CHAUVIMISME what's past is prologue...(Shakespeare) Rasa kebanggaan akan ideologi nasionalisme yang berlebihan, sehingga merendahkan bangsa lain, sehingga mendorong tindakan penaklukan. Itu kata Guru PMP saya dahulu mengenai definisi Chauvimisme. Seperti ralat rekan saya, Ndhoel, memang dalam kamus maya istilah ini adalah Chauvinisme, karena tokohnya bernama Chauvin. Yang benar memang itu. Kali ini saya mohon, ijinkanlah saya menyalahi ejaan kamus tersebut. Bukannya kenapa, seingat saya dalam buku PMP saya yang tertulis adalah Chauvimisme. Dan ini diamini oleh adik kelas saya. Okelah. Bila memang salah ejaan, maka anggap saya ChauviMisme yang saya tulis berarti sama dengan ChauviNisme. Karena definisi yang saya kutip disini menggunakan yang ada dalam buku PMP saya, bukan dari kamus maya. Perkenalan pertama dalam kitab sejarah untuk kasus chauvimisme paling gampang adalah pada kasus Perang Dunia ke-II yang disulut oleh Juragan Adolf Hitler. Entah mengapa dengan kepintaran propaganda menteri Goebbels, Partai NAZI bisa memobilisasi rakyatnya dengan isu bahwa Jerman harus bangkit melawan keterpurukan ekonomi gara - gara embargo Eropa. Ya, gara - gara Perang Dunia I yang disulut Jerman juga, dimana pada akhirnya Jerman kalah, maka Jerman banyak sekali harus membayar denda. Bukan hanya itu. Jerman juga merelakan sebagian wilayahnya terlepas satu - persatu. Ini membuat bangsa Jerman berantakan. Apa saja yang diopinikan Hitler untuk menggerakkan rakyatnya ? Ras Aria sebagai bangsa pemenang dan harus membentuk imperium Jerman Raya. Well. Maka, karena tidak adanya pilihan dalam keterdesakan ekonomi, dalam euphoria kebanggaan ras Aria maka majulah prajurit yang lapar itu menggilas satu persatu negara tetangganya untuk mewujudkan imperium Jerman Raya itu. Namun, alasan lain juga ada. Jangan salah, bangsa Jerman memang punya bakat berperang melebihi bangsa - bangsa lain. Sungguh, para panglima Jerman yang terinspirasi invasi dan imperium Romawi, benar - benar brilian. Dan nggak salah, bila era 1940-1945 ketika merebak fasisme --penguasa berbasis militer-- disambut gembira oleh rakyat Jerman. Seperti halnya petinju legendaris Muhammad Ali yang sering mengatakan bahwa kecepatan menentukan kemenangan, maka 'Serangan Kilat' Blitzkrieg para punggawa Jerman ini sungguh menakutkan. Sebagai contoh, sebuah tank Jerman rasio-nya seimbang melawan7-8 tank sekutu. Rasio pasukannya mungkin hingga 1:15, sementara pesawat udara juga hampir seperti itu. Pukul rata, 10 personil sekutu akan berimbang melawan 1 personil Jerman. Dahsyat sekali kekuatan Jerman ini. Apa yang mendorong ini semua ? Chauvimisme akan ras unggul Aria yang hendak mendirikan Imperium Jerman Raya. Mungkin hal ini bukan satu - satunya faktor, tapi bagi saya ini merupakan faktor dominan. Chauvimisme menbuat orang menjadi kalap. Dalam kasus Hitler, mereka edan. Tetapi jangan salah. Mungkin ada yang lebih edan ketimbang pegelaran acara Hitler di perang Dunia kedua ini. Yakni invasi Israel. Seperti dimaklumi, bangsa Israel menganut faman Zionisme, semacam Chauvimisme milik NAZI juga. Dahulu, Jerman merangsek negara - negara tetangganya dengan gagah perkasa setengah edan. Menghancur-leburkan apa yangdilewatinya dalam waktu singkat. Namun, faham fasisme-nya lebih menjadikan militer sebagai kompetitor. Dasar bangsa petarung, tentara melawan tentara. Hitler berkonsentrasi menghancurkan kekuatan militer negeri taklukannya, bukan bermain kucing - kucingan dengan warga sipil. Hitler memang tidak terlalu pengecut. Itu cerita yang saya dengar. Mudah - mudahan benar. Setelah era perang dunia II, beberapa penaklukan pernah terjadi. Seingat saya kasus Irak menyerbu Kuwait. Irak yang dimiliterisasi oleh Amerika Serikat ketika perang melawan Iran, kini malah hendak mencaplok Kuwait. Tentang perang Iran-Irak, seperti banyak dugaan, Amerika Serikat sangat khawatir terhadap Iran. Tetapi Amerika mungkin tidaklah berani menghadapi Iran, mangkanya dia memprovokasi Irak yang kala itu dipimpin orde fasisme, Saddam Hussein. Alasannya ? Sungguh nggak jelas. Entah sengketa suku Kurdi, atau perebutan jalur minyak. Semula, provokasi yang dikobarkan Amerika Serikat adalah perbedaan aliran Sunni-Syiah. Tetapi hal ini gak berjalan mulus. Memang Iran dominan Syiah, tetapi di Iran aliran Sunni berpelukan dengan Syiah. Sementara Irak yang mayoritas Sunni, tidak tergoda dengan isu ini, karena konsentrasi pemerintahan bukan pada urusan agama. Mereka Fasis. Saddam itu orang yang fanatik fasis, bukan teolog. Maka gengsi nasionalisme Saddam-lah yang diprovokasi Amerika Serikat. Dan, tentara itu bergerak. Kasus lain yang berlarut - larut dalam urusan 'kebanggaan bangsa' adalah urusan tanah Palestina. Bangsa Israel merasa mendapat perintah dari langit untuk menguasai tanah Palestina. Wangsit ini dimanifestasikan dalam semangat chauvimisme berbendera Zionisme. Setelah merengek - rengek kepada Eropa, seorang Inggris melegitimasi hal ini. Mungkin, Inggris-pun resah bila terlalu berdekatan dengan bangsa rewel ini. Inggris pintar, dia belajar dari kasus Hitler yang mengusir orang Israel dari Imperium Jerman Raya, karena dianggal rewel. Bagi saya semangat chauvimisme ini tidak identik, setidaknya tiga contoh tadi. Antara Hitler dengan nazi-isme-nya, Saddam dengan fasisme-nya, serta Israel dengan zionisme-nya, ga selamanya sama. Hitler lebih senang membumi - hanguskan taklukannya dengan berperang secara militer, trooper dog fight. Saddam, mempolitisir pemerintahannya menjadi gerakan militerisasi, lantas berperang adu amunisi. Sementara zionisme melakukan penaklukan dengan cara menebar teror kepada warga sipil dan mempolitisir politik luar negeri sehingga bisa memperalat negara sebesar Amerika Serikat. Kesamaannya adalah, selama masih ada niatan untuk merendahkan bangsa lain, pertempuran untuk invasi masihlah akan ada. Hanya bentuk dan metode-nya yang berbeda. Mohon koreksinya. [] haris fauzi - 15 januari 2009 ---- what's past is prologue ...? wahai penghuni pelangi, untuk bad & hard-day yang datang lebih cepat dari yang kita duga.... salam, haris fauzi |
Friday, January 16, 2009
kenisah : chauvimisme
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment