Mari kita ingat - ingat. Saat penetapan hari raya Iedul Fitri, --yakni tanggal 1 syawwal,-- beberapa kali terjadi perbedaan selisih satu hari, baik antar daerah ataupun antar metode penetapan penanggalan. Kini, tahun 2018, terjadi perbedaan pula terhadap penetapan penanggalan namun bukan 1 syawwal, melainkan tanggal 1 Dzulhijjah 1439 Hijriyah. Sebetulnya, perbedaan tanggal dalam penetapan awal bulan Dzulhijjah bisa lebih heboh daripada perbedaan saat penetapan 1 syawwal. Hal ini dikarenakan penetapan awal Dzulhijjah bisa menimbulkan multi persepsi. Dan itulah yang terjadi kini. Indonesia, dimana lokasinya lebih timur daripada Arab Saudi, ternyata hilal bulan Dzulhijjah muncul lebih lambat 1 hari dibandingkan dengan penetapan di Arab Saudi. Jadi, Indonesia dimana waktu internasionalnya lebih dahulu sekitar 4 jam dari Arab Saudi, ternyata penanggalan Dzulhijjahnya tertinggal 1 hari. Ketika Arab Saudi sudah bertanggal 1 Dzulhijjah, di hari yang sama di Indonesia ternyata belum masuk Dzulhijjah.
Apa dampaknya ? Dampaknya adalah pada pelaksanaan salah satu ibadah haji, yakni Wukuf di padang Arafah. Tanggal 9 Dzulhijjah versi Arab, jatuh hari senin 20 Agustus 2018. Nah, di Indonesia, pada tanggal 20 Agustus, masih tanggal 8 Dzulhijjah. Telat sehari. Masalahnya tidak disitu, karena pelaksanaan Wukuf di lokal Arab Saudi, jadi ya pasti mengikuti penanggalan versi Arab Saudi. Masalahnya adalah pada penetapan waktu untuk pelaksanaan puasa Arafah. Walhasil dengan ini, umat Islam di Indonesia ada kebingungan ihwal pelaksanaan puasa Arafah yang harusnya dilaksanakan tanggal 9 Dzulhijjah. Secara teori ideal, baik wukufnya maupun puasanya, seharusnya dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Bagi yang sedang menunaikan ibadah haji, tentunya hal ini tidak bermasalah, karena pemerintah Arab Saudi telah memutuskan bahwa pada 20 Agustus 2018 adalah tanggal 9 Dzulhijjah, yang berarti dilaksanakan ibadah wukuf di padang Arafah. Bagi yang sedang di Arab Saudi namun tidak sedang berhaji, tentunya dengan mudah menetapkan kapan dia akan melaksanakan puasa Arafah. Tidak masalah juga.
Yang masalah itu di sini, di Indonesia. Kan --ternyata-- di Indonesia masih tanggal 8 Dzulhijjah ? Bolehkah kita yang masih bertanggal 8 Dzulhijjah di lokal Indonesia berpuasa Arafah seiring pelaksanaan ibadah wukuf ? Atau harus menunggu besok walau notabene acara ibadah wukuf sudah kelar ? Baiklah, kita tengok dulu salah satu dalil puasa Arafah.
Dalam dalil tersebut ditekankan ihwal puasa Arafah, karena saat itu jamaah haji sedang menunaikan wukuf di padang Arafah tanggal 9 Dzulhijjah (waktu Arab Saudi), dimana berarti jatuh pada tanggal 20 Agustus, bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijjah waktu Indonesia, merujuk kepada perbedaan penetapan kalender. Bila kejadiannya seperti demikian, maka bagi umat Islam di Indonesia --yangmana pada saat ini mengalami takdir berbeda kalender,-- dapat melaksanakan puasa Arafah pada tanggal 8 Dzulhijjah waktu Indonesia dengan --setidaknya-- dua alasan. Alasan pertama --jelas sangat kuat-- adalah berpuasa Arafah karena merujuk kepada pelaksanaan wukuf di padang Arafah. Entah tanggal berapapun, yang penting ketika ada ritual ibadah wukuf di Arafah, maka itulah saatnya untuk berpuasa Arafah. Beres.
Alasan kedua adalah meyakini bahwa kita bertanggal 9 Dzulhijjah, walaupun sebetulnya organisasi Islam mayoritas disini menyatakan bahwa di Indonesia adalah tanggal 8 Dzulhijjah. Bagi umat Islam Indonesia yang meyakini alasan kedua, maka sehari setelah puasa Arafah, dia berlebaran Iedul Adha dan melaksanakan sholat Ied karena setelah puasa Arafah 9 Dzulhijjah adalah tanggal 10. Artinya, sholat Ied dilaksanakan satu hari lebih cepat daripada penetapan pemerintah, tetapi bebarengan dengan penetapan Arab Saudi. Dan itu memang ada, salah satunya organisasi HASMI, yang bersholat Ied pada 21 Agustus. Walau ihwal sholat Ied ini, ternyata sebagian besar masjid menyelenggarakan sholat Iedul Adha 10 Dzulhijjah pada 22 Agustus 2018. Ini artinya adalah tanggal 11 Dzulhijjah versi penanggalan Arab Saudi.
Lho ? Sekarang prtanyaannya adalah bolehkan sholat Ied di hari raya kedua, yakni 11 Dzulhijjah ? Untuk hal ini, saya baru menemukan justifikasi untuk sholat Iedul Fitri. Yakni ketika Rasulullah SAW pada suatu siang menyatakan perintah membatalkan puasa karena hari tersebut ternyata sudah masuk Syawwal. Hari itu --ternyata-- sudah 1 syawwal. Dan Rasulullah memerintahkan sholat Ied keesokan harinya, tanggal 2 Syawwal. Untuk pelaksanaan sholat Iedul Adha pada 11 Dzulhijjah, saya belum menemukan referensinya.
Berarti bolehkan berpuasa Arafah pada tanggal 8 Dzulhijjah ? Tentu saja boleh bila merujuk kepada alasan pertama. Ini malah pada posisi aman. Puasa pada 8 Dzulhijjah WIB bertepatan dengan pelaksanaan wukuf di Arafah, yakni tanggal 20 Agustus 2018. Trus pada 9 Dzulhijjah - 21 Agustus boleh berpuasa, boleh pula tidak. Tidak berpuasa dengan asumsi bahwa tidak ada kejadian wukuf di hari itu. Boleh pula berpuasa dengan asumsi saat itu adalah tanggal 9 Dzulhijjah versi penanggalan hilal lokal Indonesia, walau tidak ada pelaksanaan ritual wukuf saat itu. Dan baru keesokan harinya, 21 Agustus 2018 melaksanakan Sholat Iedul Adha bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah waktu lokal Indonesia.
Jadi, hal perbedaan tanggal demikian sangat mungkin terjadi. Yang perlu kita berhati - hati adalah adanya kemungkinan pihak - pihak yang sengaja menggesek-besarkan perbedaan ini sehingga menodai persatuan dan ukhuwwah umat Islam. Ini tidak main - main. [] haris fauzi - 21 agustus 2018
No comments:
Post a Comment