Thursday, August 31, 2006
KENISAH Agustus 2006
PERJALANAN UNTUK SI RAJA MELODI
(Bagian I : CADAS)
Pernah sudah saya menuliskan tentang ketertarikan saya kepada karya - karya gitaris Irlandia yang bernama Gary Moore. Moore yang kini banyak bermain untuk jalur blues ini sebenarnya malahan membuat saya tertarik pada saat dia banyak berkarya di jalur musik rock yang penuh tenaga dan cukup keras. Dan hal utama yang membuat saya tertarik adalah Gary Moore banyak memasukkan sayatan melodi yang syahdu diantara garangnya musik rock. Hingar bingar dentum rock yang penuh tenaga itu diselingi dengan bunyi melodi --laksana seorang bidadari yang lewat diantara tentara yang siap berperang. Meraciknya menjadi menu musik rock yang enak untuk disantap, walau hanya lewat kaset lawas dan mini compo usang.
Awal muasalnya adalah saat saya kelas tiga SMP --tahun 1987-an-- sepulang sekolah saya sambang ke rumah teman satu kelas hanya untuk mendengarkan album baru Gary Moore yang baru dia beli, judulnya 'Wild Frontier' keluaran YESS-Bandung. Saya langsung tertarik dengan lagu instrumentalia 'The Loner'. Dan lagi karena saya membaca resensi musik yang memuat Gary Moore di sebuah koran lokal, maka saya putuskan untuk membeli kaset tersebut.
Langsung kepincut ! itu saja. Selang dua minggu saya ngabur lagi ke toko kaset yang sama buat ngembat album sebelumnya : 'Run For Cover', keluaran YESS juga. Di album itu saya takjub benar, ternyata kolega Gary Moore bener - bener 'wong hebat' semuanya, diantaranya adalah Phill Lynott, Ian Paice drummer Deep Purple, dan Don Airey. Selain orangnya jagoan, album ini juga memuat re-master lagu masterpiece-nya Gary Moore :'Empty Rooms'. Hampir seluruh lagu di album ini saya suka.
Kelas 1 SMA --memasuki jaman royalti-- saya ngebet banget dengan album Gary Moore berikutnya, 'After The War'. Saya harus menabung cukup banyak untuk mendapatkan kaset tersebut. Menurut saya inilah album terbaiknya. Didukung oleh Cozy Powell seorang drummer cabutan, Neil Carter, Bob Daisley, bahkan vokalis urakan Ozzy Osbourne ikut sumbang suara. Sepeti album lainnya, powerful dan masih selalu bicara soal peperangan. Di album ini ada juga beberapa nomer instrumental yang melodius, diantaranya adalah 'The Messiah Will Come Again' dan 'Dunluce'. Ini album komplit dan mengenyangkan.
Kelas 3 SMA saat saya maen ke rumah teman saya, saya sempat dikasih kaset bekas. Keluaran YESS, kuno banget. Ternyata itu album Colloseum II, grup eksperimental dimana Moore sempat bergabung. Belakangan saya baru tau bila Colloseum II menelurkan tiga album, tetapi rupanya oleh YESS digabung jadi satu kaset. Sebuah album musik yang bagus terutama pengisian sektor melodi oleh Gary Moore, walau tidak se-powerful album - album versi cadas. Cenderung lebih fushion, namanya juga eksperimental.
Di era 1988 - 1990 ini saya mulai hunting kaset loak, dan hasilnya diantaranya adalah album 'Dirty Fingers' --rilis Billboard-- yang terkenal dengan lagu 'Hiroshima' dan 'Nucklear Attack', lagi - lagi lagu perang. Album ini sebetulnya keluaran tahun 1984.
Juga album 'Victims of The Future' 1983 juga saya dapatkan di pasar loak. Disini dimuat lagu 'Empty Rooms' edisi klasik yang panjang itu. Selain 'Empty Rooms', lagu 'Victims of The Future' juga boleh dijagokan. Format sampul kasetnya masih ndesit, berlabel tahun keluaran, dan di backgroud liriknya ada gambar raja transparan khas cetakan King's records. Kedua album lawas ini memang hard-rock tulen.
'Mini album 'Back On The Streets' keluaran Rockline! saya dapatkan juga di lapak loak. Sebuah mini album yang tidak boleh ditinggalkan. Memuat beberapa nomor instrumental --yang beberapa diantaranya beraliran eksperimental--, dan juga didukung oleh bassist sahabat Moore : Phill Lynott.
Gary Moore punya ciri sering merekam ulang lagu kesukaannya, mangkanya di album ini juga ada lagu top-hit hingga sekarang:' Parisienne Walkways' yang syahdu itu. Padahal lagu itu sudah pernah di rilis di mini album sebelumnya.
Selain loakan, saya juga sempat menggandakan kaset rekaman YESS untuk album 'Rockin' Every Night - Live in Japan' yang sektor vokal diisi oleh Jon Sloman. Cukup mirip Sloman mengisi vokal Moore yang bernuansa balada itu.
Album fenomenal era cadas dari Gary Moore yang saya punya masih ada satu lagi, yakni album 'Corridors of Power'. Saya punya yang edisi lama, beroleh dari barter dengan seorang teman kuliah. Sungguh girang kala itu begitu saya memilikinya. Dalam konser - konsernya, lagu - lagu dari album ini termasuk yang paling banyak dibawakan. Nggak salah memang, ini salah satu album yang fantastis juga.[] haris fauzi - 4 Agustus 2006
PERJALANAN UNTUK SI RAJA MELODI
(bagian II : BLUES)
Memasuki masa orientasi kampus di tahun 1990, hidup saya dimeriahkan dengan adanya album Gary Moore berjudul 'Still Got The Blues'. Walaupun saya cukup kecewa karena album ini begitu berbeda dengan album sebelumnya, saya berusaha menghibur diri ditengah - tengah padatnya masa orientasi. Semakin di dengar, ternyata album itu semakin enak juga, sampai - sampai saya bordir jaket saya dengan judul album itu. Keyakinan ini berbuntut nyata, ternyata lagu 'Still Got The Blues' memang cukup melegenda hingga kini. Dan kabarnya album ini termasuk salah satu album sukses.
Ya sejak album itu Gary memainkan musik blues, tidak rock lagi. Juga pada album berikutnya yang saya beli dengan harapan Gary kembali ke khittah-nya musik rock, namun ternyata tidak. Album 'After Hour' malah makin nge-blues. Bahkan di dua album ini Gary Moore menggandeng para musisi blues seperti BB.King dan Albert Collins, dan meninggalkan kawanan rocker-nya. Walaupun di tengah gaung musik blues, tetap saja melodi gitarnya menyayat hati.
Saya tidak membeli album blues berikutnya 'Blues for Greeny' yang rilisnya di tahun 1995-an. Sampai akhirnya Gary merilis album 'Dark Days in Paradise' ditahun 1997. Dengan sampul album yang berbeda dari pakem album - albumnya, ternyata menarik perhatian untuk membeli kasetnya, dan asli agak terkejut --lagi!-- ketika ternyata Gary bermain musik blues ala alternatif yang penuh beat. Well, kayaknya gary Moore adalah seniman yang tidak kunjung puas...
Di masa ini saya juga sempatkan membeli VCD 'Ballads & Blues' yang merupakan kompilasi karya terbaiknya, dan album konsernya berjudul 'Blues Alive'.
Di tengah kerinduan musik rock karya Gary Moore, saya menyempatkan membeli CD album konsernya yang cukup kuno dimana kebetulan sempat saya jumpai di sebuah toko, judulnya 'We Want Moore' rilis tahun 1984 --yang tentunya saat itu dia masih bermain nge-rock. Cukuplah sudah obat kerinduan itu, apalagi ditambah rilis album kompilasi berikutnya 'Out In The Fields' yang kali ini banyak dimuati lagu - lagu masa keemasan era rock.
Rasanya cukup lama saya tidak lagi mengikuti perkembangan gitaris Irlandia ini, sampai pada akhirnya saya membeli album 'SCARS' di tahun 2002. Rupanya ini album kagetan bareng Cass Lewis. Musiknya sih nggak terlalu jauh 'blending' antara blues dari album 'After Hour' dengan beat album 'Dark Days in Paradise', menurut saya.
Sebenernya selain SCARS, ada album kagetan bareng Ginger Baker bertajuk BBM yang rilis tahun 1994, namun saya tidak memilikinya. Seluruh perjalanan karya Gary Moore di era blues ini benar - benar menunjukkan bahwa nggak cuma di jalur rock dia banyak konconya-- ternyata Gary Moore juga punya relasi yang cukup luas dan tangguh di jalur blues. Bisa jadi cukup banyak juga proyek kerjasama dia selama karir bermusiknya, termasuk di kelompok Thin Lizzy atau Skidrow.
Setelah memiliki album 'proyek' SCARS dan kompilasi 'Out In The Fields', saya tidak menambah koleksi karya Gary Moore lagi, termasuk kompilasi terbarunya tahun 2006 yang masih nge-blues 'Old New Ballads Blues'. Mungkin masih harus menunggu Gary Moore kembali ke khittahnya, jalur rock yang penuh tenaga.[] haris fauzi - 4 Agustus 2006
HALTE DAN MILIS
Hampir setiap hari --tepatnya setiap pagi-- ketika hendak berangkat kerja saya akan nongkrong dulu di halte mesjid Agung Bogor. Banyak nian yang seperti saya menunggu kendaraan hendak ke kantor. Ada saja aktivitasnya, ada yang baca koran, ada yang begitu dramatis menghisap asap rokoknya, ada yang membeli sarapan pagi dan melahapnya dengan nikmat. Ada pula yang ngobrol dengan temannya. Kalau saya sendiri lebih sering asyik dengan earphone yang memutar lagu kesayangan saya, atau ribet dengan buku dan bolpen, atau ngobrol sejenak dengan kenalan kalau ada.
Ritual beberapa pengunjung halte adalah membuka ponsel, lantas mengirim pesan singkat, atau melakukan panggilan buat memastikan lokasi perjanjian. Kegiatan pokok pengunjung halte adalah menengok arloji untuk memastikan waktu. Khawatir tidak punya jeda dan terlambat.
Di jarak agak jauhan, kelihatan ada satu dua orang yang rupanya sekantor. Sejenak dari itu pasti nongol beberapa temannya bergiliran menambah komunitas mereka, sekantor juga. Sampai genap satu rombongan bis -- genap dengan bis jemputan mereka tiba di sisi halte, maka mereka setengah berebut naik untuk mendapatkan bangku favorit dan kemudian bersama - sama berangkat menuju tempat kerja. Mereka juga melakukan ritual yang sama, membuka ponsel, berkirim pesan, dan menengok arloji.
Di halte mesjid Agung juga merupakan kumpulan taksi mangkal. Para sopir dan penjaga lingkungan disitu ngobrol dan berkumpul dalam ruang mereka. Mereka ngobrol selepas bangun tidur, meregang otot kaki, bergantian mencuci mobil, menghirup kopi, atau kadang sekedar membara sampah agar sedikit hangat. Pembicaraan mereka adalah milik mereka, seperti juga sekumpulan orang yang lain pembicaraan setiap kelompok adalah milik masing - masing.
Kendaraan bergantian datang - berhenti - lantas beberapa orang masuk mobil dan kemudian pergi meninggalkan halte menyisakan asap dan jejak roda. Bangku halte yang kosong kemudian diisi oleh orang lain, yang nanti juga akan pergi dibawa mobil berikutnya. Demikian berulang - ulang, dan akan diulang besok paginya. Diulang lagi minggu depannya. Lagi, dan lagi.
Termasuk saya, halte merupakan tempat kumpulan orang banyak, yang secara fisik benar - benar terkumpul. Apalagi pas hujan, pasti mereka lebih terkumpul lagi dengan lebih dekat. Namun walau secara fisik penunggu halte ini terkumpul, namun secara komunikasi mereka tidak menyatu. Kita saling asyik dengan kegiatan masing - masing, asyik dengan pembicaraan di ponsel, atau asyik ngobrol dengan rekan kenalan sahaja. Hampir tidak ada peluang untuk nimbrung pembicaraan kelompok lain.
Hampir setiap hari -- terutama ketika hendak memulai pekerjaan di kantor saya selalu sempatkan untuk mengunjungi web mail saya untuk membuka email - email yang masuk. Banyak sudah email yang masuk setiap harinya, terutama dari milis. Saya mengikuti beberapa milis. Menurut saya milis adalah tempatnya orang ngobrol dan bertukar pikiran. Atau 'tukaran' (berkelahi) sekalian.Secara fisik, anggota milis tidaklah bertemu, tetapi secara komunikasi mereka saling tersambung. Apabila ada dua atau tiga orang sedang berbicara atau asyik berdiskusi, kita bisa dengan leluasa nyelonong ikut ngobrol karena kita saling kenal --atau setidaknya berusaha saling kenal disitu. Bahkan kadangkala malah mengkritik atau meledek. Pokoknya jalur komunikasi di milis ini terbuka lebar, walau tentunya banyak rambu yang perlu dipatuhi juga. Maklum, semakin banyak orang, memang sering perlu lebih banyak aturan. Ini tergantung kepentingan masing - masing milis. bagi beberap milis, aturan dan moderasi adalah penting.
Beberapa pertikaian sering terjadi di milis. Wajarlah, disamping hanya menfasilitasi kenalan lewat dunia maya, juga karena memang forum milis begitu terbuka dan bebas komentar, semua orang memiliki podium dan pengeras suara, walau untuk milis yang bermoderator pastilah tidak sebebas pasar ikan yang boleh teriak semaunya.Dalam dunia milis, salah satu yang perlu dijadikan modal dasar adalah kedewasaan dalam berkomunikasi. Dewasa dalam meminta maaf bila salah, dan legowo bila ada yang mengkritik. Setiap orang bebas berpendapat, bebas berkomentar, dan akan dipertanggungjawabkan secara kolektif. Salah - benarnya tergantung penilaian komunal. Namun tentunya setiap kesalahan bisa di kritik, bisa direvisi. Dan setiap kesalahan boleh diberi dan dimintakan maaf. Prinsipnya sebenarnya adalah segampang itu. Kumpulan manusia adalah membentuk persaudaraan, bukan pertikaian. Lebarnya pintu komunikasi pada prinsipnya sangat potensial untuk menambah teman, walau riskan untuk saling ledek. Dan, bukannya sebaiknya kita memperbanyak komunikasi untuk memperbanyak teman, menyambung persaudaraan dan ukhuwwah? [] haris fauzi - 16 Agustus 2006
MENG-'IKUTI' EDANE
Saya meluncur ke arah pusat ibukota menunggang Zulficar --julukan buat corolla tua saya-- dari arah Cibitung. Lagi nggak mujur rupanya, macet habis daerah pintu tol situ, saya harus berbelok menyusuri Pantura menuju pintu tol berikutnya, Bekasi Timur. Pernah sudah saya tinggal di daerah Bekasi Timur --di rumah kakak saya-- sekitar 3 tahun. Gak papa musti menyusuri pantura karena saya punya kenangan yang bisa di gali sepanjang jalanan di Bekasi Timur ini. Sepanjang jalan player di mobil memutar lagu - lagu koleksi grup rock lokal yang hendak saya tonton : EDANE yang dibesut dua sobat Eet Syahranie dan Fajar Satritama. Sudah lebih seminggu ini kuping saya dijejali lagu - lagu mereka, yang makin kesini makin bernuansa ritem, melodi-nya setengah tersisih. Di rumah, di kantor, dan di mobil semua player saya memutar lagu - lagu Edane.
Bagi saya pribadi Eet adalah gitaris handal Indonesia. Salah satu debut awalnya adalah mengerjakan album 'Living In The Western World' - nya Fariz RM, kemudian band proyek Gank Pegangsaan dengan Keenan Nasution. Dengan sobatnya drummer Fajar juga pernah bikin grup rock eksperimental Cynomadeus sebelum akhirnya join ke grup besar Godbless menggantikan legenda Ian Antono.Dan Edane akhirnya lahir untuk mengisi luapan kreativitas Eet Syahranie dengan album perdananya yang benar - benar amazing : The Beast. Album yang seingat saya rilis tahun 90-an ini memang beda dengan album rock Indonesia lainnya. Dari sisi musiknya sudah bisa disejajarkan dengan grup bule, walau masih terlalu mengekor grup besar Van Halen. Maklum, setau saya Eet adalah murid sekolahan Eddie Van Halen. Yang perlu dicatat adalah album ini memiliki visi meng-go internasional-kan rock Indonesia, sejajar dengan karya musik cadas dunia. Anda boleh baca di prakata album The Beast ini.
Alhamdulillah Tol Pondok Gede Utama dimana saya harus bayar tidaklah terlalu antri, saya terus melaju dengan lega sampai akhirnya papan informasi tol menunjukkan bahwa tol arah Kebon Jeruk macet, padahal tujuan saya senja ini adalah Hard Rock Cafe. Fuh ! Saya tidak ambil resiko, Zulficar saya paksa pindah jalur untuk menyusur jalur tol Priuk. Jalur ini lumayan lancar, tetapi posisi saya berseberangan dengan target.
Bahkan hingga menyusur Kwitang-pun rasanya lega - lega saja. Memang seputar jalanan Menteng merayap dan membuat saya memutuskan untuk segera rest sebentar di mesjid Cut Mutia nan megah itu. Ya salah satunya karena memang sudah tiba waktu adzan maghrib.
Solat maghrib di mesjid ini cukup mengasyikkan, sakral gitu. Kayaknya itu bekas gereja. Kubahnya megah. Juga saya terpesona dengan keindahan kaligrafi di sepanjang dindingnya yang setinggi audzubillah itu... penuh kaligrafi, yang bila saya ikuti terus mungkin bisa dua - tiga jam saya disitu. Pokoknya menurut saya mesjid ini eksotis banget. Selain menikmati keindahan interior, saya juga berjalan kaki memutari sisi luar pagar mesjid yang berdekatan dengan stasiun kereta api. Olala ! Elok nian di senja kala itu ! Saya sempat mengambil sekitar sepuluh gambar dengan kamera saya, setelah itu saya segera masuk mobil melepas baju seragam kerja dan berganti dengan kaos keluaran supporter kesebelasan kampung saya: AREMA Singo Edan, hasil kado adik. Lantas saya cabut masuk ke kawasan jalan Thamrin, 'Time to Rock ! Guys....'.
Yah. Macet ! Maklum, regulasi 3 in 1 sudah lewat. Saya terkunci di dekat Sarinah, yang membuat saya memutuskan untuk parkir saja di situ. Pesan Pendek dari rekan yang meng-order tiket buat saya membuat saya ingin sesegera mungkin tiba di Hard Rock Cafe. Saya bukan orang yang sering nongkrong di cafe, jadi total jendral ketiga kalinya inilah saya melewati portal pintu Hard Rock. Tiga tempat lagi ! Sekali di Hard Rock Sarinah. Sekali di sini, Hard Rock EX-Plaza pindahan Sarinah. Dan dulu sekali pernah ke Hard Rock Singapura pas jaman lajang.
Saya tau acara yang bakal saya tonton ini adalah acara fenomenal, maka saya sengaja beli tiket pakai kartu kredit, disamping duit cash terbatas, slip kartu kredit bisa di simpan sebagai koleksi dan bukti bahwa saya pernah nonton konser Edane di sini.Oleh seorang rekan milis yang ternyata adik kelas, saya dipilihkan seat di lantai atas, depan pojok kiri. Pas banget sudut tontonnya.
Waduh ! Rupanya selain molor, pertunjukan kali ini benar - benar nge-rock. Suasana menjelang libur panjang keesokan harinya sungguh pas dengan tontonan semalam suntuk ini. Sebelum Edane manggung, ada penampilan lima grup cadas lainnya. Menurut saya ini agak kebanyakan. Napas saya bisa habis sebelum partai akhir yang partai puncak itu. Saya harus simpan energi.Sekitar setengah jam sebelum Edane manggung, saya sudah lihat Eet Syahranie yang berkaos hitam - bercelana 3/4 ada di bangku dekat saya duduk. Khawatir saya kehilangan tempat strategis buat nonton, maka saya mengurungkan niat saya untuk foto bareng gitaris paling hebat yang pernah dimiliki Indonesia ini. Sekelebatan orangnya kelihatan friendly banget.
Ya benar saja. Edane manggung lewat tengah malam, setelah hampir sebagian orang kehabisan separoh energi-nya. Eet sang gitaris yang dulunya sering bertuksedo - celana jeans mirip gurunya : Eddie Van Halen, kini memakai celana 3/4. Kalau pake topi dan ber-jas mungkin sudah mirip aksi Angus Young, gitaris grup musik AC/DC. Kaos Eet memang bergambar AC/DC kali ini.
Edane menghajar beberapa lagu dengan hebatnya. Saya sungguh terpukau ketika ada solo gitar berjudul 'Evolusi' yang lantas dirangkai dengan lagu 'Ikuti'. Lagu 'Ikuti' ini memang lagu 'kebangsaan teman - teman saya di Malang dulu. Kali ini saya dari teras atas panggung merekamnya dengan kamera, dan saya-pun berteriak - teriak mengikuti syairnya. Lagu ini memang salah satu idola yang tak luntur jaman.
Musikalitas Edane patut diacungi jempol. Semua personilnya jagoan termasuk vokalis baru yang subur badannya itu, apalagi Eet. Dari lantai atas terlihat jelas bahwa penguasaan panggung Eet sebagai frontman benar - benar aktraktif. Dengan cordless guitarnya, Eet berlarian kesana - kemari tanpa lelah di panggung yang berbentuk huruf T itu. Gaya 'nyengklak becak'-nya (entah saya harus menyebut apa bila Eet berjalan melompat dengan satu kaki ditendangkan ke depan) itu masih menjadi ciri khasnya. Termasuk ketika sambil tersenyum Eet berlari secepat mungkin menjangkau mikrofon untuk mengisi vokal latar yang hampir kelupaan di lagu 'Kau Pikir Kau-lah Segalanya'. Mungkin Eet hampir alpa karena terlalu asyik meliuk-liukkan gitarnya.Dan dugaan saya cukup tepat, Eet sangat friendly di panggung. Senyum sana - sini menyapa penonton, tanpa musti kehilangan kegarangan permainan gitarnya. Andai di ujung panggung itu berhimpit dengan meja penonton, bisa jadi Eet akan melompat dari panggung dan beraksi di atas meja.
Grup yang gonta - ganti vokalis ini rasanya tetap saja kukuh selagi masih ada Eet dan Fajar. Edane memang edan. Dan lewat pukul satu dini hari, barulah pertunjukan hingar - bingar itu dinyatakan bubar. Saya tidak mengikuti acara ramah - tamah, mau langsung pulang. Di sepanjang jalan dengung raungan gitar Eet masih tersisa. Pukul setengah tiga pagi saya tiba di rumah dan dengan merasa berdosa saya telat menunaikan sholat Isya'.Sebagian penonton mungkin masih terngiang - ngiang lagu AC/DC 'You Shook Me All Night Long' yang begitu enerjik dibawakan Edane, --soalnya saya dengar beberapa penonton masih bersenandung lagu tersebut di pelataran parkir-- namun menjelang saya tidur masih terngiang penggalan lagu lain dari konser yang baru lalu,'...mari sini ikuti aku !... nyanyikan lagu... lagu yang beranii !!!'.[] haris fauzi - 17 Agustus 2006
PUJIAN
Saya teringat dengan rekan saya dari kampung sebelah di kota kelahiran Malang, namanya Puji, Puji Pratitis lengkap namanya. Dikenalkan oleh Si Fao, sobat saya, pada tahun 1997-an. Tepatnya dikenalkan kembali, karena toh ternyata mas Puji ini adalah teman saya SD.Kalau nggak salah dengar, saya pernah diajari oleh guru ngaji saya, bahwa memuji atau dipuji oleh orang lain itu sebenarnya adalah tidaklah baik. Pak Guru mengacu kepada sebuah hadits Nabi yang kurang lebih berbunyi demikian,'...bila ada yang memujimu, maka tegurlah dia. Dan bila dia terus memujimu, maka siramlah mukanya dengan pasir..'.Bisa jadi saya salah besar, karena memang saya sambil lalu seingatnya sahaja mengutip hadits tersebut. Seperti biasa, saya malas kalau harus buka - buka referensi.
Kontradiktif memang. Namun sudah tabiat kalau manusia itu suka di puji, suka di unggul - unggulkan dan diutamakan. Dan dalam pengajian - pengajian juga sering sudah disampaikan bahwa si setan senantiasa mencuri celah manusia dari sisi ini. Seakan - akan inilah petak pinalti yang sangat mudah dicerobohi dan berbuntut hukuman tendangan pinalti yang bisa berakibat gawang kebobolan.Soalnya juga, sebagian ulama memang sering menyampaikan bahwa pujian itu sebenarnya hanyalah untuk Tuhan dan Nabi, karena hanya Tuhan dan Nabi sajalah yang begitu sempurna sehingga patut mendapatkan pujian. Sementara manusia biasa tidaklah patut untuk mendapatkan pujian.Yaitu tadi, --katanya sih, pujian itu mengakibatkan sombong dan kebanggan diri. Dan sombong adalah bibit dari terkuncinya hati. Gitu. Masalah sifat sombong ini memang di dalam Al-Quran -kitab suci muslim- menjadi demikian krusial seperti dalam surat Luqman 18-19 :'...Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri...'.
Memuji punya perbedaan dengan menghargai. Cukup berbeda. 'Menghargai' lebih berupa pengakuan akan karya, tanpa terlalu perlu yang dihargai mengetahuinya atau dilambung - lambungkan perasaannya. Penghargaan adalah berupa apresiasi yang belum tentu berupa pujian. Sementara memuji adalah applaus yang lebih ditujuan kepada orang yang dimaksud sehingga orang tersebut mengetahui bahwa orang yang memuji itu menghargai dirinya. bahkan pujian yang lewat batas malah tidak proporsional lagi dalam melambungkan obyeknya. Contohnya --walau kurang representatif-- adalah apabila ada seorang polisi yang bisa dengan baik mengatur lalu lintas, mungkin penghargaan yang diberikan adalah dengan ikut tertib sesuai aturan yang tengah dijalankan oleh pak Polisi tadi. Apalah artinya bila kita memuji Pak Polisi tersebut sebagai orang yang hebat, sementara kita malah melanggar rambu lalu lintas dan besaknya kita menjerumuskan beliau lewat sogokan ?
Lepas dari itu, pujian memang bisa diartikan sebagai bentuk apresiasi.Dari konteks ini sepenuhnya bisa jadi subyektif, tergantung seberapa dahsyat pujian itu dilontarkan. Serta seberapa besar penghargaan diberikan. Kalau membahas ini bisa panjang dan bisa jadi hanya mempersembahkan suatu rangkaian debat kusir. Ya apalagi bila dilihat dari sudut pandang pendidikan anak. Dalam era modern ini, banyak sudah para pakar pendidikan anak modern tak jenuh - jenuhnya menyampaikan himbauan agar para orang tua senantiasa memuji - muji anaknya sejak kecil. 'Anak yang senantiasa diberi pujian sejak kecil, anak menjadi orang yang percaya diri kelak dan akan bisa menghargai orang lain', begitulah teori yang dianut sementara ini.
Sahih tidaknya serta akurasi hasilnya saya tidak mengamati benar. Tetapi sekali lagi, menurut saya pujian kepada anak yang berlebihan tetap saja bisa mengakibatkan kelebihan muatan. Saya pernah mengamati seorang anak yang sejak kecil selalu dipuji - puji oleh kedua orangtuanya. Sejak kecil dia sering dipuji oleh orang tuanya sebagai 'anak yang paling cakep se Indonesia', atau 'sebagai anak yang paling pinter' atau apalah. Ya namanya orang tua sih terserah saja mau memuji dia seperti apa.Pada saat dia menjadi setengah remaja, dia tumbuh menjadi anak yang agak 'kemlinthi', merasa paling hebat. Saya tidak tahu benar, apakah sifat terakhir ini memang diakibatkan oleh pujian yang telah membanjiri dirinya selama hidupnya. Atau karena faktor lain. Yang jelas, keluarganyalah yang lebih mengerti.
Apapun teori pendidikan anak sekarang, menurut hemat saya pujian kepada anak itu sih boleh - boleh saja, namun selayaknya sahaja, tidak usah terlalu dilebih - lebihkan. Sewajarnya penghargaan terhadap prestasinya. Tidaklah perlu sang anak dipuji dengan predikat 'anak yang paling pintar'. Mungkin cukup dengan sebagai 'anak yang pintar'. Proporsional gampangannya mungkin begitu.
Pujian dengan kata 'paling..' seperlunya saja digunakan, baik kepada anak atau siapapun orangnya. Sebenarnya orang dewasa kiranya lebih rentan terhadap pujian, karena sudah memiliki bibit - bibit ambisi. Dan setan-pun lebih leluasa menjalankan tipuannya kepada orang dewasa.Repotnya pada jaman ini pujian kepada rekan itu sering diidentikkan dengan kelakar atau lelucon. Ini sih humor segar juga rupanya. Padahal pengakuan untuk menghargai seseorang rasanya lebih mantab ketimbang sekedar pujian.
Bagaimana untuk membatasi pujian ini salah satu cara termudah adalah berusaha selalu berpedoman bahwa penghargaan dan pujian itu hendaklah proporsional saja. Dan juga harus ingat bahwa sebenarnya pujian itu hanya layak disandangkan kepada prestasi yang unggul. Atau sangat unggul. Atau singkatnya, pujian itu sejatinya adalah hak Tuhan dan para Nabi, bukan dijual korting obral besar - besaran untuk kita, anak kita, atau kerabat kita. Ya itu sih hematnya pendapat saya. Entahlah pendapat kita masing - masing. Bila dalam tulisan saya ini rasanya bernuansa ajakan untuk 'pelit pujian', bisa jadi karena memang saya orang yang kurang tau bagaimana caranya untuk memuji. Ini pendapat pribadi saya. Bagaimana dengan anda ? [] haris fauzi - 20 Agustus 2006
BUKU, BOLPEN, BLOG
Saat saya melakukan rekruitmen untuk anggota jurnalistik kampus dahoeloe kala, hal yang paling sering saya dengar dari calon jurnalis kampus ini adalah ucapan:"....tapi ...saya tidak bisa menulis...".Mendengar ini kontan refleks saya menyahut," ...lha sejak SD kamu belajar apaan ? kok gak bisa nulis ternyata bisa lulus SMA ...?... pasti ini khayalan toyyiban...!?".
Sejak jaman itu pula saya tidak pernah lepas dari buku kecil dan bolpen, karena sejak jaman itu saya tidak lepas dari kegiatan menulis walau amatiran. Perlengkapan utama saya sebenarnya adalah bolpen dan buku kecil yang hampir senantiasa selalu saya bawa kemana - mana, bahkan pada saat tidur-pun kalo perlu buku dan bolpen ini saya letakkan di bawah bantal, berjaga - jaga kalau ada ide takut kelewatan. Namanya juga hewan buruan, kalau toh kelewatan pastilah menyesal.
Bila dalam perjalanan sehari - hari, buku dan bolpen akan saya letakkan disuatu kantong yang bisa saya ambil dengan cepat bila saya menemukan sebuah ide tulisan. Seringkali saya malas mencabutnya --biasanya karena kedua tangan saya sedang sibuk dengan stir atau persneling mobil, walau sebetulnya ada beberapa momen yang sungguh menggelitik buat ditulis. Karmanya adalah ketika saya setengah kecewa karena kelupaan. Kalau sudah kelupaan ide begitu, saya kadangkala mengumpat diri saya sendiri. Lha wong tinggal mengambil buku dan bolpen saja kok males.
Toh kalo kebetulan sedang tidak bawa buku, sebuah ide bisa saja dicatat dengan gampang di ponsel. Inilah kemajuan jaman, hee.. hee.. hee... Kalau mau, sebaiknya sih tenteng - tenteng mp.3 player yang bisa 'voice record' itu. Tinggal cuap - cuap, maka terdokumentasi sudah momen tersebut. Sesekali saya mencatat dalam ponsel, namun sekalipun saya belum pernah bercuap - cuap di player, mungkin lain kali bisa dicoba. Nah, kalo mendadak mendapat momen lantas mendokumentasikan lewat kamera malahan saya belum pernah melakukan dalam keadaan kagetan. Maklum, kamera tidak selalu menjadi gadget saya, dan ponsel saya yang deringnya mencekik itu tidaklah dilengkapi kamera. Sejauh ini baru buku dan bolpen-lah yang lebih berjasa kepada tulisan - tulisan saya. Berjasa dalam perburuan ide penulisan.
Kalau kesempatan sudah ada, biasanya telah ada sekitar lima ide penulisan, maka saya harus naik ke lantai dua rumah saya dimana bercokol komputer personal milik anak saya disana. Saya menuangkan dan menguraikan coret-coretan tadi --plus buka - buka beberapa referensi bila perlu dan lagi niat. Biasanya pula, tulisan saya berbentuk file dalam format notepad, biar hemat dan simpel. File ini yang saya baca berulang - ulang sambil berusaha membuatnya permana, dan biasanya sambil memutar lagu - lagu idola.Urusan dengan komputer ini gak gampang, enaknya pas malam hari, pas anak - anak sudah tidur. Soalnya saya selalu kalah berebut dengan anak saya dalam hal penggunaan komputer ini. Saya sendirian dikeroyok anak berdua, ya sudah, menyerah saja.
Setelah tulisan - tulisan dalam file notepad tersebut dirasa oke, maka bila ada kesempatan lowong di kantor dimana terpasang fasilitas email, maka saya merubahnya dengan cepat --tepatnya sih hanya meng-kopi-paste menjadi format email dan mengirimkannya. Kadangkala saya juga merubah tanggal di koda tulisan. Dan rutin sebulan sekali, saya usahakan untuk membuat bundel bulanannya. Bundel bulanan ini saya buat dalam format winword document, dan di akhir bulan akan saya up-load ke blog di dunia maya antah - berantah sana. Ada dua dokumentasi, satu dokumentasi bendel, satunya lagi blog.
Lha terus ngapain saya kok kurang kerjaan bercerita soal buku, bolpen, hingga blog ?Ya urusannya sih sederhana saja. Saya pengen mendokumentasikan aktivitas saya. Itu salah satu tujuan tulisan ini. Tujuan lainnya adalah kampanye juga, bahwa menulis itu ternyata tidaklah terlalu ruwet. Sedikit - sedikit kampanye tentu saja bolehlah, siapa sangka ternyata ada yang ter-inveksi jadi ikutan berburu ide penulisan seperti saya. Haa.. haa.. ha...Sopo ngerti....[] haris fauzi - 22 Agustus 2006
CINTA NEGERI
Seorang pengembara menyaksikan sebuah negeri yang penuh kibaran bendera, dimana orang - orang cakapnya bercakap dengan sangat lantang,'Aku cinta negeri ini, ...Aku bahagia disini !'.
Demikian lantang ucapan orang - orang cakap itu, sebegitu lantangnya hingga suara bisik di antara mereka dibelakangnya tidaklah terdengar :'....szstzszt... saya dengan mudah menjadi orang kaya disini.. zsstzssztszt...'
'...zsztzzt..orang menyebutnya korupsi... tetapi tuan hakim yang terhormat di pengadilan tidaklah mampu berkata begitu...zstzstzszt'.
Banyak jelata yang berjalan dan merayap di atas tanah berlalu di situ. Sudah tuli tidak menggubris lantang suara tadi. Mereka makan pasir dan batu.
Pengembara itu merasa sudah terlalu tua. Menengok ke atas langit dan menatap peluru malaikat yang hendak menghunjam - hendak melumat.
Dia melenguh putus asa...'Waduh...!' [] haris fauzi - 23 Agustus 2006
TAIP
Singkatan dari Taman Anggrek Indonesia Permai, kalo gak salah begitu tertulis di lembar tiketnya. Bukan Mall Taman Anggrek itu, ini anggrek beneran. Kalau teman kampung saya bisa jadi mengira saya hendak menulis tentang Si Taib, seorang pemberani yang sering menjadi konco bergadang jaman remaja dulu.
Kebetulan liburan Isra' Mi'raj kemarin saya mengajak Ibu saya dan keluarga jalan - jalan ke TAIP. Ibu saya penggemar bunga anggrek. Dulu saya sering ikut membantu menyirami anggrek koleksi Ibu.TAIP lokasinya persis bersebelahan dengan Tamini Square di penghujung akses tol Taman Mini itu. Gampang sekali di akses. Hanya orang bego yang tidak bisa mengakses lokasi ini. Bagi saya tiket masuk TAIP murah, cuma seribu perak per-kepala, kepala bocah tidak membayar ditambah dua ribu rupiah untuk ongkos parkir sak-wareg-e. Halaman parkir cukup luas dan cocok untuk senam pagi. Cocok juga buat sepak bola kecil - kecilan, atau mau jungkir balik sekalian disitu, walau mungkin agak panas kalau siang hari karena matahari pas di ubun - ubun. Sisi pinggir parkiran ada kedai yang kelihatannya cukup resik, tapi saya nggak tau harga makanannya. Kami kebetulan memilih untuk sarapan pisang goreng hasil kolaborasi Istri dengan Ibu saya.
Wahana TAIP merupakan satu semesta dengan Taman Mini Indonesia Indah tetapi berada di luar area TMII, jadi untuk masuk TAIP tidak perlu membeli tiket TMII yang sembilan ribu perak itu.Di gapura TAIP yang bermodel Bali itu terpasang prasasti peresmian yang ditandatangani oleh Pak Harto. Begitu masuk kita langsung dihadapkan dengan lorong berlantai warna hijau muda dengan sisi kiri - kanan rumah semai anggrek. Saya ambil rute sisi kanan dahulu. Di sepanjang jalur melingkar itu berderet rumah - rumah semai. Menurut saya yang awam ini, koleksi anggreknya lebih bagus daripada taman bunga Cipanas. Ya mungkin karena taman bunga Cipanas lebih majemuk.Sekitar enam atau tujuh --jumlahnya saya tidak ingat-- rumah semai dari depan melingkar ke belakang sungguh memesona, bunganya bagus - bagus sekali. Katanya sih beberapa merupakan bunga langka. Namun di ujung belakang ada satu rumah semai yang diisi dengan pohon anggrek yang belum berbunga dan kurang bagus. Mungkin ini tempat evakuasi.
Setiap rumah semai mungkin bisa jadi punya spesifikasi tersendiri, tetapi saya tidak mudeng, yang jelas setiap rumah semai sudah pasti hampir lebih separohnya pohon anggreknya pada berbunga - bunga dengan indahnya. Ungu, biru, kuning, merah, oranye, putih, walah... walah ....Bertangkai - tangkai panjang menjulur penuh kelopak bunga. Manteb banget. Weit...!! Musti hati - hati dengan bocah cilik, biar tidak main petik bunga lho ya...
Sebenarnya --rasanya-- mobil bisa masuk, soalnya di dekat musholla di ujung belakang saya lihat beberapa mobil lalu - lalang, tentunya mobil - mobil ini tidak turun dari langit. Tapi lokasi TAIP ini tidak perlu mobil untuk mengelilinginya. Musholla-nya lumayan bersih dan airnya berlimpah - ruah. Sementara kafetaria terletak di tengah area sisi kanan. Kami tidak makan disitu, karena Kakak saya mengajak makan siang di Tamini Square.
Di sisi kiri lorong ada beberapa wahana, salah satunya adalah kolam dan akuarium ikan, namun sayangnya akuarium dan kolamnya hampir semua kering. Juga ada taman bermain anak berada di sisi kiri. Dan sekali lagi sungguh sayang karena beberapa alat mainnya rusak. Andai wahana ikan dan taman bermain ini terawat dan bisa berfungsi semua, mungkin ini poin tambahan yang sungguh menggiurkan. Total bisa menikmati taman anggrek, ikan hias, anak - anak bisa bermain, dan kalau capek bisa makan sekalian sholat. Ya tapi lepas dari itu semua --dengan seribu perak-- rasanya sungguh tidak rugi bisa menikmati cuci mata dengan ribuan bunga. Bunga anggrek jes ! bukan bunga biasa ! Please buruan ke sono, sebelum anggrek punah,.....atau keburu TAIP di tutup karena terbengkalai... Semoga sih tidak, kapan - kapan soalnya saya pengen kesana lagi. [] haris fauzi 24 Agustus 2006
KONON, KATA GURU NGAJI SAYA...
Konon, kata guru ngaji saya, arwah manusia --roh namanya-- itu sudah diciptakan oleh Tuhan berjuta tahun sebelum ditakdirkan untuk lahir ke dunia. Dan selagi menunggu saatnya tiba untuk lahir ke dunia, mereka para roh ini disimpan di warehouse di alam akherat sana. Jelasnya saya tidak tahu persis aktifitas mereka. Saya juga mengalami hal serupa, sudah diciptakan ribuan tahun lalu di akherat sana. Konon masa warehousing ini memakan waktu ribuan hingga jutaan tahun sebelum ditakdirkan untuk terlahir ke bumi.
Lazimnya di pabrik sesuai dengan rencana produksi, tentulah ada penjadwalan dititahkannya kepada roh - roh tersebut untuk turun ke bumi sebagai manusia. Begitu tiba saatnya untuk turun tugas ke bumi, maka dilakukan audisi, pengecekan, dan pendataan ulang terhadap roh - roh tadi. Dan setelah beres dan tepat waktu, maka lahirlah roh - roh tadi menjadi bayi - bayi yang lahir dari rahim ibu-nya, sebagai manusia.
Dari lahir hingga mati, manusia hidup memakan waktu sekitar tujuh-puluh tahunan. Dan setelah mati, roh ini harus tinggal di rumah baru di alam kubur. Namun sebelum tinggal di rumah barunya, konon roh tadi musti daftar ulang dahulu naik terbang ke langit. Bagi orang baik, maka rohnya akan disambut dengan hangat oleh malaikat penjaga loket registrasi ini. Registrasi ini tujuannya untuk mendapatkan semacam KTP dari malaikat yang berada di ujung langit tadi. KTP ini dijadikan kartu identitas untuk kembali turun ke bumi, namun tidak berada di permukaan bumi lagi, melainkan ambles langsung ke alam kubur di dunia ghaib. Singkatnya KTP ini untuk mendapatkan rumah atau kapling di alam kubur. Di alam kubur ini roh tadi tinggal selama berpuluh atau berjuta tahun, menunggu jatuhnya hari kiamat.
Guru ngaji saya pernah bilang, bahwa setelah manusia mati, maka ada roh yang tidak bisa mendapatkan KTP untuk tinggal di alam kubur ini. Konon katanya biasanya matinya karena bunuh diri. Bunuh diri ini melanggar takdir, katanya gitu. Jadi pada saat daftar ulang ke atas langit, maka malaikat disana tidak bisa menemukan jadwal takdir kematiannya dan KTP yang bersangkutan juga nggak tau entah kemana. Padahal sebenernya dia itu sudah mati -- sudah tidak punya jasad dan tidak mungkin balik lagi ke dunia ini sebagai manusia nyata. Dia sudah masuk dunia ghaib, dunia roh.Nah, karena ditolak oleh petugas registrasi, dan karena tidak punya KTP alam kubur, maka dia tidak bisa tinggal di alam kubur. Dan selanjutnya bisa ditebak, dia akan gentayangan dari ujung langit bolak - balik ke alam kubur mencari KTP dan tanah kaplingnya. Kadang - kadang dia kesasar ke alam nyata.
Setelah tinggal selama penantian kiamat di alam kubur, maka roh akan dibangkitkan oleh Tuhan pada saat ujung hari kiamat. Bagi manusia yang dalam hidupnya mengalami proses hari kiamat secara langsung, maka dia tidak merasakan lamanya tinggal di alam kubur. Karena setelah itu semua roh termasuk yang bersemayam di alam kubur akan dibangkitkan dan dilakukan penghitungan dosa - pahala. Dosa - pahala adalah buah kita beraktifitas selama hidup di dunia yang cuma tujuh puluhan tahun itu. Jadi, hidup sebagai manusia selama cuma tujuh puluh tahun itu ternyata berdampak banyak sekali. Amal selama tujuh puluhan tahun ini mempengaruhi kemudahan kita melakukan proses registrasi sebelum masuk alam kubur. Tinggal jutaan tahun di alam kubur, konon kita akan ditemani oleh sesosok makhluk. Andai kita berlaku bijak di dunia, maka di alam kubur kita akan ditemani oleh makhluk yang bijak pula. Demikian juga kebalikannya, bila kita kejam di masa hidup, maka kita akan berdampingan dengan makhluk kejam selama jutaan tahun di alam kubur.
Dan ketika hendak memasuki alam akherat-pun, dosa - pahala ini menjadi acuan untuk pintu kita berikutnya : sorga atau neraka. Penghitungan dosa - pahala inilah yang menentukan tempat tinggal berikutnya di alam akherat, sorga dan neraka. Kalau kita bijak, maka dosa kita akan dicuci dahulu di neraka sebelum akhirnya tunai boleh masuk ke sorga. Lama-tidaknya proses pencucian di neraka ini tergantung kadar dosa-nodanya. Kalau nodanya sedikit, ya praktis segeralah kita dipungut untuk bisa bersemayam merasakan nikmat dan hangatnya sorga. Seperti baju cucian yang tidak perlu dikucek - kucek karena dekil, baju itu akan sesegera mungkin dijemur, disetrika dengan gampang, lantas disimpan rapi di almari.Namun kalau kita teledor di dunia ini, maka kita akan terlalu lama tersiksa hidup dan tinggal di neraka --bolak - balik dicuci dan disetrika biar bersih dan kempling. Begitu kata guru ngaji saya. [] haris fauzi - 30 Agustus 2006
LIMA TEMPAT
Pada suatu hari Sabtu, kebetulan siang itu saya harus ke bengkel karena ada masalah dengan roda belakang mobil saya. Tepatnya roda belakang kanan. Benjol-lah dia, jadi kalau dipake buat jalan maka akan terasa sedikit ngegrunjal - grunjal. Karena roda belakang, maka tidak perlu dibelikan baru dua - duanya kiri - kanan. Jadi saya cukup beli satu biji ban baru dan menggantikan ban belakang kanan yang benjol tadi. Semisal terjadi masalah dengan roda depan, maka biasanya penggantian haruslah terjadi di kedua roda depan kanan dan kiri, soalnya kalo cuma diganti satu sisi, maka antara roda depan kanan dan kiri tidak akan seimbang dan akibatnya stir akan condong miring jalannya. Kalau ban baru ada di depan kanan, maka stir akan condong ke kiri demikian juga sebaliknya. Hal ini karena keausan roda yang berbeda. Ya untungnya ban saya yang diganti yang belakang, kalau ban belakang sih nggak pengaruh ke stir. Pengaruhnya lebih kuat ke isi dompet. Jadi mending cuma beli satu sebelah.
Keluar dari toko ban, saya pulang dengan ban belakang kanan baru kinyis - kinyis, mengkilap pokok-e !. Begitu masuk gerbang komplek perumahan saya menghentikan mobil saya dan menggantikan ban baru tersebut dengan ban cadangan. Jadi ban yang masih kinyis - kinyis tadi saya masukkan ke ban cadangan. Biarlah ban belakang ini memakai ban serep lawas. Lha di sekitar lokasi saya mengganti ban itu kebetulan dekat dengan sebuah mesjid kompleks. Dan setelah kelar mengganti ban, saya hendak cuci tangan di situ. Begitu tengok arloji pas itu memang mendekati pukul dua belas tengah hari bolong. Ya sudah, kebetulan, saya tunggu waktu sholat dzuhur sekalian di situ. Toh ban mobil sudah beres ini.
Sorenya saya berniat hendak pergi ke toko buku. Ya jelaslah saya musti menunaikan sholat ashar dahulu di rumah, dan langsung cabut ke pusat kota Bogor untuk nyanggong di toko buku di sana. Seperti biasa saya tidaklah bisa segera keluar dari toko buku. Cukup kerasan saya di sana, catat sana - catat sini, dan hanya membeli satu buku sampai akhirnya berkumandang azan maghrib. Kebetulan toko buku yang saya sanggong kali ini berseberangan dengan mesjid Agung Bogor yang suara adzan-nya cukup lantang gagah perkasa. Ya sekalian aja saya mampir dan menunaikan sholat maghrib di mesjid Agung yang tidak punya lokasi parkir tersebut. Walaupun saya sudah hampir sepuluh tahun tinggal di Bogor, tepatnya delapan tahun,-- tetapi jarang sekali saya sholat di mesjid Agung Bogor. Mesjid Agung ini ternyata tempat yang nyaman. Isis gitu. Selesai sholat bareng - bareng banyak orang, saya sempatnya membolak - balik buku yang barusan dibeli. Tetapi nggak cukup lama, soalnya saya ada undangan kegiatan RT sekitar jam setengah delapan malam, jadi harus segera pulang.
Pulang dari beli buku di petigaan jalan kedung-halang pas memasuki waktu sholat isya'. Dan kebetulan disitu juga ada mesjid yang saya nggak hafal namanya. Sekalian mampir sajalah. Malam itu di daerah situ sedang padam listrik, jadi gelap gulita, cukup merepotkan juga untuk menjelajahi tempat berwudlu: licin and gelap. Tetapi setelah itu benar - benar mengasyikkan. Ruangan mesjid temaram karena di dindingnya dipasang lilin - lilin setinggi satu setengah meter dari lantai. Bukan lilinnya yang setinggi itu, tetapi posisi candle-holder-nya yang satu setengah meter dari lantai. Dan dinyalakan lilin cukup banyak. Wow, syahdu tenan. Jadi punya pengalaman baru nih dalam ber-sholat. Pengalaman ini meng-inspirasi-kan saya untuk melakukan hal serupa di rumah. Di ruang sholat di rumah saya sekarang terpasang tempat lilin setinggi satu setengah meter, pas di depan. Kadangkala pas hendak sholat malam saya sengaja menyalakan lilin, bukan lampu. Memang lilin bisa memberikan nuansa berbeda, setidaknya lebih menenangkan hati ketimbang nyala lampu neon yang sudah terlalu lazim.
Alhasil sembari jalan pulang lenggang kangkung dari kegiatan RT, ada teman kampung mengingatkan bila hari Minggu pagi biasanya teman - teman pada kongkow - kongkow ngobrol di mesjid setelah sholat subuh. Kebetulan saya sudah lama tidak ketemu mereka, dan saya sudah lama tidak pergi sambang ke mesjid kampung saya. Maka esok paginya saya usahakan sholat subuh di mesjid kampung itu. Namanya mesjid Baiturrahman. Letaknya dekat pintu belakang perumahan dimana saya tinggal. Ada di dataran yang cukup tinggi, kelihatan gagah. Pada saat berumur tiga tahun, anak saya pernah menuntut ilmu mengaji di sini, di ruang kelas mengaji mesjid Baiturrahman. Ruang - ruang kelas ini semula dulu tidak ada, dan dari hasil kongkow - kongkow bubar subuh seperti inilah muncul ide untuk membuat ruang - ruang kelas mengaji. Inilah enaknya kongkow - kongkow setelah subuhan, pikiran masih segar dan ide masihlah banyak. Nggak percuma forum kongkow - kongkow ini sudah bisa menghasilkan ruang kelas mengaji tadi.
Pulang dari kongkow - kongkow, barulah saya sadar, bahwa selama lima waktu terakhir, ternyata saya melakukan sholat di lima tempat yang berbeda. Dan ini ternyata cukup mengasyikkan. Gak kalah dengan jalan - jalan dan mengunjungi berbagai mall, jauh lebih irit malahan. Mendiang ayahanda dahulu sering menyempatkan untuk surfing mesjid dan menunaikan sholat di berbagai mesjid di sepanjang perjalanan, atau malahan sengaja jalan - jalan ke berbagai mesjid antah - berantah. Rupanya keasyikan seperti inilah yang beliau rasakan. Ya. Cukup mengasyikkan. Anda boleh mencobanya dan merasakan sendiri.[] haris fauzi - 31 Agustus 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment