Ini adalah semacam pemahaman terhadap agama Islam. Bagi sebagian orang, agama Islam mengajarkan satu Tuhan, satu hal, satu cara. Tentang satu Tuhan, kesepakatan itu adalah masalah Tauhid. Cukup. Namun bila mengenai "satu cara", ada beberapa persoalan. Bagi orang yang lain bisa jadi tidak harus satu cara seperti itu. Baiklah andai memang satu hal, perlu ditelusuri mengapa Tuhan membuat banyak macam manusia. Dalam kitab suci al-Qur'an disebutkan bahwa andai saja Tuhan berkehendak, tentunya umat manusia dijadikan satu macam sahaja, semua orang taat, sehingga Rasul tidak kesulitan mengaturnya. Atau satu macam saja semua menjadi umat ingkar sehingga Rasul dengan mudah berdoa agar Tuhan membumi hanguskan alam semesta ini. Atau satu suku saja sehingga dengan mudah mempelajari bahasanya. Namun kenyataannya tidaklah seperti itu. Tuhan menjadikan beragam manusia. Beragam juga keingkarannya, dan tentunya beragam pula ketaqwaannya.
Muhammad adalah pembawa risalah Islam. Empat orang terdekat -selain istrinya- dalam masa kerasulan Muhammad adalah Abubakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Artinya, keempat orang inilah penerus risalah Islam, dan lantas dilanjutkan dengan para sahabat, dan sahabatnya sahabat. Ada empat generasi keemasan dalam dakwah Islam, yakni masa Muhammad, masa Khulafaur Rasyidin, masa sahabat, dan masa sahabatnya sahabat.
Empat khalifah setelah Rasulullah, memiliki karakter yang berbeda - beda. Abubakar terkenal sabar, Umar terkenal tegas, Utsman terkenal teliti, dan Ali terkenal pintar. Risalah Islam masa itu seakan menggambarkan bahwa islam adalah suatu tata peri hidup yang multi dimensi, begitu teman saya menyebutnya. Artinya, tidak bisa dipandang hanya sebagai satu tatalaksana.
Muhammad adalah insan pilihan, dia sempurna, sebegitu sempurnanya hingga jika seluruh dunia ini dikumpulkan orangnya, masihlah belum mumpuni untuk menyaingi kesempurnaannya. hal ini juga mewujud kepada empat khulafaur rasyidin dalam meneladani Muhammad. Ada hal - hal yang dilakukan Abubakar, namun tidak terdapat pada diri yang lainnya, demikian juga sebaliknya. Muhammad beristri lebih dari satu, demikian juga dengan beberapa sahabat, namun, konon Ali bin Abi Thalib memiliki satu istri, walau beberapa kali menikah, tetapi konon dalam satu masa hanya satu istri. Ada beberapa sirah yang mengatakan demikian.
Bila Muhammad mengajarkan satu dimensi Islam, taruhlah tatacara sholat, tentunya, empat murid pertamanya akan melakukan hal yang sama persis. Tetapi ternyata tidak. Sholatnya Umar pembacaan al-Fatihah sangat kencang tidak seperti Abubakar yang membacanya dengan halus. Sholat tarawihnya Ali bin Abi Thalib dilaksanakan di rumah seperti halnya Muhammad, namun Umar melakukannya di masjid dengan berjamaah. Itu sebagai contoh.
Ketika demikian, maka Islam lebih tepat bila dipandang sebagai agama dengan satu tujuan namun memiliki banyak jalan dan banyak pintu. Maklum, selain al-Qur'an, perilaku umat Islam adalah mengacu kepada sunnah nabi Muhammad. Sunnah itu adalah 'jalan' atau 'way'. Sunnah ditempuh oleh para sahabat. Dengan karakter yang berbeda - beda, bahkan khulafaur rasyidin-pun menempuh jalan sunnah yang berbeda-beda dalam menegakkan dan melanjutkan risalah Muhammad.
Jadi, ketika ada banyak profesi, ada banyak karakter, dan ada banyak tatacara, kemungkinan itu adalah jalan yang beragam. Bila jalannya benar, maka dia akan mencapai tujuannya, bila sesat maka dia akan terjerumus. namun, jalan yang benar tidaklah harus satu macam saja. Bisa dibayangkan bila hanya memiliki satu jalan saja akan terjadi kemacetan. Contohnya dalam hal pilihan profesi. Ketika semua orang mencontoh Alibin Abi Thalib untuk menjadi seorang pengajar, maka tidak ada yang mau menjadi prajurit yang gagah seperti Umar, dan tidak ada yang mau mencontoh Utsman menjadi administrator ulung.
Dan ketika Tuhan menciptakan keaneka-ragaman komunitas manusia, dimana dunia ini tidaklah seragam, maka hal keteladanan tersebut tidaklah menjadi wahana sempit yang mengekang. Tercipta beragam tatalaksana yang tidak menyimpang. Alasannya adalah karena agama Islam itu adalah rahmat bagi alam semesta. Tidak hanya bagi segolongan manusia ber-ras Arab, misalnya. Banyaknya jalan yang ditawarkan tentunya solusi untuk seluruh umat yang beragam --bahkan alam semesta ini. Itulah kenapa dalam pemahaman seperti ini diperlukan keterbukaan paradigma mengenai alternatif - alternatif yang tidak selalu harus satu, alternatif - alternatif yang multi-dimensi. [] haris fauzi - 02 okt 2012
No comments:
Post a Comment