Thursday, October 01, 2020

Politik Adi Luhung Prof. H. Amien Rais

Mungkin, berbekal kesuksesan penerapan konsep Tauhid Sosial, maka paska gerakan reformasi 1998, Amien Rais mencanangkan Politik Adi Luhung. Sejatinya, konsep Tauhid Sosial ini mengacu kepada konsep utama Muhammadiyah. Organisasi dimana Amien Rais pernah menjadi pemimpin. Bergerak di bidang sosial, pendidikan, kesehatan, dan kemaslahatan rakyat banyak, sedikit banyak bersentuhan dengan politik. Prinsip utama dalam Tauhid Sosial ini adalah konsep Ke-Tuhanan. Ber-Tuhan untuk ber-sosial. Bersosial dengan pegangan ber-Tuhan. Habluminallaah Habluminannaas. Teori Tauhid Sosial ini terbukti sudah implementatif bagi Muhammadiyah. Dan bagi Amien Rais juga tentunya. Muhammadiyah adalah sebuah organisasi berbasis Islam (ber-ke-Tuhanan) yang membangun banyak sekali rumah sakit dan sekolahan. Inti kegiatannya adalah kegiatan sosial, bukan politik. Ruang aktivitas Muhammadiyah ini membuktikan kesuksesan implementasi konsep Tauhid Sosial.
 
Mengadopsi relevansi Tuhan pada aktivitas sosial dalam skema teori Tauhid Sosial, Prof. Amien Rais menggagas konsep Politik Adi Luhung. Seiring demokratisasi di era reformasi tahun 1998, Amien Rais sebagai lokomotif reformasi Indonesia, menggulirkan konsep Politik Adi Luhung dengan slogan Amar Ma'ruf melalui Nahi Munkar. Jadi bukan Amar Maruf saja. Begitu singkat ceritera uraian Amien Rais. Yang munkar harus diberantas.
 
Politik Adi Luhung adalah konsep berpolitik berketuhanan dalam skema permainan sistem demokrasi. Tantangannya disini. Sebagaimana kita fahami, konsep demokrasi modern yang kini populer, tumbuh berkembang dalam ranah filsafat materialisme paska renaissance, yang mana telah terjadi garis tegas demarkasi bernama garis sekularisasi. Konon bangsa Amerika adalah contoh kongkrit kisah sukses penerapan demokrasi modern (yang sekuler) ini. Nah. Garis sekularisasi inilah yang sepertinya menjadi pengganjal utama implementasi konsep politik Adi Luhung. Dalam konsep demokrasi ala sekuler, Tuhan tidak dilibatkan dalam ber-politik. Politik murni urusan manusia-manusia dan materi - materi. Berwujud.
 
Dalam teori politik adi-luhung, Amien Rais terkesan memaksakan teorinya dengan mengaitkan kebenaran konsep Tuhan, konsep Agama Islam, dan lantas melaksanakan slogan Nahi Munkar, memberantas yang salah. Salah versi apa ? Disini timbul perbedaan signifikan. Berdasar teori Politik Adi Luhung, yang salah adalah mereka yang menyalahi aturan Tuhan. Ini konsekuensi Tauhid. Namun berdasar teori demokrasi sekuler, belum tentu demikian. Ingat, dalam demokrasi, Tuhan seakan sudah dimasukkan kamar khusus (ruang privat, menurut istilah kaum renaissance) dan tidak terlibat dalam percaturan politik. Inilah perbedaan mencolok antara implementasi Teori Politik Adi Luhung dan Teori Tauhid Sosial. Terjadi perbedaan karena 'arena permainannya' memang berbeda atmosfir. Atmosfir politik demokrasi di Indonesia, sepertinya benar - benar mengadopsi garis sekularisasi, sebagaimana induknya di filsafat meterialisme. Sementara atmosfir sosial masyarakat dalam penerapan Tauhid Sosial tidaklah menerapkan garis sekularisasi. Norma etika yang diterapkan dalam nilai Tauhid dan Sekuler bisa jadi berbeda. Masyarakat Indonesia itu masyarakat sosial yang ber-Tuhan, tapi politik demokrasi Indonesia itu sekuler. Nampaknya seperti itu.
 
Bila kembali memperbincangkan kenapa teori Tauhid Sosial bisa berjalan sukses sementara Politik Adi Luhung terkesan terseok-seok, sejatinya Amien Rais hendak menyampaikan bahwa ber-Tauhid dalam kegiatan Sosial itu bisa, maka seharusnya ber-Tauhid dalam berpolitik itu juga bisa. Tapi tentunya tidak mudah. Tidak mudah. Garis sekularisasi-lah kendalanya. Dari semula memang terjadi 'blur' di ranah ini. Hal ini menjadikan keniscayaan sebuah kesangsian terhadap teori Politik Adi Luhung ala Prof Amien Rais ini, terutama berkaitan dengan kontra produktif antara kubu Tauhid dan kubu Sekuler.
 
Hingga tulisan ini dibuat, dua puluh tahun sudah teori Politik Adi Luhung ini digulirkan, dan ternyata konsep tersebut belum bisa terimplementasi. Dalam politik praktis, sejauh ini Pak Amien Rais sepertinya masih tetap kukuh hendak mendorong teori ini, walaupun harus keluar dari PAN, partai politik yang dibidani sendiri kelahirannya. Pilihan Pak Amien tetap. Adalah konsep ber-Tauhid dalam ber-politik, walaupun bisa kita saksikan dalam meng-kreasi sebuah partai politik, Partai Amanat Nasional, kala itu Amien Rais tidak mencantumkan azas islam sebagai azas tunggal. Rupanya Amien Rais faham juga, bahwa aktual arena politik demokrasi cenderung ber-sekulerisasi ria.
 
Namun bukan berarti politik Adi Luhung ini salah. Hanya masih salah kamar. Konsekuensi yang mungkin dihadapi Prof. Amien Rais adalah mengubah salah satu parameter penting, yakni merubah konsep dengan melakukan 'take out' --menghilangkan-- elemen Tauhid, dan sekalian menceburkan diri ke ranah demokrasi sekuler. Ini sepertinya lebih mudah dibanding opsi berikutnya, yakni menggiring masyarakat politik Indonesia agar siap ber-Tauhid. Para politisi ini sudah terbiasa dengan konsep politik sekuler. Ini memang agak unik. Masyarakat Indonesia itu masyarakat sosial yang ber-Tuhan, tetapi ketika berpolitik menjadi sekuler.
 
Dalam suatu forum filsuf Rocky Gerung pernah berujar bahwa prostitusi secara mendasar adalah "transaksi". Bila demikian, apakah benar bahwa demokrasi politik itu adalah hal kotor sebagaimana prostitusi ? Bukankah transaksi adalah hal - hal yang juga dilakukan dalam ber-politik disini ? trus bila demikian, bagaimana akan menerapkan konsep Adi Luhung ? Saya rasa Amien Rais harus bersiap - siap ... []haris fauzi, 01 oktober 2020

No comments: