Wednesday, April 29, 2015
Mati Gaib
Dari sisi lain, kisah kematian tokoh politik, kadangkala juga gaib sebagaimana kasus - kasus pengadilan yang juga gaib. Bahkan tak jarang ada kisah tokoh politik yang bunuh diri atau dibunuh, lantas sulit dikenali jati dirinya. Bahkan keluarganya tidak menjamah sosok yang disebut "konon" sebagai jenasah si tokoh. Keluarganya sudah berada di negeri antah berantah dan ogah mengurusi jenasah yang 'konon' itu tadi.
Dulu, maraknya petrus --penembak misterius-- beberapa kali malah membuat manusia hilang misterius, laksana diculik, dan otomatis gaib juga kisah kematiannya. Begitu juga dengan kisah-kisah penculikan aktivis masyarakat yang biasanya menentang rezim. Sosoknya gaib, dan kematiannya gaib, namun ada beberapa yang pulang dan bisa berkisah. Entah meloloskan diri, atawa memang sengaja dilepas agar bisa berceritera dan ceritera penyiksaannya membuat aktivis lain jeri.
Trus, ada juga misteri teroris, yang tertangkap, lantas divonis hukum mati. Dan, saat pelaksanaanya dilakukan hukuman "bunuh" secara tertutup, ditempat misterius, oleh tim eksekusi misterius, dan.... hasil akhirnya hanya kabar bahwa hukuman itu sudah dilakukan. Bahwa eksekusi telah dilaksanakan. Sementara jenasahnya secara tertutup sudah diantar kepada keluarganya.
Ingat bagaimana kisah terbunuhnya Osama ? Konon setelah disergap sekutu, dibunuh, lantas mayatnya dibuang ke laut. Saya sih meragukan ceritera ini. Lucu sekali. Tapi entahlah. Kadangkala cerita penembakan, penangkapan, bunuh diri, eksekusi mati, dan hal - hal seperti itu juga diselimuti nuansa misteri nan gaib. [] Haris Fauzi
http://kenisah.blogspot.com
Sejajar dan Tidak
Itu sebagian benar. Sekitar lima tahun setelah itu, kebenaran itu terbukti. Namun, bagi saya, itu sebagian. Maksud saya begini, adalah benar Islam dan Pancasila itu bisa diharmonisasikan dengan mudah, tetapi tidak dengan menyetarakan, melainkan dengan memposisikan ajaran-ajaran Islam lebih utama dibandingkan dasar negara. Artinya, dengan berjuta permohonan maaf, saya mengutamakan nilai-nilai Islam di atas nilai-nilai Pancasila, apabila terjadi perbedaan diantara keduanya.
Begini, ini keterbatasan saya. Jadi ketika berusia sekitar 15 tahun, sepertinya saya sudah berhasil mensintesa ajaran Islam dengan Pancasila, namun itu tidak semuanya. Dan, kepala saya menjadi sakit ketika berusia 18 tahun karena sibuk berpetualang mencari nilai - nilai sintesis tadi.
Jenak karena kepala sakit, akhirnya saya memutuskan untuk memprioritaskan nilai Islam ketika ada norma yang berbeda dengan Pancasila. Jelas, antara Islam dan Pancasila itu bukan norma yang total bertolak belakang. Bahkan banyak harmonis. Namun, di kepala saya, ada juga yang berbeda value-nya.
Setelah saya mengambil keputusan itu, saya sadar, bahwa "way of life" saya adalah Islam, bukan yang lain. Dan sakit kepala saya mendadak lenyap, seiring kejadian - kejadian yang semula rumit kini menjadi lebih mudah dan lebih jelas. Bagi saya.
Saya jadi ingat dengan seorang tokoh Indonesia, yang pernah disudutkan dalam wawancara dengan pers barat. "Anda itu orang Indonesia atau orang Islam ?". Dan tokoh itu menjawab," saya muslim". Ini mungkin sama. Saya bangga menjadi orang Indonesia, tetapi saya lebih bangga menjadi seorang Muslim. Sekali lagi, ini bagi saya. Entah anda. [] Haris Fauzi - 29 April 2015
http://kenisah.blogspot.com
Tuesday, April 28, 2015
Sunday, April 19, 2015
Curhat Caleg Gagal
Tuesday, April 14, 2015
syiah
1. syiah ada semenjak era khalifah utsman bin affan. dirintis oleh para pengikut ali bin abi thalib. kelompok ini kelak kemudian dilanjutkan dipimpin oleh husain bin ali, dan kemudian ali bin husain (ali zainal abidin).
18. dalam pidato-pidato pemimpin republik islam iran, selalu dicantumkan penghormatan kepada semua khulafaur rasyidin ditambah dengan keutamaan ahlul bait. ini membuktikan bahwa pemimpin republik islam iran yang berafiliasi dengan sekte itsna asyariyyah adalah bukan rafidhah dan bukan pula dari kubu ibnu saba.
Wednesday, April 08, 2015
Stupid Newspaper
Actually,
I hate this newspaper ...
WSJ ( if i'm not false that newspaper is you... ? ) is really bad product...
Because,
He makes a news about Indonesian President...
And,
The President looks so very very stupid
Like that ....
Please,
This PRESIDENT is OURS, not yours ...
Do not intervention to our country business...
Do not do that with your news
...
And,
For You, Mr. President,
First,... This Newspaper Should Be Banned
As Soon As Possible
Or,
They will Play Soccer,
with YOUR HEAD as a Ball...
ingkar sunnah
Sunday, April 05, 2015
Karena "Demokrasi" adalah Cyborg Barat
Berikut tulisan seseorang yang mengaku bernama Emha Ainun Nadjib, membilang tentang zombie "demokrasi"....
Saya Anti Demokrasi
Oleh: Emha Ainun Nadjib
Kalau ada bentrok antara Ustadz dengan Pastur, pihak Depag, Polsek, dan Danramil harus menyalahkan Ustadz, sebab kalau tidak itu namanya diktator mayoritas. Mentang-mentang Ummat Islam mayoritas, asalkan yang mayoritas bukan yang selain Islam – harus mengalah dan wajib kalah. Kalau mayoritas kalah, itu memang sudah seharusnya, asalkan mayoritasnya Islam dan minoritasnya Kristen. Tapi kalau mayoritasnya Kristen dan minoritasnya Islam, Islam yang harus kalah. Baru wajar namanya.
Kalau Khadhafi kurang ajar, yang salah adalah Islam. Kalau Palestina banyak teroris, yang salah adalah Islam. Kalau Saddam Hussein nranyak, yang salah adalah Islam. Tapi kalau Belanda menjajah Indonesia 350 tahun, yang salah bukan Kristen. Kalau amerika Serikat jumawa dan adigang adigung adiguna kepada rakyat Irak, yang salah bukan Kristen. Bahkan sesudah ribuan bom dihujankan di seantero Bagdad, Amerika Serikatlah pemegang sertifikat kebenaran, sementara yang salah pasti adalah Islam.
"Agama" yang paling benar adalah demokrasi. Anti demokrasi sama dengan setan dan iblis. Cara mengukur siapa dan bagaimana yang pro dan yang kontra demokrasi, ditentukan pasti bukan oleh orang Islam. Golongan Islam mendapat jatah menjadi pihak yang diplonco dan dites terus menerus oleh subyektivisme kaum non-Islam.
Kaum Muslimin diwajibkan menjadi penganut demokrasi agar diakui oleh peradaban dunia. Dan untuk mempelajari demokrasi, mereka dilarang membaca kelakuan kecurangan informasi jaringan media massa Barat atas kesunyatan Islam.
Orang-orang non-Muslim, terutama kaum Kristiani dunia, mendapatkan previlese dari Tuhan untuk mempelajari Islam tidak dengan membaca Al-Quran dan menghayati Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, melainkan dengan menilai dari sudut pandang mereka.
Maka kalau penghuni peradaban global dunia bersikap anti-Islam tanpa melalui apresiasi terhadap Qur'an, saya juga akan siap menyatakan diri sebagai anti-depressants karena saya jembek dan muak terhadap kelakuan Amerika Serikat di berbagai belahan dunia. Dan dari sudut itulah demokrasi saya nilai, sebagaimana dari sudut yang semacam juga menilai Islam.
Di Yogya teman-teman musik Kiai Kanjeng membuat nomer-nomer musik, yang karena bersentuhan dengan syair-syair saya, maka merekapun memasuki wilayah musikal Ummi Kaltsum, penyanyi legendaris Mesir. Musik Kiai Kanjeng mengandung unsur Arab, campur Jawa, jazz Negro dan entah apa lagi. Seorang teman menyapa: "Banyak nuansa Arabnya ya? Mbok lain kali bikin yang etnis 'gitu…"
Lho kok Arab bukan etnis?
Bukan..., nada-nada arab bukan etnis, melainkan nada Islam. Nada Arab tak diakui sebagai warga etno-musik, karena ia indikatif Islam. Sama-sama kolak, sama-sama sambal, sama-sama lalap, tapi kalau ia Islam-menjadi bukan kolak, bukan sambal, dan bukan lalap.
Kalau Sam Bimbo menyanyikan lagu puji-puji atas Rasul dengan mengambil nada Espanyola, itu primordial namanya. Kalau Gipsy King mentransfer kasidah "Yarim Wadi-sakib…", itu universal namanya. Bahasa jelasnya begini: apa saja, kalau menonjol Islamnya, pasti primordial, tidak universal, bodoh, ketinggalan jaman, tidak memenuhi kualitas estetik dan tidak bisa masuk jamaah peradaban dunia.
Itulah matahari baru yang kini masih semburat. Tetapi kegelapan yang ditimpakan oleh peradapan yang fasiq dan penuh dhon kepada Islam, telah terakumulasi sedemikian parahnya. Perlakuan-perlakuan curang atas Islam telah mengendap gumpalan rasa perih di kalbu jutaan ummat Islam. Kecurangan atas Islam dan Kaum Muslimin itu bahkan diselenggarakan sendiri oleh kaum Muslimin yang mau tidak mau terjerat menjadi bagian dan pelaku dari mekanisme sistem peradaban yang dominan dan tak ada kompetitornya.
"Al-Islamu mahjubun bil-muslimin". Cahaya Islam ditutupi dan digelapkan oleh orang Islam sendiri.
Endapan-endapan dalam kalbu kollektif ummat Islam itu, kalau pada suatu momentum menemukan titik bocor – maka akan meledak. Pemerintah Indonesia kayaknya harus segera mervisi metoda dan strategi penanganan antar ummat beragama. Kita perlu menyelenggarakan 'sidang pleno' yang transparan