Monday, November 24, 2008

kenisah : relief

RELIEF

Andai boleh dimisalkan, maka apa yang kita alami setiap harinya mungkin bisa jadi berupa deretan relief yang demikian panjang, sepanjang jajaran umur kita menghirup udara di muka bumi ini. Peristiwa - peristiwa yang terjadi seperti relief yang berjajar demikian panjang karena dibikin setiap hari, setiap waktu. Tercetak dengan kadar yang berbeda - beda, ada relief yang demikian jelas, namun ada juga yang kabur.

Beberapa kejadian yang kita alami, entah menyenangkan atau tidak, kadang terpateri demikian kuat dalam relung hati, sehingga tertanam dan tidak terlupakan. Namun, beberapa kejadian kadangkala malah terlewati sebagai sebuah rutinitas biasa. Walau kadangkala bagi orang lain merupakan kejadian luar biasa. Apa yang membuat demikian adalah tergantung bagaimana kita menjalani peristiwa tersebut, atmosfir yang menyelimuti, dan tentunya tekad yang ada dalam dada.

Salah seorang rekan saya menyampaikan ihwal ini setelah kepulangannya dari Tanah Suci, Makkah. Beberapa tahun silam. Dia merasa suatu saat harus mengulangi kepergiannya ke sana, karena merasa kepergian yang sudah dia lakukan barusan hanya berada di tataran formalitas semata. Belum mencetak relief yang demikian nyata yang bisa mengubah hidupnya. Hanya pergi "membeli panasnya padang pasir", tulis Ali Syariati dalam bukunya yang terkenal "HAJI". Inilah yang disebut dengan "kegagalan memaknai sebuah kejadian".

Saya sendiri belum faham benar ihwal 'acara' naik haji, karena saya belum punya kesempatan menunaikan. Namun, rasanya, kegiatan itu 'harusnya' akan mengubah paradigma seseorang yang melakukannya. Andai setelah pulang dari perjalanan itu seseorang masih 'seperti biasa', maka, perjalanan ke tanah suci itu belumlah bermanfaat dengan baik. Demikian menurut banyak tulisan.
Dan merujuk dari sini, maka kejadian itu haruslah tertanam demikian kuat ke dalam benak seseorang. Reliefnya tercetak demikian jelas, sehingga mampu menjadi referensi dan mengubah paradigma hidupnya.

Apa yang membuat suatu kejadian dalam penggalan kisah hidup itu bisa demikian kuat tertanam ? Yang bisa mengubah seseorang ? Atau yang membuat terkenang demikian manis ?
Sekelompok musisi asal Inggris, Led Zeppelin, pernah menciptakan karya yang demikian hebat, sebuah lagu berjudul 'Stairway To Heaven'. Lagu yang sukses. Mengomentari kesuksesan lagu tersebut, Led Zeppelin mengatakan bahwa mereka tidak akan menciptakan lagu seperti itu lagi, karena proses kreatif mereka tidak hendak mengulang kejadian yang serupa. Kadang, kejadian itu menjadi demikian bermakna ketika tidak terjadi pengulangan. Demikian menurut Led Zeppelin.

Seperti di sampaikan oleh banyak penyair, manusia adalah musafir yang berjalan dengan kakinya, dan lantas mengukur kejadian di belakangnya, menatap kejadian di depannya, dan berkelakar dengan urusan di sampingnya. Karena perjalanan panjang itu adalah keniscayaan. Suatu perjalanan yang mungkin akan membawa ke suatu tempat yang sudah kita idam-idamkan, atau kadangkala penggalan perjalanan yang malah kita sendiri tidak tau dibawa kemana, dan tiba di tempat yang sama sekali tidak kita kira. Ini suatu peluang yang sangat mungkin. Karena kita menjalani hidup dengan banyak sekali direktori pilihan. Jalanan yang dilalui bukan jalan lurus, ada persimpangan - persimpangan yang harus dipilih. Mungkin suatu ketika kita sudah tau hendak memilih persimpangan yang mana, namun suatu saat kita akan berbelok menurut kata hati. Tanpa rencana.

Suatu saat kita merasa seperti dalam dunia yang terang benderang, berlarian kesana - kemari, namun suatu hari tak jarang kita seperti hendak menulis dalam kelam. Hanya hati kita yang tau apa yang kita tuliskan, sementara mata ini dibutakan oleh selubung gelap.
Kadang kita berlari menembus semak, kadang berteriak memberontak, namun kadang kita tertawa sepuasnya. Tak jarang berhenti terpekur, putus asa. Itulah perjalanan sang musafir tadi. Perjalanan yang pada akhirnya mencetak relief - relief yang berisikan suasana hati. Didokumentasikan sepanjang jalan. Sepenggal relief mungkin menjadi demikian berarti, dan tak jarang beberapa potongan relief itu berlalu begitu saja.

Namun, satu hal yang membuat kita bisa memaknai penggalan relief - relief itu adalah bagaimana kita menghargai kejadian tersebut. Membuatnya menjadi suatu yang berharga, dan membingkainya dengan ingatan yang tak hendak dilupakan.

Dengan menghargai dan menemukan maknanya, maka relief itu akan menjadi suatu hal yang mengubah paradigma hidup. Yang akan kita 'lihat' setiap saat, yang mana semakin sering dilihat akan semakin jelas dan nyata. Walau kejadian itu sendiri sudah terjadi beberapa tahun silam. Menjadi sebuah referensi yang mengarahkan paradigma.

Banyak hal yang mungkin terjadi. Apapun yang terjadi dalam perjalanan ini, maka yang terpenting adalah menghargai dan menemukan maknanya, serta menyebarkan hikmahnya. Itulah yang membuat relief itu menjadi kuat dalam kenangan, dan berpengaruh kepada langkah kita di perjalanan berikutnya. Karena kita adalah musafir.[] haris fauzi - 23 nopember 2008

---tulisan ini pendek, namun sebenarnya draft tulisan ini sudah lama sekali terserak, dan tak kunjung selesai hingga saya berdialog dengan seseorang dan membuat saya menyegerakan menyelesaikan tulisan ini, ...trims.. --


salam,

haris fauzi

No comments: