Saturday, November 05, 2016

411

Unjuk rasa Aksi BELA  ISLAM  yang digelar pada 4 nopember 2016 di seputaran Monas Jakarta, sepertinya ada 2 sesi, sesi siang dan sesi malam. Sesi siang berlangsung damai, dihadiri sekitar 2,3 juta muslim. Sementara sesi  malam terjadi rusuh karena ada provokasi. Dugaannya masih semrawut, apakah HMI disusupi, dan siapa yang membakar mobil polisi.

Sesi siang, walau gagal bertemu Jokowi, berlangsung sangat tertib, provokator pembakar gereja tertangkap oleh para peserta aksi dan diamankan. Target aksi ini adalah tuntutan agar pemerintah menindak tegas Ahok dalam kasus penistaan Al-Qur'an. Menjelang senja pemerintah menjawab tuntutan peserta aksi. Jawaban pemerintah disampaikan oleh Wapres, dimana berjanji menangani kasus penistaan Al-Qur'an tersebut. Jawaban Jusuf Kalla ini sepertinya cukup memuaskan sebagian peserta unjuk rasa. Menjelang maghrib, --sesuai surat ijin unjuk rasa,-- para peserta aksi berangsur - angsur membubarkan diri.

Memang ada ganjalan. Entah kenapa Presiden malah meninggalkan istana hari itu, sehingga pengunjuk rasa gagal menemuinya. Padahal unjuk rasa yang diikuti jutaan orang ini sudah direncanakan nyaris sebulan sebelumnya, sehingga timbul kesan Presiden seperti menghindar. Ini blunder sehingga menjadi salah satu faktor pemicu kerusuhan yang terjadi pada sesi malam.

Sesi malam berlangsung karena ada sebagian massa yang tidak puas belum bertemu presiden, dan dengan duduk tertib mereka tetap menunggu Jokowi. Saat menunggu ini rentang maghrib terjadi provokasi sehingga ada kericuhan. Ada beberapa bentuk kejadian yang disinyalir menjadi pemicu. Bentuk provokasi tersebut diantaranya adalah masuknya gerombolan berbendera HMI yang kemudian mengadu petugas. Entah HMI tulen atau gadungan. Provokasi kedua adalah terbakarmya kendaraan yang belum jelas siapa yang memulai, dan adanya tembakan gas air mata yang beberapa pihak menilai terlalu dini dan kurang terarah.

Semakin larut situasi semakin genting ketika provokator semakin menemukan jalannya, sementara aparat mulai mengunakan senjatanya. Saat itu peserta aksi bertahan dengan berusaha diam, tidak meladeni kericuhan. Dalam babak ini disinyalir ada skenario intelijen bermain di samping skenario provokator yang menghendaki aksi berlangsung ricuh. Seorang teman bilang bahwa banyak yang tidak rela bila aksi ini berhasil dalam damai, sehingga dipaksakan oleh provokator agar terjadi kericuhan. Seakan ada permainan yang hendak memperlebar masalah sehingga ada aksi penjarahan --di area lain-- yang tak jelas ujung pangkalnya. Dan tentunya disertai pula pemberitaan yang simpang siur. Pemberitaan jurnalisme yang mengail di air keruh.

Pada malam itu, aksi yang semula adalah berurusan dengan penistaan Al-Qur'an, ketika malam ada pula infiltrasi kepentingan politik ketika terjadi kekecewaan demonstran karena tidak bisa bertemu presiden. Maka sepertinya target berbelok, dari Ahok menuju ke Jokowi. Wallahu'alam.

Babak rusuh berikutnya adalah kepentingan pers islampobia yang begitu riang gembira menemukan sudut ricuh aksi ini. Jelas jurnalisme mengail di air keruh. Pers islampobia ini lantas gencar mempublikasi sisi ricuhnya demi kepentingan mereka. Dan, para gerombolan pasukan siber bayaran beraksi untuk membuat berita makin simpang siur. Karena memang itulah keahliannya. [] haris fauzi, 5 nopember 2016


No comments: