Saturday, January 09, 2021

Isyu Demi Isyu Yang Dialihkan


Bila tahun 2019 menyisakan misteri wafatnya ratusan petugas pemilu yang luar biasa kontroversial, maka kita sangat faham bahwa tahun 2020 menyisakan banyak kasus dahsyat yang merugikan negara.
 
Ada kasus UU Ciptakerja yang dianggap titipan konglomerat sehingga disinyalir merugikan rakyat, dan lantas menimbulkan keresahan banyak kelompok hingga memunculkan gelombang demontrasi buruh dan mahasiswa. Pada tahun 2020 juga masih menyeruak dari tahun sebelumnya, kisah kasus korupsi Jiwasraya dan beberapa kasus korupsi sejenis,  sampai dengan adanya kasus Djoko Candra hingga terbakarnya gedung yang menyimpan berkas-berkas kasus tersebut. Terbakar ? Atau ... ?

Banyaknya masalah yang muncul dan tak terselesaikan ini membuat pemerintah menjadi bulan-bulanan opini. Untungnya pada saat bersamaan ~awal 2020~ juga muncul pandemi Covid 19 yang menginfeksi dunia internasional. Di dalam negeri, adanya pandemi ini menjadi inspirasi untuk oengalihan isyu. Semua kasus korupsi dan masalah-masalah diatas dicoba dibelokkan opininya dengan melakukan blow up berita pandemi covid 19. Semua kanal, buzzer dan media pro pemerintah dikerahkan untuk memberitakan pandemi. Tak ada celah untuk membahas korupsi lagi.
 
Apakah sukses ? Seharusnya cara ini sukses, mengingat pandemi ini berumur cukup panjang dan belum ada tanda-tanda akan berhenti. Pengalihan opini ini seharusnya mencatat kesuksesan luar biasa dengan catatan tidak terjadi kesalahan. Kesalahan apa ? Terbongkarnya kasus korupsi dana bansos pandemi. Kurang rapi-nya membungkus korupsi dana bansos pandemi, membuat semuanya berantakan kembali. Kasus korupsi yang menyeret Menteri Sosial Juliari Batubara ini ternyata ketahuan. Menteri menyunat dana bansos. Maka tak ayal lagi,  menyeruaklah berita korupsi bansos pandemi yang amat memalukan ini. Edan-edanan, luar biasa besar karena menyeret menteri dan slentingan bursa calon walikota Solo yang notabene anak Presiden. Betapa hinanya, orang kaya menyunat dana bantuan orang miskin. Sungguh luar biasa biadab.
 
Meledaknya berita korupsi oleh  Menteri Sosial ini, tentu meresahkan pemerintah. Untuk itu dipandang perlu membuat pengalihan isyu lagi. Maka disusunlah skenario pengalihan isyu dengan melakukan blow up berita FPI kepulangan HRS. Dalam topik ini, masalah acara HRS mantu jadi bidikan, dicari-cari kesalahannya, dijadikan berita utama dan menjadi menu utama cuitan buzzer bayaran pemerintah.
 
Sedemikian gencar pemberitaan ihwal FPI dan HRS ini. Ya karena topik yang harus ditutupi juga besar sekali. Buzzer lembur siang malam membombardir berita ini. Awalnya lancar-lancar saja. Namun ternyata tidak mudah me-manage hal ini. Topik ini bergerak liar sehingga terjadilah sesuatu diluar perkiraan kita semua : yakni penembakan 6 laskar FPI hingga wafat syahid. Topik ini makin bergema keras tak terbendung hingga dunia luar. Meledak luar biasa dan sangat menyudutkan penguasa. Jadi sorotan internasional. Maka harus ada gerakan cepat. Topik ini perlu segera ditutupi (lagi), dengan pengalihan isyu yang lain. Apa topik yang bisa menutup aib ini semua ? Pemerintah tak kehilangan akal. Maka diangkatlah Risma menjadi menteri dan dibuatlah berita heboh sang menteri berdialog dengan gelandangan di jalan protokol. Awalnya skenario blusukan ini menjadi andalan. Media seakan terkendali dengan baik.
 
Namun, diluar perkiraan, berita blusukan pencitraan ini ~sepertinya~ ketahuan skenarionya, dicibiri banyak orang lantaran dianggap rekayasa belaka. Tak ayal, Menteri Sosial-pun kembali menjadi bulan-bulanan karena 'drama' bikinannya terlalu vulgar. Entah apa lagi berikutnya, kita serahkan kepada penguasa dan para buzzer-buzzernya. [] haris fauzi, 9 Januari 2021

No comments: