlukan untuk meng-'khusyu'-kan sholat.

Sholat juga membutuhkan atmosfir yang mendukung kekhusyu'-an. Sholat adalah salah satu cara untuk berhadapan dengan Tuhan. Tuhan adalah penguasa alam semesta. Bila kita menghadap dekan, menteri, presiden, atau orang ber-'kuasa' lainnya tentunya ada atmosfir khusus yang memaksa kita untuk sedikit banyak meneguhkan kesungguhan kita. Tentunya atmosfirnya akan berbeda antara ketika kita bertemu dengan ketua RT dibanding dengan ketika bertemu dengan penguasa negara. Semakin tinggi pangkat dan kuasa seseorang yang kita hadapi, maka semakin besar atmosfir yang mencekat perasaan kita. Tercipta semacam atmosfir yang meregut perasaan dan jiwa raga bila kita berhadapan dengan orang yang berpangkat tinggi. Demikian juga --seharusnya-- bila bertemu dengan Penguasa Alam Semesta.
Dalam sholat, seharusnya atmosfir itu tercipta dengan sangat dahsyat. Banyak sekali cerita yang beredar bahwa ketika hendak sholat para sahabat sudah demikian gemetaran. Bahkan ketika hendak berwudlu saja Ali bin Abi Thalib sudah pucat pasi seperti orang yang sakit keras. Dan ketika menjalankan sholat, tidak jarang perasaannya berkecamuk hingga meneteskan air mata.

Tentang hal ketiga, mengakui Muhammad sebagai utusan Tuhan adalah hal yang gampang diucap. Kita cukup menghafalkan syahadat, misalnya. Tetapi dalam interogasi alam kubur tidaklah semudah itu. Bila pola hidup kita ternyata berbeda dengan apa yang diajarkan Muhammad, maka hafalan itu akan buyar tidak karuan.
Jalan termudah untuk selamat dari interogasi ini adalah berusaha sedini mungkin mencoba mempelajari dan lantas meneladani pola hidup Muhammad. Mumpung masih ada waktu hidup di dunia. Dengan 'learning by doing' semacam ini, praktis semuanya bisa lebih mudah dipertanggung-jawabkan kelak. Walau tentunya tidak mudah dijalaninya di dunia yang seperti sekarang ini. Bukannya begitu ? [] haris fauzi - 27 Mei 2010


salam,

haris fauzi

No comments: