Wednesday, December 14, 2011

kenisah : sedikit korup


SEDIKIT KORUP

Alkisah memang diberitakan bertubi - tubi tentang maraknya korupsi di negeri ini. Tetapi fakta membuktikan bahwa di negeri ini terjadi sedikit korupsi. Walhasil sedikit pula jumlah koruptor-nya. Kita tau, bila ada suatu kejadian atau kasus yang disebut korupsi, maka pelaku korupsi tersebut bergelar koruptor. Ketika disinyalir kuat ada transaksi sejumlah dana yang mencurigakan, tidak prosedural, dimana dalam transaksi itu ada pihak penerima dan pemberi berikut deretan penghubungnya yang ber-kong-kali-kong, maka itu masih belum bisa disebut dengan korupsi. Masih jauh dari sebutan itu. Beberapa media massa gencar meniupkan opini korupsi, sementara obrolan rakyat kecil yang tidak mengecap kuliah merasakan dan mengutuk hal itu, namun, sekali lagi, itu hanya opini koran dan perasaan rakyat jelata saja. Tidak lebih. Bahkan ketika nampak di depan mata harta bertaburan yang tidak normal, lantas pemiliknya pergi kabur, dan dengan susah - payah berhasil ditangkap oleh aparat untuk ditahan-pun, pelakunya-pun masih jauh dari predikat 'koruptor'. Kasus itu masih tertimbun jauuuuuh sekali.

Rakyat jelata boleh berharap menunggu penyematan gelar 'koruptor', kalo bisa malah secara instan. Namun apa daya, masih panjang perjalanan yang harus ditempuh untuk menyematkan gelar koruptor tersebut. Tidaklah boleh gegabah. Terburu - buru itu tidaklah baik. Badan pengadil yang seharusnya dikenal sebagai pemberi hukuman-pun, terlihat sangat berhati - hati untuk mengetukkan palu pertanda kasus yang disidang adalah merupakan perkara korupsi. Prinsipnya, kesabaran itu adalah hal utama. Untuk itu saja demikian berhati - hati, apalagi untuk men-vonis pelakunya menjadi predikat koruptor. Mungkin bisa jadi sudah banyak buron atau terdakwa korupsi, namun tidak banyak yang 'pecah telur' menjadi gelar resmi 'koruptor'.

Tak jarang seseorang yang sudah hampir nyata lehernya harus dipenggal gara - gara nilep uang rakyat, maka pisau penggalnya urung digunakan. skenario berbicara lain, maka endingnya-pun bisa berbeda. Kilah yang biasa digunakan kali ini adalah alasan kesehatan dan alasan kehilangan ingatan. Beberapa kasus korupsi yang berjejeran panjang bertalian hingga merasuk ke dewan kehormatan juga seakan terlalu jauh untuk didakwa sebagai kasus korupsi. Belum ada itu namanya banjir kasus korupsi. Itu tidak korupsi. Uang negara memang hilang trilyunan, tetapi, itu bukan karena korupsi. Ya karena hilang. Itu sahaja. Yang penting adalah uang segunung itu kelupaan entah kemana. Dan alasan ini bisa diterima. Beres kan ?

Andai toh ada urusan kurung - mengurung, maka paling sering kejadiannya adalah penyelesaian kurungan untuk si pion. Ketika uang negara hilang, maka pastilah melibatkan banyak peserta 'calon koruptor'. Nah, biasanya kasus itu di-selesai-kan pada pion - pion tertentu. Pion itu orang rendahan. Orang rendahan masuk bui, maka cukup sudah selesailah itu kasus. Padahal, dimana logikanya bila seorang bergaji tiga juta rupiah sebulan ternyata mampu dalam sekejap melenyapkan dana negara milyaran ? Tapi ini bukan urusan logika. Ini adalah urusan main catur. dan ketika pion masuk kotak, maka tidak ada larangan untuk menghentikan permainan. Ini main catur ala pos gardu, bukan ala grand master. Di pos gardu, permainan catur tidak harus sampai selesai dengan skak mat.

Nah, selain itu kebanyakan
ketika kasus raibnya uang negara bernilai trilyunan diusut, masalahnya bisa juga diselesaikan dengan 'ngabar'. Ngabar itu bahasa jawa untuk 'menguap'. Bukan menguap 'angop' karena ngantuk, tetapi menguap menjadi uap. Endingnya kebanyakan adalah 'never ending', dalam arti kasusnya itu berlarut - larut sampai membosankan. Berputar - putar seperti nyala obat nyamuk, lama - lama padam dan tertidur. Ada alternatif ending yang lain yakni paling banter kurungan untuk pion.  Menguap kemana ? kasus itu menguap kemana - mana. Lumer dan hilang. Dan bila ada yang berinisiatif mengangkatnya kembali, maka beliau ini harus bersiap - siap untuk masuk kurungan. Lho ? Kebalikan memang. hal ini wajar, karena penjara disini bukan untuk para koruptor, tetapi untuk para orang usil yang nyentil - nyentil kasus korupsi. Penjara juga untuk maling ayam, copet, dan pemotek spion.

Hanya Tuhan yang mengerti apa sejatinya yang terjadi pada negeri ini. Yang jelas rakyat jelata mengutuk kasus korupsi dan menuntut pembalasan setimpal karena jelas - jelas membangkrutkan negeri. Sementara ketegasan pihak pengadil berpedoman kepada prinsip sabar, yangmana jelas - jelas pihak pengadil memang sangat berhati - hati. Bahkan ketika badan pengadil itu-pun pada akhirnya sempat terlanda jerat berita kasus korupsi, maka mereka-pun bertindak sedemikian sabar dan berhati - hati sehingga apa yang terjadi masih jauh dari harapan. Kalo kata orang kampungan mereka masih banyak 'ngeles'-nya ketimbang hati nurani berbicara. Alih - alih bertafakur dan merenungi hati nurani, mereka masih terlalu sibuk. Dan bila sudah memiliki waktu senggang, mereka memilih menggebuk maling ayam, copet, dan pemotek spion. Nah, bisa dibayangkan, betapa bersihnya negeri ini dari koruptor ! ... Semoga pikiran saya yang salah. [] haris fauzi - 13 desember 2011

---
ilustrasi : the new post-literate


No comments: