Sunday, October 17, 2010

kenisah : beberapa macam mencuri

BEBERAPA MACAM MENCURI

 

Tuhan tidak menyukai sifat mencuri. Dia tidak menyukai bila ada manusia yang mencuri. Penekanannya disini adalah pencurian yangdilakukan oleh manusia. Misalkan contoh –seperti minggu lalu—ketika ada seekor tikus berhasil memasuki barikade rumah saya dan lantas mencuri sepotong ayam goreng, itu urusannya tidaklah sama. Dalam kitab suci, yang dilarang mencuri adalah manusia. Jadi, pertanyaannya adalah,"Apakah tindakan tikus tersebut bisa dikategorikan dalam tindakan 'pencurian' ? ".

 

Mencuri itu adalah mengambil barang milik orang lain, setidaknya begitu bila saya mengingat – ingat pelajaran jaman SD. Saya ingat benar hal itu karena ketika itu kami semua sedang di-kuliah-i oleh Pak Guru gara – gara terjadi pencurian uang kas kelas, hilang seribu rupiah. Selembarribuan. Sebenarnya masalah pencurian dalam kelas sudah pernah marak, terutama kasus pencurian bekal makanan dan pinsil. Namun kali itu Pak Guru benar – benar murka.

 

Mencuri secara umum berhadap – hadapan dengan terminologi 'kehilangan'. Ada yang dicuri, ada yang hilang. Ada yang mencuri, ada yang kehilangan. Namun tidaklah semuanya berlaku demikian. Ketika ada bolpen yang hilang, belum tentu dicuri oleh orang lain. Bisa jadi ketlisut. Juga ayam goreng tadi, karena tikus bukan-lah manusia, yang tidak bisa diadili secara hukum karena kasus pencurian. Sebenarnya, banyak sekali paradigma yang tidak plek seperti itu. Biasanya mengikuti perkembangan jaman. Yang jelas, kembali pada paragraf awal, pencurian itu pelakunya adalah manusia.

 

Seorang teman –tentang perkembangan jaman—pernah bertutur bahwa semakin banyak orang di muka bumi ini, kompetisi semakin ketat. Apalagi umur semesta ini semakin sepuh, makin renta. Lihatlah bagaimana ketatnya kompetisi sepakbola di Inggris, karena begitu banyaknya pemain dan pertandingan yang digelar. Yakin sudah pasti capek sekali penyelenggara dan juru adil atau wasitnya. Begitu banyak pertandingan, begitu banyak orang, begitu banyak ulah, dan tentunya peluang untuk mencuri juga makin lebar karena toh wasitnya bisa saja lengah.

 

Demikian juga dengan apa yang terjadi dimuka bumi ini. Penyelenggara 'kompetisi' hidup dalam tatanan masyarakat ini makin sibuk, demikian juga wasit pengadil-nya juga makin puyeng karena ulah para pesertanya makin bermacam – macam. Untungnya dalam agama – agama selalu diajarkan bahwa masih ada penyelenggara yang Maha Penyelenggara, dan masih ada juru adil yang Maha Adil yang tidak bakal lengah, tidak bakal kecapekan, dan selalu awas mengawasi tindakan yang mencurigakan.

 

Maka itulah. Semakin banyak juga variabel kasus 'pencurian' berikut kerumitannya yang makin berbelit – belit. Tidak se-simpel cerita jaman dahulu ketika terjadi pencurian uang kas dalam kelas. Kini ada bermacam – macam fenomena yang mengejutkan. Ada kasus pencurian yang menurut sebagian orang adalah jelas – jelas mencuri. Artinya ada yang memperoleh duit, serta ada pihak lain yang merasa jelas – jelas kecurian, serta jelas – jelas dilakukan oleh manusia, namun kasusnya tetap saja di mata pengadil belumlah terbukti sebagai pencurian. Ada juga tindakan pencurian yang dilakukan banyak orang, sedemikian banyaknya yang melakukan, sehingga demikian jamak, demikian lazim, sehingga akhirnya hal tersebut tidak disebut sebagai kasus pencurian karena sudah menjadi hal yang biasa. Lumrah. Padahal bisa jadi ada kejelasan dalam pemindahan hak atas sesuatu.

 

Ada pula pencurian yang tidak dilakukan oleh manusia, tetapi tetap saja dianggap sebagai pencurian. Contohnya adalah menjabret dengan memanfaatkan monyet, misalnya. Bila ada, ini bisa dianggap sebagai tindakan pencurian. Atau pas jaman saya kecil dulu sering ada kisah tuyul yang sering dimanfaatkan untuk mengambil barang milik orang lain, bisa duit, bisa perhiasan, atau bahkan beras. Di Jawa Timur, kalo nggak salah dikenal dengan istilah 'kebleg', makhluk halus yang dimanfaatkan untuk mencuri beras. Aneh – aneh saja pokoknya. Dan tentunya masih banyak lagi macamnya.

 

Hal ini karena definisi-definisi dari kasus pencurian itu senantiasa bergerak mengikuti jaman. Walau tidak semua definisi – definisi ihwal 'curi – mencuri' ini bergeser melulu. Ada juga yang kokoh, misalnya kasus maling ayam yang dari jaman saya kecil sampe sekarang nasibnya selalu sama, bila ketangkap basah langsung digebugin.

 

Selain itu masih ada lagi. Saya baru sadar bahwa ada tindakan model pencurian yang juga tidak disukai Tuhan, walau tidak ada yang merasa kecurian. Seorang rekan bercerita tentang ketidak-suka-an Tuhan kepada para pencuri yang jahat. Konon, Rasul Muhammad pernah menyampaikan hal tersebut, dan lantas para sahabat bertanya, " Siapakah pencuri yang jahat itu, wahai Rasul ? ".

Mendengar pertanyaan ini, Rasul menjawab," Dia mencuri dari sholatnya ". Walhasil makin bingunglah para sahabat Rasul, dan tentunya makin penasaran. Saya pas mendengar cerita ini dari teman saya juga penasaran sekali. Karena dalam hitungan seperti ini tidak ada yang kecurian. Masa iya sih Tuhan kehilangan dari sholat ?. Rasa penasaran ini terjawab pada bait kisah berikutnya, yakni dalam kisah tersebut Rasul Muhammad menyampaikan bahwa pencuri yang mencuri dari sholat adalah orang yang menjalankan sholat tetapi tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya.

 

Penyempurnaan ruku' dan sujud ini bisa bermacam – macam penafsiran menurut tingkatan pemahamannya. Pemahaman pertama adalah adanya bacaan yang tidak disempurnakan, dikebut, atau tidak tartil dalam melafalkan do'a ruku' dan atau sujud.

 

Pemahaman yang lain adalah bisa jadi tidak dilakukannya tuma'ninah antar gerakan. Seperti pada umumnya, gerakan ruku' dan sujud adalah gerakan yang lumrah sekali digandengkan dengan gerakan i'tidal dan gerakan duduk di antara dua sujud. Sehingga gerakan ini bisa dikebut dan ulah ini akan menghilangkan adanya 'waktu jeda' antar gerakan. Waktu jeda, atau dikenal pula dengan 'tuma'ninah' inilah yang bisa jadi hilang. Ini-pun mengurangi nilai kesempurnaan ruku' dan sujud.

 

Dalam pengertian makrifat, kesempurnaan sujud terutama difokuskan kepada penghambaan yang sebenar-benarnya kepada Tuhan. Dan semakin kecil diri ini dirasakan, merasa semakin tidak berdaya-nya manusia, maka semakin sempurna juga sujudnya. Ringkasnya demikian.

 

Apapun pengertiannya, tentunya dalam kasus 'pencurian kesempurnaan ruku' dan sujud' ini Tuhan tidak akan dirugikan barang sepucuk kuku-pun. Namun tentunya ada kewajiban manusia yang tidak tertunaikan, padahal itu merupakan hak Tuhan. Dan kasus inilah termasuk kasus pencurian yang jahat di mata Tuhan.

 

Begitulah beberapa macam 'mencuri' dan sedikit ceritanya. [] haris fauzi – 16 Oktober 2010.



salam,

haris fauzi

1 comment:

Kadri said...

Oh aku datang nih !!!
Salam Kenal .. !!