BELAJAR DARI PARA ORANG TUA
Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari para sesepuh. Orang - orang tua memiliki banyak pengalaman, sehingga memiliki koleksi data empiris yang cukup banyak. Dan bila para sesepuh ada yang berkemampuan lebih dalam hal penarikan kesimpulan, maka pelajaran yang bisa diambil sungguh bermanfaat. Karena merupakan untaian hikmah yang bisa diterapkan kapan-pun tak lekang waktu.
Salah satunya adalah pelajaran pengelolaan keuangan pribadi. Pengelolaan keuangan pribadi berbeda dengan pengelolaan keuangan bisnis, walau tentu unsur neraca positifnya sama. Apa yang didapat dari para sesepuh memang beberapa berbeda dengan teori keuangan modern, namun secara taktis sebenarnya teori para orang tua ini cukup bersaing dalam segala jaman. Salah satu yang berbeda adalah bahwa menurut para sesepuh, pemasukan itu bukan masalah utama. Pendapatan boleh besar atau kecil, yang penting pengelolaannya. Ini menunjukkan filosifi ke-bersahajaan. Berbeda dengan kondisi kini dimana para eksekutif modern senantiasa memprioritaskan dan berlomba – lomba dalam meraup pemasukan keuangan sebanyak – banyaknya.
Para orang tua sering bilang bahwa ekspenses untuk dana pribadi itu terdiri dari empat pos pengeluaran utama. Pos pertama adalah pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Ini mencakup belanja kebutuhan harian, pembayaran sekolah, ongkos berangkat kerja, dan sebangsanya. Pos ini merupakan keharusan. Belanja beras, bayar sekolah, beli bensin, misalnya. Menurut para orang tua, pos ini sulit untuk dimampatkan kecuali memang ada penurunan kualitas. Misalkan semula makan nasi tiga kali sehari trus beralih menjadi makan singkong sehari sekali. Semula sekolah di sekolahan favorit beralih ke sekolahan Inpres. Atau semula ke kantor naik mobil trus menjadi jalan kaki. Misalnya gitu. Pos pertama ini tidak memiliki ruang yang cukup untuk negoisasi.
Yang patut digaris-bawahi adalah pengeluaran dana untuk keperluan ber-amal dimasukkan dalam pos pertama. Beramal merupakan pos wajib. Sungguh cukup berbeda dengan manajemen keuangan modern dimana pengeluaran beramal bisa jadi malah berada para prioritas bawah. Bisa jadi malah tidak dianggarkan dengan alasan kehabisan dana.
Pos pengeluaran kedua adalah pos untuk pembayaran hutang. Orang jaman sekarang boleh-lah menyepelekan hutang sehingga banyak kasus debt-collector. Juga banyak perusahaan yang 'ngemplang' hutang dari bank. Namun, nasihat dari para orang tua berbeda. Hutang masuk pada pos kedua yang juga non-negoitable. Hutang dibawa mati. Harus dibayar. Mangkanya teori ini berbeda dengan kebanyakan orang sekarang yang dengan mudahnya berhutang, dan meletakkan prioritas yang rendah untuk membayar. Kalo mungkin malah melupakan.
Untuk mendukung teori ini, maka para sesepuh selalu mengemukakan dalil yang 'saklek'. Yakni menganggap hutang sebagai 'makruh'. Sebaiknya dihindari. Dengan menghindari berhutang, seseorang tidak disulitkan untuk membayar. Dan bila tidak berhutang, maka tidak ada kewajiban membayar. Artinya, pos untuk pembayaran hutang menjadi hilang. Dengan hilangnya pos pembayaran hutang, semakin longgar keuangan pribadi kita.
Pos pengeluaran ketiga adalah pos pengeluaran untuk tabungan. Menabung itu wajib. Namun kebanyakan kita sekarang boro – boro menabung, untuk menutup keseharian saja udah babak belur dan berhutang sana –sini. Ini sudah menunjukkan mis-management semenjak awal. Salah urus semenjak awal. Para sesepuh selalu menganggarkan setidaknya seperempat penghasilan untuk ditabung.
Ada hal unik tentang tabungan. Orang tua menyukai tabungan yang bisa menabung dengan sendirinya. Misalnya logam emas atau deposito. Maksudnya tentu adalah sebentuk tabungan yang mampu mempertahankan nominal tabungan itu sendiri. Jadi teori lengkapnya begini, apabila tidak bisa menambah tabungan, setidaknya tabungan itu tidaklah berkurang nilainya. Seperti kita faham, mata uang kertas selalu melemah dari tahun ke tahun. Patokan para orang tua adalah nilai logam mulia. Artinya, sesepuh mengajarkan untuk menabung dalam bentuk emas. Bila mungkin, tabungan itu terus ditambah dari masa ke masa, namun bila tidak kesampaian, setidaknya nilai emas itu tidaklah berkurang.
Pos pengeluaran terakhir adalah pengeluaran untuk bersenang – senang. Untuk pos ini, nasihat beliau ada dua. Yakni, bersenang –senanglah dengan hobi yang produktif atau menghasilkan. Nasihat kedua adalah bersenang – senanglah dengan cara yang hemat. Tengoklah contoh hobi orang kuno. Banyak orang tua yang memiliki hobi puasa. Selain menyehatkan, hobi ini juga menghemat pengeluaran pembeli beras. Tidak sedikit pula orang tua yang bersenang – senang dengan menanam pohon buah – buahan, misalnya. Dan ketika panen, hobi ini malah menghasilkan. Apa hobi yang lain ? Dari tauladan nabi Muhammad, beliau punya hobi untuk menambal sendiri baju yang bolong. Juga selalu riang gembira ketika menyempatkan waktu untuk memperbaiki sendiri rumahnya—sepanjang mampu diperbaiki sendiri. Dengan menjadikannya hobi, setidaknya bisa menekan pengeluaran untuk membeli baju dan renovasi rumah. Gimana ? [] haris fauzi – 28 April 2011
Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari para sesepuh. Orang - orang tua memiliki banyak pengalaman, sehingga memiliki koleksi data empiris yang cukup banyak. Dan bila para sesepuh ada yang berkemampuan lebih dalam hal penarikan kesimpulan, maka pelajaran yang bisa diambil sungguh bermanfaat. Karena merupakan untaian hikmah yang bisa diterapkan kapan-pun tak lekang waktu.
Salah satunya adalah pelajaran pengelolaan keuangan pribadi. Pengelolaan keuangan pribadi berbeda dengan pengelolaan keuangan bisnis, walau tentu unsur neraca positifnya sama. Apa yang didapat dari para sesepuh memang beberapa berbeda dengan teori keuangan modern, namun secara taktis sebenarnya teori para orang tua ini cukup bersaing dalam segala jaman. Salah satu yang berbeda adalah bahwa menurut para sesepuh, pemasukan itu bukan masalah utama. Pendapatan boleh besar atau kecil, yang penting pengelolaannya. Ini menunjukkan filosifi ke-bersahajaan. Berbeda dengan kondisi kini dimana para eksekutif modern senantiasa memprioritaskan dan berlomba – lomba dalam meraup pemasukan keuangan sebanyak – banyaknya.
Para orang tua sering bilang bahwa ekspenses untuk dana pribadi itu terdiri dari empat pos pengeluaran utama. Pos pertama adalah pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Ini mencakup belanja kebutuhan harian, pembayaran sekolah, ongkos berangkat kerja, dan sebangsanya. Pos ini merupakan keharusan. Belanja beras, bayar sekolah, beli bensin, misalnya. Menurut para orang tua, pos ini sulit untuk dimampatkan kecuali memang ada penurunan kualitas. Misalkan semula makan nasi tiga kali sehari trus beralih menjadi makan singkong sehari sekali. Semula sekolah di sekolahan favorit beralih ke sekolahan Inpres. Atau semula ke kantor naik mobil trus menjadi jalan kaki. Misalnya gitu. Pos pertama ini tidak memiliki ruang yang cukup untuk negoisasi.
Yang patut digaris-bawahi adalah pengeluaran dana untuk keperluan ber-amal dimasukkan dalam pos pertama. Beramal merupakan pos wajib. Sungguh cukup berbeda dengan manajemen keuangan modern dimana pengeluaran beramal bisa jadi malah berada para prioritas bawah. Bisa jadi malah tidak dianggarkan dengan alasan kehabisan dana.
Pos pengeluaran kedua adalah pos untuk pembayaran hutang. Orang jaman sekarang boleh-lah menyepelekan hutang sehingga banyak kasus debt-collector. Juga banyak perusahaan yang 'ngemplang' hutang dari bank. Namun, nasihat dari para orang tua berbeda. Hutang masuk pada pos kedua yang juga non-negoitable. Hutang dibawa mati. Harus dibayar. Mangkanya teori ini berbeda dengan kebanyakan orang sekarang yang dengan mudahnya berhutang, dan meletakkan prioritas yang rendah untuk membayar. Kalo mungkin malah melupakan.
Untuk mendukung teori ini, maka para sesepuh selalu mengemukakan dalil yang 'saklek'. Yakni menganggap hutang sebagai 'makruh'. Sebaiknya dihindari. Dengan menghindari berhutang, seseorang tidak disulitkan untuk membayar. Dan bila tidak berhutang, maka tidak ada kewajiban membayar. Artinya, pos untuk pembayaran hutang menjadi hilang. Dengan hilangnya pos pembayaran hutang, semakin longgar keuangan pribadi kita.
Pos pengeluaran ketiga adalah pos pengeluaran untuk tabungan. Menabung itu wajib. Namun kebanyakan kita sekarang boro – boro menabung, untuk menutup keseharian saja udah babak belur dan berhutang sana –sini. Ini sudah menunjukkan mis-management semenjak awal. Salah urus semenjak awal. Para sesepuh selalu menganggarkan setidaknya seperempat penghasilan untuk ditabung.
Ada hal unik tentang tabungan. Orang tua menyukai tabungan yang bisa menabung dengan sendirinya. Misalnya logam emas atau deposito. Maksudnya tentu adalah sebentuk tabungan yang mampu mempertahankan nominal tabungan itu sendiri. Jadi teori lengkapnya begini, apabila tidak bisa menambah tabungan, setidaknya tabungan itu tidaklah berkurang nilainya. Seperti kita faham, mata uang kertas selalu melemah dari tahun ke tahun. Patokan para orang tua adalah nilai logam mulia. Artinya, sesepuh mengajarkan untuk menabung dalam bentuk emas. Bila mungkin, tabungan itu terus ditambah dari masa ke masa, namun bila tidak kesampaian, setidaknya nilai emas itu tidaklah berkurang.
Pos pengeluaran terakhir adalah pengeluaran untuk bersenang – senang. Untuk pos ini, nasihat beliau ada dua. Yakni, bersenang –senanglah dengan hobi yang produktif atau menghasilkan. Nasihat kedua adalah bersenang – senanglah dengan cara yang hemat. Tengoklah contoh hobi orang kuno. Banyak orang tua yang memiliki hobi puasa. Selain menyehatkan, hobi ini juga menghemat pengeluaran pembeli beras. Tidak sedikit pula orang tua yang bersenang – senang dengan menanam pohon buah – buahan, misalnya. Dan ketika panen, hobi ini malah menghasilkan. Apa hobi yang lain ? Dari tauladan nabi Muhammad, beliau punya hobi untuk menambal sendiri baju yang bolong. Juga selalu riang gembira ketika menyempatkan waktu untuk memperbaiki sendiri rumahnya—sepanjang mampu diperbaiki sendiri. Dengan menjadikannya hobi, setidaknya bisa menekan pengeluaran untuk membeli baju dan renovasi rumah. Gimana ? [] haris fauzi – 28 April 2011
2 comments:
Memang orang tua terkadang membuat kita tidak sabar dan jengkel. Ini mungkin dikarenakan perbedaan jeda waktu yang mengakibat pola pikir yang berbeda. Tetapi harus diakui kalau kita mau berhenti sejenak dan merenungkan kembali apa yang diucapka'orang tua'. Amazing........banyak kebaikan dan kebenaran yang tersurat....Salam Kenal ya.
mereka unggul dari sisi pengalaman dan perenungan... salam kenal juga
Post a Comment