Buntut dari proposal kegiatan berbau LGBT yang hendak diselenggarakan BEM Fisip UB masih ada. Setelah proposal tersebut tidak disetujui oleh Rektor Universitas Brawijaya, maka pihak pendukung LGBT yang berada di-luar kampus, mendesak agar Rektor mencabut larangan tersebut.
Kontan ini menyulut pro kontra. Maka perang petisi pun di mulai. Muncul dua petisi, petisi pertama lahir tgl 10 nopember oleh Masyarakat Toleran, petisi ini pro LGBT dan sempat diulas di Tempo. Petisi kedua adalah petisi Pro Rektor, yang diinisiasi oleh Ikatan Alumni UB pada 16 nopember. Kedua petisi ini berlomba dukungan hingga akhirnya petisi kedua diblokir tanpa alasan yang jelas pada tanggal 17 nopember sekitar jam 1 siang. Pada saat itu posisi dukungan suara mencapai 139 pendukung LGBT, dan 880 pendukung Rektor.
Dengan terblokirnya petisi tersebut, Ikatan Alumni UB meneruskan usahanya dengan merancang surat terbuka yang bisa dikonsumsi publik, sebagai surat dukungan kepada Rektor universitas Brawijaya. Pada prinsipnya, surat dukungan kepada keputusan Rektor Universitas Brawijaya berisi tiga hal utama :
Yang pertama adalah ihwal LGBT dalam konteks masyarakat beragama.
Dalam norma agama mana-pun,
kelakuan LGBT tidaklah bisa dibenarkan. Tidak
satupun norma masyarakat yang berlaku di-Indonesia membenarkan hal tersebut.
Untuk itu kegiatan – kegiatan yang mendorong tumbuh kembangnya ihwal LGBT,
seyogyanya harus ditiadakan, karena menyimpang dari norma agama yang dipegang
oleh masyarakat Indonesia. Kegiatan –
kegiatan yang menumbuh-kembangkan kelakuan LGBT adalah termasuk dalam kategori kemunkaran
yang harus dihentikan. Apalagi bila kegiatan tersebut hendak diselenggarakan
oleh institusi pendidikan. Sebagaimana diketahui, Universitas Brawijaya adalah institusi pendidikan yang juga dikenal
sebagai kampus religius karena telah berkontribusi memberikan sumbangsihnya
secara nasional, kampus Universitas Berawijaya memiliki reputasi tinggi dalam
religius, diantaranya adalah sebagai kampus yang melahirkan organisasi “Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia
(ICMI)”. Tentu, adalah sebuah kesalahan besar bila kampus religius
berencana hendak menyelenggarakan kegiatan yang melanggar nilai agama.
Hal kedua adalah adanya keputusan Rektor Universitas Brawijaya
Berkenaan dengan usulan kegiatan
dari BEM Fisip UB bertajuk “Brawijaya International Youth Forum 2015” dimana
rencananya akan dilaksanakan pada Nopember 2015 (diisi oleh DR. Dede Utomo-Aktivis
LGBT, dan Yuli Rustinawati-Gerakan LGBT arus Pelangi) , maka Rektor Universitas Brawijaya telah melakukan
banyak pertimbangan sebelum mengambil keputusan untuk TIDAK MENGIJINKAN
penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Setelah melalui berbagai pertimbangan,
maka Rektor Universitas Brawijaya memutuskan untuk tidak mengijinkan kegiatan
tersebut dengan pertimbangan lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Rektor ber-hak memutuskan hal
tersebut dikarenakan usulan kegiatan tersebut muncul dari sivitas BEM Fisip,
yang mana menjadi domain Rektor. Keputusan Rektor ini patut didukung oleh
para Alumni dan sudah seharusnya dihormati oleh masyarakat umum.
Dengan adanya petisi dari pihak luar yang hendak
menggagalkan keputusan Rektor UB tersebut, maka berarti pihak luar tersebut hendak melakukan intervensi dalam teritorial kampus
Universitas Brawijaya. Untuk ini, segenap Alumni UB dan masyarakat luas
seyogyanya memberikan dukungan kepada Rektor UB untuk mengukuhkan keputusannya
melarang kegiatan tersebut.
Hal ketiga adalah petisi di domain change.org *)
Ikatan Alumni UB juga menggalang
dukungan kepada Rektor UB untuk melarang menyelenggaraan kegiatan “Brawijaya
International Youth Forum 2015”. Dukungan diberikan dalam berbagai bentuk,
seperti listing pendukung di grup, sosialisasi ke media, dan pembuatan petisi
di domain change.org.
Petisi di change.org dibuat oleh Presiden Sarungers Indonesia pada
tanggal 16 Nopember 2015, dan pada tanggal 17 Nopember 2015 telah menggalang
lebih dari 800 pendukung pada sekitar pukul 10 siang. Petisi ini hilang pada tanggal tersebut sekitar pukul
11 siang. Tidak bisa diakses, di-blokir tanpa ada kejelasan.
Untuk itu kami juga menyesalkan
atas perlakuan change.org yang ternyata
tidak netral dalam keberpihakan. Seperti diketahui, petisi yang digalang
oleh pihak pendukung LGBT baru meraih dukungan 139 orang. Sementara petisi yang
mendukung keputusan Rektor telah mencapai lebih dari 800 pendukung.
*) surat kronologis kehilangan petisi yang ditulis oleh pencetus petisi dapat di-klik di : "Hilangnya Petisi Kami"
No comments:
Post a Comment