Friday, October 22, 2010

kenisah : masa injuri

MASA INJURI

 

Penikmat pertandingan sepak bola tentunya faham betul apa itu masa injuri, atau terkenal dengan nama 'injury time'. Saat – saat terakhir sebuah pertandingan sepak bola, biasanya menit sembilan puluh sekian. Saat yang genting, yang bisa saja memutar balik keadaan. Masa yang bisa membuat yang lengah terjungkal.

Semua pelatih sepak bola profesional sudah demikian faham akan gentingnya masa injuri ini. Di masa ini, pihak yang sudah unggul seharusnya semakin berhati – hati karena pihak yang kalah akan menyerang dengan lebih berbahaya, bahkan berusaha membalikkan keadaan dengan segala  cara. Tak jarang sebuah kemenangan di depan mata musnah gara – gara masa injuri yang cuma semenit – dua menit ini.

 

Kasus dalam sepakbola yang cukup populer adalah pada final Liga Champions Eropa, --entah tahun keberapa saya lupa,-- antara Manchester United melawan Bayern Muenchen. Hingga menit ke 89 Bayern Muenchen unggul satu gol, namun ternyata di menit penutupan –menit 90- kebobolan satu gol, dan sekitar satu menit kemudian, di masa injuri, kebobolan satu lagi. Ole Gunnar Solskjaer dan Teddy Sherringham menjadi pahlawan di dua gol United tersebut. Sementara pihak Bayern akhirnya berburai air mata.

 

Kasus masa injuri sebetulnya tidak hanya ada dalam sepak bola. Masa injuri yang merubah keadaan –di luar sepak bola— yang cukup terkenal dalam kisah wayang adalah pada kisah perang bharata dan dalam kejadian candi sewu.

Dalam perang bharata, suatu kali pernah terdapat masa injuri yang demikian krusial, ketika hampir saja pihak Kurawa meraih kemenangannya gara – gara 'kecerobohan' Arjuna. Jadi, pada suatu malam masa rehat paska perang hari itu, Arjuna demikian kalap mengetahui bahwa anak kesayangannya terbunuh. Karena kalapnya, Arjuna bersumpah kepada semesta bahwa bila pada laga perang keesokan harinya dia tidak mampu membunuh si pembunuh anaknya, maka Arjuna hendak bunuh diri. Dan sumpah ini disambut gelegar petir oleh Dewata.

 

Keadaan malam itu begitu menguntungkan pihak Kurawa, begitu mengetahui Arjuna ceroboh mengucapkan sumpah, maka tak ayal pembunuh anak Arjuna malahan ngumpet. Pihak Kurawa merasa kemenangan sudah dekat, karena sebenarnya kunci kemenangan perang bharata adalah pada Arjuna. Bila Arjuna mati, maka Kurawa tak akan kesulitan mengalahkan pihak Pandawa. Bila Arjuna hidup, maka dia-lah yang menumpas kedigdayaan pendekar – pendekar Kurawa.

 

Konon hingga siang menjelang –dalam pertempuran itu—Arjuna blingsatan kesulitan mencari pembunuh anaknya. Sementara peperangan setiap harinya selalu dihentikan pada petang menjelang, untuk dilanjutkan kemudian harinya ketika fajar menyingsing. Demikianlah jalannya peperangan masa itu. Pas malam hari ya berhenti.

 

Menjelang sore, si pembunuh itu masih ngumpet dengan asyiknya, sementara di luar sana Arjuna makin kalap mencari bebuyutannya ini. Namun dewa – dewa memang tak hendak membiarkan Arjuna bunuh diri. Disiapkanlah sebuah skenario untuk menciptakan tabir agar sang surya tertutup seakan – akan petang menjelang. Ini mirip kejadian kisah candi sewu yang membuat api unggun raksasa agar berkesan fajar menyingsing, namun ini kebalikannya. Dewa – dewa membuat tabir agar suasana menjadi seperti petang menjelang.

 

Mengetahui petang menjelang, pihak Kurawa lengah. Merasa bahwa sebentar lagi Arjuna akan bunuh diri, dan kemenangan Kurawa makin nyata di pelupuk mata. Tak ayal, si pembunuh tadi nongol hendak bersuka cita bersama bolo – bolo Kurawa merayakan kemenangan. Sementara Arjuna yang mengetahui bahwa petang kali ini adalah 'petang tipuan', langsung menyelesaikan misi kesumatnya. Dalam sekejap si pembunuh anaknya terkapar tanpa ampun. Pihak Kurawa begitu kaget mengetahui ihwal 'petang tipuan' ini.

 

Beberapa pertempuran penting kadang berbalik kondisinya ketika memasuki masa krusial seperti ini. Tak hanya Kurawa yang kalah di masa injuri, Muhammad SAW-pun –dalam pertempuran melawan musuhnya— pernah kalah gara – gara di masa injuri ada keteledoran dari pasukannya, yakni pasukan pemanah. Di masa injuri menjelang pertempuran berakhir pasukan pemanah ini tergiur oleh harta rampasan perang yang demikian banyak sehingga meninggalkan pos jaganya. Tak ayal, kelengahan ini dimanfaatkan pihak lawan, dan memutar balik semua hasil pertempuran seharian itu menjadi kekalahan telak di pihak Muhammad yang semula sepertinya sudah hendak meraih kemenangan dan bersiap akan berbagi harta rampasan perang. Dalam kekalahan karena keteledoran itu Muhammad terluka cukup parah karena terjungkal dari kuda-nya hingga konon giginya ada yang tanggal.

 

Contoh kasus masa injuri yang lain adalah ketika ada seorang Imam terkenal sedang sakaratul maut. Imam ini merupakan pemimpin besar ummat yang tidak diragukan lagi kesalehannya. Dalam keadaan sekarat dia terbaring ditemani anaknya yang melakukan talkin. Ketika sedang berlangsung talkin ini, tiba – tiba Sang Imam yang sekarat ini berteriak,"Tidakkk !!!". Tentunya sang anak kaget setengah mati merasa talkin-nya ditolak oleh Bapaknya. Setelah kejadian ini, sang Imam ternyata tidak jadi meninggal.

 

Ketika sudah sehat kembali, bertanyalah anak kepada bapaknya ihwal teriakan 'tidak'-nya itu. Sang Imam bercerita bahwa teriakannya bukan ditujukan kepada ajakan talkin anaknya, melainkan kepada iblis. Menurut cerita Sang Imam tersebut, di saat sekarat, di saat anaknya mengajak talkin, ternyata iblis menampakkan dirinya dan menghasutnya untuk mengingkari ajaran Tuhan. "Tentu saja aku menjawabnya dengan 'tidak', Anakku", demikian penjelasan Sang Imam.

 

Lantas Sang Imam menasehati anaknya, bahwa sekuat apa-pun perjalanan keimanan seseorang, setangguh apapun selama hidupnya, hendaknya janganlah lengah terhadap godaan iblis hingga detik terakhir. Iblis terus menganggu dan berusaha menyesatkan  –bahkan seorang Imam sekalipun—hingga detik terahir masa hidup seseorang. Dan bila di saat akhir itu seorang manusia terbujuk godaannya, maka dia akan mati dalam kesesatan. Sungguh masa injuri yang menegangkan. [] haris fauzi – 22 oktober 2010



salam,

haris fauzi

No comments: