DI TEPI CAKRAWALA
"kamu dimana ?", tanya seseorang di pesawat seberang
"..di toko buku, ...lantai atas....", jawab saya
"saya di supermarket, ...bentar "
"oke. ...saya turun ke depan kasir supermarket ", .... seraya menuju kasir.
Kami berdua masing - masing menarik bangku. Agak lama kemudian memesan dua cangkir kopi ringan. Sebenarnya saya tidak ngopi, tapi kali itu tak apalah. Dia yang membayar.
Bercakap tentang hal - hal yang makin mengerucut, dia dengan lancar mendiskripsikan opininya. Opini yang bermuatan kekecewaan. Luka. Sedikit banyak memperkaya keyakinan saya. Membuat saya bersikap cenderung khawatir, menambah deretan syak-wasangka.
Neon pertokoan mulai padam satu - persatu. Tak lama kemudian kami akhirnya beranjak, berjabat tangan, meninggalkan pertemuan dua pasang mata. Percakapan yang relatif jujur dalam sebuah pertemuan singkat yang menambah kegelisahan. Pertemuan di tepi cakrawala.
***
" Aku sedang bayar tol ", Dia berujar di pesawat seberang
"...berarti sebentar lagi nyampe, sudah dekat kok..", tukas saya
"setelah gerbang, belok kiri trus kemana ? "
"gerbang belok kiri, trus langsung belok kanan. Ada mobil saya di tepi jalan ... "
Saya harus segera menyelesaikan makan malam. Dia hampir tiba. Rupanya dia sempat kesasar. Musti berputar gang dan mundur untuk menemukan mobil saya. Setelah dia turun dari bangku kemudi dan berjalan melingkari mobilnya, barulah saya yakin dia masih subur badannya. Walau jaket hitam eksekutif menutupinya. Dan saya juga yakin dia juga memikirkan badan saya yang tak kunjung gemuk, berikut rambut saya yang masih relatif gondrong.
Tawa khas-nya memecah cahaya rembulan. Kami berjabat tangan. Percakapan dibuka dengan basa - basi indahnya tempat pertemuan kali ini. Juga cerita bagaimana dia selalu menyimpan tulisan - tulisan saya, hingga bagaimana dia mengutip tulisan tersebut untuk disampaikan di sebuah seminar di Singapura. Saya tersenyum bahagia. Dia menghargai tulisan saya.
Walau teh panas yang tersaji masih menyisakan hangat dan cairannya, dia pamit. Saya sempat berujar,"....kamu masih penuh semangat tetapi malam ini terlihat letih ". Dia meng-iya-kan. Saya tersenyum ketika dia mengatakan bahwa senang dengan pertemuan ini. Rasanya saya pun begitu. Banyak tertawa dan tersenyum malam ini. Maklum, sudah sejak lama saya menantikan pertemuan ini. Ya. Pertemuan yang memang saya rindukan. Pertemuan di tepi cakrawala.
***
" yahh... ga bisa nih di coba beberapa kali...he..he...he...", ujarnya
"..ya sudah, gapapa... saya tadi malah gak nyoba ", tukas saya.
Dia menjauhi mesin itu lantas duduk. Setelah memainkan ponselnya, dia memulai percakapan. Dengan tutur bahasa yang sabar, bercerita ihwal pekerjaannya. Saya mendengar sambil sedikit melamun. Berusaha membelokkan pembicaraan, saya berujar tentang musik. "...ini ada lagu bagus, mirip sinden, karena menggunakan nada pentatonis tradisional". Dia cuma senyum. Percakapan terhenti karena manouver saya tadi. Suatu ketika bertatap mata, dia mengalihkan wajah menghadap sisi lain. Saya agak protes. Dan pertemuan itu terputus tak lama kemudian.
Sesingkat apapun pertemuan itu, saya cukup faham maknanya. Saya yakin dia-pun memaknai hal yang sama terhadap pertemuan singkat ini. Pertemuan di tepi cakrawala. [] haris fauzi - 22 mei 2008
No comments:
Post a Comment