Ini sekedar dongeng fiktif belaka. Konon jaman dahulu kala ada dua kerajaan yang bersahabat erat walau berjarak cukup jauh. Namanya Kerajaan Odol dan Kerajaan Sabun. Kerajaan Sabun sering memberikan bantuan keuangan kepada Kerajaan Odol. Tentunya yang dimaksud disini adalah hutang. Bukan bantuan gratisan semata. Jadi, Raja Odol-pun memiliki rasa hormat dan segan kepada Raja Sabun. Dari tahun - ke tahun demikian adanya, Raja Odol masih senantiasa mencicil hutang, dan bahkan menambah hutang bila kepepet. Raja Sabun terus membantu memberi hutangan kepada Raja Odol, dengan harapan kelak akan menjadi sekutu loyalnya. Bagaimana-pun tidak ada bantuan tanpa tujuan. Raja Odol dan Raja Sabun sudah faham betul dan memiliki saling pengertian yang mendalam.
Suatu ketika, di kerajaan Odol terjadi masalah. Ekonomi semakin sulit, harga - harga mahal, pajak naik, ekonomi lesu. Rakyat kerajaan Odol mulai tidak percaya kepada Rajanya. Korupsi dan kroni oligarki merajalela. Raja dianggap tidak becus mengurus rakyatnya. Pada suatu rapat darurat, punggawa - punggawa istana kompak melaporkan hal ini kepada Raja Odol. Rakyat sudah makin tidak percaya akan kemampuan Raja Odol. Itu inti laporannya. Mendengar laporan ini, Raja Odol sedikit termenung dan meminta punggawa - punggawa meninggalkan istana. Raja Odol hendak merenung.
Sekian lama merenung, teringatkan Raja Odol akan sahabat terbaiknya yakni Raja Sabun. Pada akhirnya Raja Odol berkirim pesan kepada Raja Sabun, agar pada hari yang telah ditentukan mengirimkan kapal - kapal dan bala tentaranya ke Semenanjung Kerajaan Odol. Raja Odol bersandiwara seakan - akan kerajaan Odol akan diserang oleh kerajaan Sabun. Skenario sandiwara disusun rapi, hanya Raja Odol, Raja Sabun, dan penulis cerita ini sajalah yang memahami sandiwara ini.
Hari itu-pun tibalah. Puluhan kapal laut dan tentara kerajaan Sabun terlihat dari ufuk semenanjung kerajaan Odol. Pengawas pantai Odol panik memberitakan serbuan kerajaan Sabun. Rakyat panik, para pejabat panik saling menyalahkan, lelaki dewasa panik mengasah pedang dan parang, emak - emak panik, punggawa panik menyiapkan senjata, semua panik dan melupakan kesulitan ekonomi. Negeri dalam ancaman serangan kerajaan lain. Para punggawa satu persatu menjalankan strateginya untuk menghalau kapal - kapal penyerang tersebut. Mulai dari cara diplomasi, cara gertakan, hingga unjuk tombak dan meriam. Namun kapal - kapal pasukan negara Sabun tak bergerak. Mereka masih tetap menghadap pantai semenanjung. Tak mau pergi. Sudah puluhan punggawa mencoba keahliannya menghalau musuh tersebut. Hasilnya nihil semua. Kini hanya ada satu cara terakhir menghadapi ancaman ini, yakni perang habis - habisan. Tak ada pilihan lain.
Pilihan perang ini tentunya bukan hal yang mudah. Dalam sarasehan di pendopo Istana, semua punggawa sudah melaporkan kegagalan mereka. Raja Ojol termanggut - manggut mendengarkan penuturan mereka. Kerajaan dalam ancaman. Para punggawa sudah bulat mengusulkan jalan terakhirnya : perang habis - habisan. Seperti biasa, Raja Odol menerawang. Pura - pura berpikir. Raja Odol memahami bahwa sandiwaranya berjalan dengan baik. Di tengah Raja Odol sedang berpikir, ada beberapa punggawa yang gelisah, mereka bersantun kata mengingatkan Raja, bahwa pasukan lawan sudah di bibir pantai, mengancam kedaulatan kerajaan Odol. Makin lama kegelisahan punggawa makin riuh tidak terperikan. Di tengah puncak keriuhan ini, Raja Odol berkata dengan penuh di-wibawa-wibawa-kan, " Perang bukan cara terbaik, saya masih punya satu cara lagi. Baiklah. Akan saya temui musuh yang mengancam tersebut". Demikian sabda Raja Odol.
Raja Odol segera bersiap hendak ke pantai. Hari masih pagi. Dengan persiapan super cepat, Raja Odol berjalan menuju pantai dengan melalui pasar - pasar dan pusat keramaian yang sebetulnya mulai sepi. Hingga sampailah Raja Odol di bibir pantai, menyaksikan puluhan kapal lawan yang diam penuh wibawa mantap tak bergerak siap menebar ancaman kepada rakyat kerajaan Odol. Raja Odol-pun tak hendak membuang waktu, lantas ber-kapal dengan cekatan penuh kepastian menuju kapal terbesar lawannya, karena disitulah panglima lawan berada. Pasti.
Dari kejauhan, terlihat kapal Raja Odol merapat menuju kapal panglima Kerajaan Sabun. Hanya sebentar. Tak lama kemudian kapal Raja Odol mulai berbalik arah menuju pantai kembali. Entah apa yang terjadi di sana, tak banyak yang mengetahui. Yang jelas, tak lama kemudian, kapal panglima Kerajaan Sabun ternyata memutar haluan, diikuti seluruh kapal - kapal Kerajaan Sabun. Mereka berputar haluan, dan ... pergi. Sebagian punggawa kerajaan Odol yang awalnya menanti dengan dag dig dug di ujung pantai, kini bersorak gembira. Ancaman dari kerajaan Sabun sudah pergi. Mereka bersorak gembira - ria. Upaya Raja berhasil dengan sangat gemilang. Mereka yang bersorak gembira, kini haqqul yakin, Raja Odol adalah raja yang hebat, cocok menjadi raja di raja seumur hidup. Betapa tidak hebat ? Hanya didatangi begitu saja, musuh sudah terbirit - birit memutar haluan. Sungguh luar biasa. Mereka semua tidak memahami sandiwara yang telah terjadi. Jelas saja. Yang memahami sandiwara hanya Raja Odol, Raja Sabun, dan penulis cerita ini. [] haris fauzi, 11 Januari 2020.
Suatu ketika, di kerajaan Odol terjadi masalah. Ekonomi semakin sulit, harga - harga mahal, pajak naik, ekonomi lesu. Rakyat kerajaan Odol mulai tidak percaya kepada Rajanya. Korupsi dan kroni oligarki merajalela. Raja dianggap tidak becus mengurus rakyatnya. Pada suatu rapat darurat, punggawa - punggawa istana kompak melaporkan hal ini kepada Raja Odol. Rakyat sudah makin tidak percaya akan kemampuan Raja Odol. Itu inti laporannya. Mendengar laporan ini, Raja Odol sedikit termenung dan meminta punggawa - punggawa meninggalkan istana. Raja Odol hendak merenung.
Sekian lama merenung, teringatkan Raja Odol akan sahabat terbaiknya yakni Raja Sabun. Pada akhirnya Raja Odol berkirim pesan kepada Raja Sabun, agar pada hari yang telah ditentukan mengirimkan kapal - kapal dan bala tentaranya ke Semenanjung Kerajaan Odol. Raja Odol bersandiwara seakan - akan kerajaan Odol akan diserang oleh kerajaan Sabun. Skenario sandiwara disusun rapi, hanya Raja Odol, Raja Sabun, dan penulis cerita ini sajalah yang memahami sandiwara ini.
Hari itu-pun tibalah. Puluhan kapal laut dan tentara kerajaan Sabun terlihat dari ufuk semenanjung kerajaan Odol. Pengawas pantai Odol panik memberitakan serbuan kerajaan Sabun. Rakyat panik, para pejabat panik saling menyalahkan, lelaki dewasa panik mengasah pedang dan parang, emak - emak panik, punggawa panik menyiapkan senjata, semua panik dan melupakan kesulitan ekonomi. Negeri dalam ancaman serangan kerajaan lain. Para punggawa satu persatu menjalankan strateginya untuk menghalau kapal - kapal penyerang tersebut. Mulai dari cara diplomasi, cara gertakan, hingga unjuk tombak dan meriam. Namun kapal - kapal pasukan negara Sabun tak bergerak. Mereka masih tetap menghadap pantai semenanjung. Tak mau pergi. Sudah puluhan punggawa mencoba keahliannya menghalau musuh tersebut. Hasilnya nihil semua. Kini hanya ada satu cara terakhir menghadapi ancaman ini, yakni perang habis - habisan. Tak ada pilihan lain.
Pilihan perang ini tentunya bukan hal yang mudah. Dalam sarasehan di pendopo Istana, semua punggawa sudah melaporkan kegagalan mereka. Raja Ojol termanggut - manggut mendengarkan penuturan mereka. Kerajaan dalam ancaman. Para punggawa sudah bulat mengusulkan jalan terakhirnya : perang habis - habisan. Seperti biasa, Raja Odol menerawang. Pura - pura berpikir. Raja Odol memahami bahwa sandiwaranya berjalan dengan baik. Di tengah Raja Odol sedang berpikir, ada beberapa punggawa yang gelisah, mereka bersantun kata mengingatkan Raja, bahwa pasukan lawan sudah di bibir pantai, mengancam kedaulatan kerajaan Odol. Makin lama kegelisahan punggawa makin riuh tidak terperikan. Di tengah puncak keriuhan ini, Raja Odol berkata dengan penuh di-wibawa-wibawa-kan, " Perang bukan cara terbaik, saya masih punya satu cara lagi. Baiklah. Akan saya temui musuh yang mengancam tersebut". Demikian sabda Raja Odol.
Raja Odol segera bersiap hendak ke pantai. Hari masih pagi. Dengan persiapan super cepat, Raja Odol berjalan menuju pantai dengan melalui pasar - pasar dan pusat keramaian yang sebetulnya mulai sepi. Hingga sampailah Raja Odol di bibir pantai, menyaksikan puluhan kapal lawan yang diam penuh wibawa mantap tak bergerak siap menebar ancaman kepada rakyat kerajaan Odol. Raja Odol-pun tak hendak membuang waktu, lantas ber-kapal dengan cekatan penuh kepastian menuju kapal terbesar lawannya, karena disitulah panglima lawan berada. Pasti.
Dari kejauhan, terlihat kapal Raja Odol merapat menuju kapal panglima Kerajaan Sabun. Hanya sebentar. Tak lama kemudian kapal Raja Odol mulai berbalik arah menuju pantai kembali. Entah apa yang terjadi di sana, tak banyak yang mengetahui. Yang jelas, tak lama kemudian, kapal panglima Kerajaan Sabun ternyata memutar haluan, diikuti seluruh kapal - kapal Kerajaan Sabun. Mereka berputar haluan, dan ... pergi. Sebagian punggawa kerajaan Odol yang awalnya menanti dengan dag dig dug di ujung pantai, kini bersorak gembira. Ancaman dari kerajaan Sabun sudah pergi. Mereka bersorak gembira - ria. Upaya Raja berhasil dengan sangat gemilang. Mereka yang bersorak gembira, kini haqqul yakin, Raja Odol adalah raja yang hebat, cocok menjadi raja di raja seumur hidup. Betapa tidak hebat ? Hanya didatangi begitu saja, musuh sudah terbirit - birit memutar haluan. Sungguh luar biasa. Mereka semua tidak memahami sandiwara yang telah terjadi. Jelas saja. Yang memahami sandiwara hanya Raja Odol, Raja Sabun, dan penulis cerita ini. [] haris fauzi, 11 Januari 2020.
ilustrasi : william john huggins - wikipedia
No comments:
Post a Comment