Saturday, October 27, 2012

seperti halnya tasbih

Tahun ini, Hari Raya Idul Adha jatuh hari Jum'at, tepatnya tanggal 26 Oktober 2012. Suatu momen yang sangat istimewa karena hari Jum'at merupakan hari yang diberkahi dengan adanya ritual sholat Jum'at, ditambah keberkahan Hari Raya. Dengan begitu, ada setidaknya dua keutamaan yang memuliakan hari Jum'at tersebut. Yang pertama adalah keutamaan Idul Qurban, yakni menyegerakan pelaksanaan pemotongan hewan kurban dan lantas menunaikan pembagiannya. Sebagian umat Islam bersegera menggelar ajang penyembelihan hewan kurban, dan bahkan pelaksanaannya berlangsung hingga siang hari melewati saat sholat Jum'at.

Ini adalah Hari Raya. Dimana pada saat dhuha telah dilaksanakan sholat ied berjamaah lengkap dengan khutbahnya. Bila demikian maka pelaksanaan sholat Jum'at tidak menjadi wajib lagi. Dan bagi yang mengejar keutamaan pelaksanaan kurban, maka biasanya mereka diperbolehkan tidak menggelar sholat Jum'at.

Di pihak lain, ada umat Islam yang menunda pelaksanaan penyembelihan hewan kurban dan memilih menegakkan sholat Jum'at. Dengan alasan penyembelihan hewan kurban tidak akan usai ketika sholat Jum'at tiba, maka baru keesokan harinya --sabtu-- dilaksanakan penyembelihan. Mereka memilih keutamaan sholat jum'at.

Tidak ada yang salah dalam konteks ini. Keduanya adalah pilihan yang baik. Islam selalu menawarkan pilihan - pilihan yang terbaik bagi umat terbaik. Bagi yang melaksanakan penyembelihan kurban di hari Jum'at, artinya dia menyegerakan prosesi kurban dan memperoleh keutamaan dalam ibadah kurban. Bagi yang melaksanakan sholat Jum'at dan menunda prosesi kurban, mereka-pun memperoleh keutamaan menegakkan sholat Jum'at. Adanya dua alternatif terbaik ini mengingatkan kepada suatu cerita tentang seseorang yang bertanya mengenai tasbih. Tasbih itu sebenarnya adalah bacaan pujian, namun dalam makna sekarang, juga diartikan sebagai untaian manik - manik yang dipergunakan untuk menghitung banyaknya dzikir dan tasbih.

Alkisah ada seorang nenek yang bertanya kepada seorang Aulia,"Wahai Aulia, berdzikir sembilan puluh sembilan kali sebaiknya dihitung dengan jari ataukah menggunakan tasbih ?".
Aulia berbalik bertanya,"Wahai Nenek, apakah yang kau pergunakan sekarang ?".
"Aku mempergunakan jemariku...", jawab Nenek.
"Apa alasanmu ?".
"Supaya jemariku bertasbih dan mendapatkan tempat di surga kelak".
"Itu hal yang baik...", jawab Aulia.
Dan Sang Nenek bertanya kembali,"Bagaimana dengan menggunakan bulir manik tasbih ?".
Aulia berujar," Itu-pun baik. Manik tasbih dibuat oleh manusia, benang pengikatnya dibuat oleh manusia yang lain, diantar dan diperdagangkan oleh manusia - manusia yang lain. Si penjual manik menafkahi keluarganya dari berjualan manik. Apabila ada seorang pembeli yang menggunakan manik tasbih tersebut untuk berdzikir, maka insya Allah pahala dzikir-nya akan tercurah kepada mereka semua yang pernah menyentuh manik tersebut...". [] haris fauzi - 10 dzulhijjah 1433 H 

----
gambar : yogue.wordpress.com

Saturday, October 13, 2012

Gold Save Our Dreams

Setiap cita - cita, memiliki konsekuensi pengorbanan. Ada cita-cita yang memerlukan usaha keras, ada yang memerlukan pengorbanan biaya, adapula yang rela berpisah dengan kerabat gara - gara mewujudkan cita - cita atau impian. Tidak bisa dipungkiri bahwa hampir semua impian harus dibangun dengan kontribusi materi. Untuk mewujudkan impian tidak jarang seseorang harus menjadi materialistis, selalu mengejar - ngejar uang. Namun, tidak selamanya harus begitu. Aktifitas manusia dalam mengejar impian tidak selalu harus berwujud menjadi bersifat materialistis. Ada beberapa strategi yang mempermudah seseorang untuk mewujudkan cita - citanya.

Untuk mewujudkan impian, bila itu berkaitan dengan biaya, maka ada tiga pilihan. Pilihan pertama adalah menjual harta yang ada untuk mendapatkan dana segar. Hambatan pilihan ini adalah seringkali harta yang dibeli mahal harus rela dijual dengan harga murah karena sudah merupakan barang bekas. Barang bekas yang bisa mendapatkan nilai jual sepadan tidak banyak, diantaranya adalah rumah atau tanah yang kerap memiliki nilai bertambah. Orang jaman kuno sering menabung dengan wujud tanah dan lantas menjualnya ketika membutuhkan. Namun di jaman sekarang menabung tanah bukan hal populer karena perputaran uang menuntut kecepatan transaksi. Menjual tanah tidak bisa dilakukan dengan cepat. Perlu kesabaran, dan bila dijual cepat, bisa jadi malah menurunkan nilai tawar sehingga malah menurunkan harganya sendiri.

Pilihan kedua adalah menabung. Umumnya menabung secara konvensional adalah menyimpan uang. Secara modern adalah berarti memasukkan uang ke rekening bank dengan konsekuensi pertumbuhan bunga atau bagi hasil yang kecil. Orang yang menabung di bank disebut dengan nasabah. Seorang nasabah kerap kecewa ketika nilai tabungannya tidak kunjung mencapai nilai barang yang diharapkan. Ketika dalam setahun berhasil menabung sekitar 4 juta rupiah, harga rumah yang diidamkan telah melambung seharga 8 juta, misalnya. Banyak penyebabnya. Salah satu analisa adalah adanya penurunan nilai mata uang. Penurunan nilai mata uang, baik itu rupiah atau dolar amerika, menuntut seseorang untuk bekerja lebih keras dalam mencari nafkah. Penurunan nilai mata uang memicu kenaikan harga. Otomatis, perlu usaha lebih untuk mendapatkan uang lebih banyak. Jadi, menabung uang hanyalah sarana menyimpan untuk tujuan tertentu tanpa diganggu gugat untuk kebutuhan lain. sementara nilai tabungan menurun seiring dengan penurunan nilai mata uang.

Dalam mewujudkan impian, langkah pilihan ketiga adalah berhutang. Dengan berhutang seseorang mendapatkan dana segar untuk mewujudkan impian. Namun tidak jarang pada hari - hari berikutnya orang tersebut akan kelabakan untuk menutup hutang tersebut. Cicilan hutang kadangkala menerapkan bunga yang tinggi, sehingga menyedot penghasilan. Belum lagi, ketika kesialan menerpa,---terkena Pemutusan Hubungan Kerja atau kegagalan bisnis, misalnya,--- seseorang menjadi cacat bayar dan tidak bisa melakukan pembayaran cicilan dalam kurun tertentu yang berdampak kepada penyitaan. Dan akibatnya, 'impian" yang telah diraih dengan berhutang tersebut akhirnya lenyap kembali.

Nasehat orang tua itu tak lekang waktu. Mereka kerap menganjurkan untuk menabung bila hendak mewujudkan impian. Filsafat menabung adalah menumpuk sedikit demi sedikit harta untuk menjadi bukit di hari kemudian. Menabung apa ? Menabung uang caranya sangat mudah, bahkan cukup dengan menyediakan celengan. Namun menabung uang --baik di celengan atau di bank--, berakibat nilainya tergerus inflasi. Prinsip "menabung" nyaris tidak berlaku bila kita menabung mata uang biasa, karena ternyata nilai mata uang itu selalu merosot. Kita harus ekstra keras untuk menambahkan dalam jumlah besar setiap kali menabung. Selain untuk menambah, tentunya hal ini juga untuk mengimbangi penurunan nilai mata uang. Menabung uang dalam bentuk deposito terkendala pola pencairan dana yang tidak fleksibel.

Menabung tanah atau property ? Maka terkendala proses transaksi dan tidak likuid. Menabung bentuk lain, seperti saham atau bentuk kontribusi bisnis, juga merupakan pilihan yang bisa dilakukan namun memiliki kelemahan yang cukup kompleks, yakni resiko yang tinggi dan akses yang sulit. Tidak semua orang bisa berdagang dan menabung saham.

Trus ? Bagaimana cara menabung yang mudah, resiko kecil, tetapi memiliki pertambahan pesat ? Jawaban untuk hal ini adalah menabung dalam bentuk emas. Bukan emas perhiasan, namun emas batangan. Proses jual - beli emas relatif mudah, bisa dilakukan di toko emas manapun. Dan kini juga bisa dilakukan di banyak bank. Tidak seperti kurs mata uang, kurs harga emas relatif stabil dengan nilai jual - beli yang tidak terlalu besar bedanya. Dan yang terutama adalah nilai emas memiliki kencenderungan pertambahan tetap. Setiap tahun, nilai mata uang dunia selalu berapresiasi dengan kecenderungan menurun terhadap harga emas dunia. Bukan emas-nya yang menjadi mahal, tetapi kurs mata uang yang merosot. Emas lebih eksis dengan nilainya sehingga terkesan selalu bertambah.

Sejatinya menabung dalam bentuk emas akan memberikan efek pertambahan ganda. Bila kita rajin menambahkannya, maka jelas tabungan itu akan bertambah nilainya. Namun bila kita membiarkan tabungan emas yang ada, itupun tidak masalah, karena nilai emas selalu naik terhadap kurs mata uang. Dalam banyak grafik analisa, nilai emas jarang sekali terjadi penurunan terhadap mata uang mana-pun di dunia ini. Bila kita amati, dalam tiga puluh tahun terakhir, penurunan nilai emas hanya terjadi pada awal 80-an dan awal 2010. Itu-pun karena telah mengalami kenaikan yang pesat sehingga penurunan tersebut hanya berupa proses equilibrium atau penyetimbangan. Harga emas hari ini adalah sekitar sepuluh kali lipat harga emas pada lima belas tahun lampau. Bila kita mempunyai emas seharga satu juta rupiah pada tahun 1997, maka bila emas itu kita jual hari ini akan laku dengan harga sekitar sepuluh juta rupiah. Inilah kenapa para orang tua menyebutnya dengan "tabungan yang bisa menabung dengan sendirinya".

Dalam mewujudkan impian, ada tiga hal penting yakni usaha, doa, dan menabung. Bila kita sudah berusaha, sudah berdoa, maka kita juga harus memutuskan tabungan yang cocok untuk mewujudkan impian kita. Salah satu tabungan yang memudahkan adalah menanamkan jerih payah usaha kita dalam invenstasi tabungan emas. Ketika kita alpa menambahkan ke dalam tabungan, tabungan emas itu dengan sendirinya telah berkembang sesuai pertambahan nilainya terhadap nilai tukar mata uang. Dengan demikian tabungan emas memudahkan kita meraih apa yang kita idamkan, "Gold Save Our Dreams". [] haris fauzi - 19 sept 2012

Thursday, October 11, 2012

Telunjuk Yang Bergetar

 
Nabi Muhammad SAW selalu bergetar sekujur tubuhnya ketika sholat. Pun Ali bin Abi Thalib gemetar laksana demam sesaat sebelum berwudlu. Al kisah dalam antrian berwudlu salah seorang sahabat bertanya kepada Ali,"Wahai Ali, apakah engkau demam ?". Dan Ali menjawab," Hati dan tubuhku bergetar hebat karena hendak berjumpa Allah dalam sholat. Aku gemetar...".

Dampaknya adalah ketika sedang menunaikan sholat, dan juga pada ketika melakukan duduk tawarruk -tahiyyat akhir, maka bergetarlah sekujur tubuhnya termasuk jari telunjuknya. Gerakan menegakkan jari telunjuk merupakan gerakan terakhir sholat sebelum salam. Dan Nabi selalu bergetar jari telunjuknya ketika ber-sholat.

Ada dua versi pemahaman terhadap bergetarnya telunjuk ini. Sebagian kaum Islam kemudian mencontoh gerakan telunjuk dengan menggerak-gerakan jari telunjuknya, walaupun bukan dalam keadaan gemetar. Sebagian lain menerjemahkan dengan mendiamkan telunjuknya. Tidak menggerakkan telunjuknya kecuali bila memang gemetaran seperti halnya Nabi Muhammad atau Sahabat Ali. Alasannya adalah tidak diperbolehkan untuk dengan sengaja menambah gerakan yang tidak perlu dalam sholat.

Dalam gerakan dari i'tidal menuju ke sujud, setidaknya ada dua versi pula, mungkin lebih. Versi pertama adalah dengkul turun duluan ke tanah, baru telapak tangan. Versi kedua adalah telapak tangan dahulu, barulah dengkul menyusul. Dasar utama dari dalil gerakan ini adalah tidak diperbolehkan membanting dengkul ketika hendak bersujud. Jangan seperti seekor unta yang membanting dengkulnya ke tanah. Ini jelas sekali dalam rangka tuma'ninah, yakni menjaga kekhusyu'-an sholat dengan tidak terburu - buru dalam setiap gerakan sholat.

Untuk versi pertama sudah sangat jelas, seiring dalam aturan tuma'ninah. Dengan tangan turun duluan maka telapak tangannya akan menyangga ke tanah, praktis dengkul bisa diturunkan dengan pelan - pelan. Sementara untuk versi kedua, bukan berarti kemudian dengkulnya terbanting keras. Tidak dipungkiri bahwa banyak juga orang yang mampu menurunkan dengkulnya pelan - pelan walau tanpa di sangga oleh tangannya. Ini hanya masalah sistem motorik dalam keseimbangan tubuh. [] haris fauzi - 11 oktober 2012

Tuesday, October 02, 2012

dengan multi dimensi

Ini adalah semacam pemahaman terhadap agama Islam. Bagi sebagian orang, agama Islam mengajarkan satu Tuhan, satu hal, satu cara. Tentang satu Tuhan, kesepakatan itu adalah masalah Tauhid. Cukup. Namun bila mengenai "satu cara", ada beberapa persoalan. Bagi orang yang lain bisa jadi tidak harus satu cara seperti itu. Baiklah andai memang satu hal, perlu ditelusuri mengapa Tuhan membuat banyak macam manusia. Dalam kitab suci al-Qur'an disebutkan bahwa andai saja Tuhan berkehendak, tentunya umat manusia dijadikan satu macam sahaja, semua orang taat, sehingga Rasul tidak kesulitan mengaturnya. Atau satu macam saja semua menjadi umat ingkar sehingga Rasul dengan mudah berdoa agar Tuhan membumi hanguskan alam semesta ini. Atau satu suku saja sehingga dengan mudah mempelajari bahasanya. Namun kenyataannya tidaklah seperti itu. Tuhan menjadikan beragam manusia. Beragam juga keingkarannya, dan tentunya beragam pula ketaqwaannya.

Muhammad adalah pembawa risalah Islam. Empat orang terdekat -selain istrinya- dalam masa kerasulan Muhammad adalah Abubakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Artinya, keempat orang inilah penerus risalah Islam, dan lantas dilanjutkan dengan para sahabat, dan sahabatnya sahabat. Ada empat generasi keemasan dalam dakwah Islam, yakni masa Muhammad, masa Khulafaur Rasyidin, masa sahabat, dan masa sahabatnya sahabat.

Empat khalifah setelah Rasulullah, memiliki karakter yang berbeda - beda. Abubakar terkenal sabar, Umar terkenal tegas, Utsman terkenal teliti, dan Ali terkenal pintar. Risalah Islam masa itu seakan menggambarkan bahwa islam adalah suatu tata peri hidup yang multi dimensi, begitu teman saya menyebutnya. Artinya, tidak bisa dipandang hanya sebagai satu tatalaksana.

Muhammad adalah insan pilihan, dia sempurna, sebegitu sempurnanya hingga jika seluruh dunia ini dikumpulkan orangnya, masihlah belum mumpuni untuk menyaingi kesempurnaannya. hal ini juga mewujud kepada empat khulafaur rasyidin dalam meneladani Muhammad. Ada hal - hal yang dilakukan Abubakar, namun tidak terdapat pada diri yang lainnya, demikian juga sebaliknya. Muhammad beristri lebih dari satu, demikian juga dengan beberapa sahabat, namun, konon Ali bin Abi Thalib memiliki satu istri, walau beberapa kali menikah, tetapi konon dalam satu masa hanya satu istri. Ada beberapa sirah yang mengatakan demikian.

Bila Muhammad mengajarkan satu dimensi Islam, taruhlah tatacara sholat, tentunya, empat murid pertamanya akan melakukan hal yang sama persis. Tetapi ternyata tidak. Sholatnya Umar pembacaan al-Fatihah sangat kencang tidak seperti Abubakar yang membacanya dengan halus. Sholat tarawihnya Ali bin Abi Thalib dilaksanakan di rumah seperti halnya Muhammad, namun Umar melakukannya di masjid dengan berjamaah. Itu sebagai contoh.

Ketika demikian, maka Islam lebih tepat bila dipandang sebagai agama dengan satu tujuan namun memiliki banyak jalan dan banyak pintu. Maklum, selain al-Qur'an, perilaku umat Islam adalah mengacu kepada sunnah nabi Muhammad. Sunnah itu adalah 'jalan' atau 'way'. Sunnah ditempuh oleh para sahabat. Dengan karakter yang berbeda - beda, bahkan khulafaur rasyidin-pun menempuh jalan sunnah yang berbeda-beda dalam menegakkan dan melanjutkan risalah Muhammad.

Jadi, ketika ada banyak profesi, ada banyak karakter, dan ada banyak tatacara, kemungkinan itu adalah jalan yang beragam. Bila jalannya benar, maka dia akan mencapai tujuannya, bila sesat maka dia akan terjerumus. namun, jalan yang benar tidaklah harus satu macam saja. Bisa dibayangkan bila hanya memiliki satu jalan saja akan terjadi kemacetan. Contohnya dalam hal pilihan profesi. Ketika semua orang mencontoh Alibin Abi Thalib untuk menjadi seorang pengajar, maka tidak ada yang mau menjadi prajurit yang gagah seperti Umar, dan tidak ada yang mau mencontoh Utsman menjadi administrator ulung.

Dan ketika Tuhan menciptakan keaneka-ragaman komunitas manusia, dimana dunia ini tidaklah seragam, maka hal keteladanan tersebut tidaklah menjadi wahana sempit yang mengekang. Tercipta beragam tatalaksana yang tidak menyimpang. Alasannya adalah karena agama Islam itu adalah rahmat bagi alam semesta. Tidak hanya bagi segolongan manusia ber-ras Arab, misalnya. Banyaknya jalan yang ditawarkan tentunya solusi untuk seluruh umat yang beragam --bahkan alam semesta ini. Itulah kenapa dalam pemahaman seperti ini diperlukan keterbukaan paradigma mengenai alternatif - alternatif yang tidak selalu harus satu, alternatif - alternatif yang multi-dimensi. [] haris fauzi - 02 okt 2012