Thursday, January 11, 2007

kenisah : Ummat

UMMAT
 
Memang tanda awalnya sudah terlihat sejak jaman dahulu. Ayat - ayat Al-Qur'an telah banyak yang menyingkap bahwa salah satu keutamaan ajaran agama Islam adalah persatuan ummat. Ukhuwah Islamiyah, bahasa kerennya. Juga ketika Rasul Muhammad menjelang wafat, beliau mengkhawatirkan satu hal: Ummat Islam.
 
Khalifah Islam paska wafatnya Muhammad digantikan oleh para Khulafaur  Rasyidin yang notabene adalah orang - orang hebat, secara berurutan mereka pengganti Muhammad sebagai khalifah adalah Abubakar as-Shiddiq yang demikian bijaksana, Umar bin Khaththab yang berani dan teguh, Utsman bin Affan yang rajin dan penyayang, dan buntutnya adalah Ali bin Abi Thalib yang tegas, bersahaja, dan berilmu. Mereka ber-empat memang orang hebat, tetapi harus diakui, mereka bukanlah Rasul Tuhan dan tentunya  tidaklah sehebat Muhammad. Paska era Khulafaur Rasyidin, kemunduran persatuan ummat Islam makin mencolok. Hingga sekarang Ummat Islam terbelah pecah berkeping - keping dengan jutaan fitnah yang saling dilemparkan beriringan dengan saling gempur dan saling hujat. Yang paling dramatis adalah perpecahan dan pertempuran dua kelompok --yang nantinya mewujud bernama kelompok Sunni dan kelompok Syiah-- persis di-era akhir kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Pertempuran besar yang mengerikan terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan pasukan Muawiyyah dan dilanjutkan dengan pasukan Husein bin Ali melawan pasukan Jenderal Jazid. Tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah. Yang tersisa hanyalah luka yang tersayat karena terbelahnya ummat Islam yang terwarisi hingga kini. Getir.
 
Sering sudah kita dengar dan saksikan adanya pertikaian dan berbenturan adu kepala antara kelompok Sunni dan kelompok Syiah. Saling bunuh kedua kelompok ini telah terjadi dimana - mana, yang paling berlumuran darah salah satunya adalah perang Iran - Iraq yang di-klaim sebagai perang 'resmi' Sunni versus Syiah. Padahal, mungkin tidaklah seperti itu, soalnya pemerintahan Iraq kala itu yang diwakili oleh Saddam Husein adalah pemerintahan semi-sosialis-fasisme, bukan partai Sunni.
Bagi saya pribadi, perang Iran - Iraq ini adalah kelanjutan dari dampak revolusi Islam Iran. Seperti kita ketahui, pemerintahan Reza Pahlevi di Iran yang didukung oleh Amerika ternyata terguling di tahun 1979 oleh revolusi Iran yang dikobarkan oleh Ayatullah Khomeini yang beraliran Syiah. Merasa tersingkir dari tanah Persia, Amerika mencoba menggoda tetangga Iran, Iraq. Iraq yang semi fasis tentunya berafiliasi dengan segala yang berbau militer. Maka Amerika-pun memperkuat persenjataan di Iraq, guna menandingi kedigdayaan Iran. Dan, pada puncaknya menghasut Iraq untuk menyerbu Iran, dengan berbagai cara. Maka meletuslah perang Iran-Iraq yang sebetulnya sia - sia itu. Ini versi saya.
 
Diramu dengan jutaan fitnah yang terlontar, kebencian dan pertikaian Sunni versus Syiah berlanjut hingga kini. Dan di manapun, terutama di kawasan Timur Tengah, salah satunya yang sedang hangat selalu adalah di Iraq. Mereka saling bunuh dan saling fitnah di tanah 1001 malam itu, mereka bertikai diantara pasukan multinasional yang juga mulai kecapekan dan kehilangan orientasi di sana. Seperti kita ketahui, tentara multinasional yang menggempur dan menduduki Iraq beberapa tahun lalu bertujuan untuk menghancurkan fasilitas atau pabrik bom yang 'katanya' banyak dibangun, ...... yang ternyata hingga kini tidak kunjung juga ditemukan.
 
Terfokus dari segala hal tentang perpecahan Ummat Islam, mungkin satu hal yang terpenting untuk di evaluasi. Perpecahan yang sudah kronis itu mungkin sekali terjadi berlarut - larut hingga sampai kapan-pun, dan akan makin parah, ..... selagi Ummat Islam sendiri selalu berpikir dan merasa bahwa kelompoknyalah yang terbaik dan paling benar. Dengan perasaan seperti ini, masing - masing kelompok amatlah mudah untuk diprovokasi agar menghajar kelompok yang lain.
Kita di tanah air-pun sudah sering disuguhi perbedaan antara dua kelompok besar Ummat Islam Indonesia, yakni kelompok besar Nahdatul Ulama dan kelompok cendekia Muhammadiyah, yang mana kadangkala mereka memiliki patokan hari raya lebaran yang berbeda. Dan perbedaan ini sebetulnya bukanlah masalah.
 
Segala perbedaan yang terjadi adalah warna, yang penting adalah paradigma bersama bahwa bahwa kaum muslimin yang jumlahnya sekitar satu milyar jiwa ini, yang setiap tahun dikumpulkan di tanah suci Mekkah dan ber-sholat ke satu Ka'bah ini, adalah satu kesatuan Ummat yang bersaudara dan saling mengisi. Ya. Tanah suci dan Ka'bahnya adalah acuan ibadah. Tidak hanya itu, juga merupakan acuan segala aktivitas. Di tanah suci inilah, segala perbedaan, segala warna, dan segala ketidakcocokan hendaknya bisa ditanggalkan. Mencampakkan semua fitnah. Bersama - sama menjadi tauladan bagi Ummat Islam se-dunia, untuk bersatu merenung di tandusnya Arafah, di dinginnya badai angin malam. Merasakan sakralnya Ka'bah, menjadikan satu tujuan dalam  satu persaudaraan, Ummat Islam. [] haris fauzi - 11 Januari 2007


salam,
haris fauzi


Cheap Talk? Check out Yahoo! Messenger's low PC-to-Phone call rates.

1 comment:

Anonymous said...

Salam takzim,

Mas Haris, sengaja aku komentari di sini, sekalian kasih salam.

Terima kasih atas kiriman tulisan dan persahabatan kita via cyber yang cukup langgeng. Alhamdulillah.

Wasalam