Wednesday, April 19, 2006

KENISAH Februari 2006

"kok nggak pernah kirim tulisan lagi ?"
....terima kasih buat Mas Azis dan Mbak Rina yang mengingatkan saya agar menulis lagi.

-------------------------

KOTA & MADANI

Madani arti gampangnya adalah "beradab". Bila disambung dengan kata "masyarakat", maka Nabi Muhammad menjadikan artinya sebagai 'kota Madinah', pada saat beliau mengubah nama daerah Yatsrib menjadi kota Madinah. Benar - benar kota yang sebenarnya. Artinya ya 'masyarakat kota yang beradab'; karena Muhammad mengubah masyarakat Yatsrib menjadi lebih beradab. Semula bangsa Arab kawula pengembara --bukan kota-- memang lebih liar kondisinya. Kota Madinah adalah kota "Kota".

Kalau kita mengutip pendapat Aswab Mahasin yang ada dalam buku Ernest Gellner "Membangun Masyarakat Sipil", istilah "masyarakat madani" akan berpadan dengan istilah "civil society", artinya "masyarakat kota" atau "masyarakat yang berperadaban maju". Ya mungkin karena pendekatan dari "civilisation" (peradaban) dan "civitas dei" (kota Ilahi).
Anak saya Si Nurma-- nama panjangnya Alyya Nourmadani, istilah plesetan saya untuk 'Aliyah Nur Madani', Cahaya Peradaban yang Tinggi.
Pun pula Nurcholish Madjid mendirikan Yayasan yang bernama Paramadina, yang terkonsentrasi membahas masalah 'peradaban manusia'.

Dengan uraian tersebut, pantaslah bila ditarik kesimpulan sementara bahwa masyarakat kota lebih beradab dari masyarakat yang lain, masyarakat pengembara ataupun masyarakat desa. Bahwa yang disebut masyarakat beradab adalah masyarakat kota. Identitas peradaban berada di kota. Secara teori begitulah.
Namun, apakah ternyata kota - kota yang ada sekarang benar - benar menunjukkan bahwa masyarakat kota lebih beradab ? Apakah benar bahwa masyarakat kota lebih beradab ketimbang masyarakat desa ?

Peradaban memiliki banyak elemen, salah satunya adalah etika. Etika bermasyarakat sangat luhur dalam komunitas masyarakat yang beradab. Ini salah satu tolok ukur ke-beradab-an suatu masyarakat.Parameter kedua adalah kebudayaan. Semakin luhur peradaban akan melahirkan kedigdayaan kebudayaan. Budaya masyarakat menulis lahir dari peradaban masyarakat intelektual. Budaya garong lahir dari manusia biadab; tidak beradab. Dari kondisi peradaban, budaya, dan etika inilah maka jaman dulu kala Muhammad membaiat Kota Madinah, kota Peradaban, kota "kota".

Kalau itu adalah jaman dulu, mungkin beda lagi jaman sekarang. Amat menarik menyimak wawancara suatu stasiun tivi dengan personel grup rock alternatif dari kota Manchester Inggris; Oasis. Salah satu personilnya mengemukakan bahwa sebagai penduduk kota Revolusi Industri Manchester, ada empat pekerjaan yang bisa menjamin kehidupan seseorang. Yakni menjadi pekerja pabrikan, menjadi pengedar narkotika, menjadi pemain bola, atau menjadi musisi. "Di kota ini saya tidak punya keahlian untuk bekerja sebagai orang pabrik, apalagi sebagai pemain bola. Saya juga tidak punya nyali menjadi pengedar narkotika, untuk itu saya memilih alternatif untuk menjadi musisi".

Manchester adalah kota bisnis dan industri yang besar, pelopor revolusi industri yang mengubah wajah dunia. Seperti kota - kota industri lainnya, ternyata mereka menyimpan sisi kelam di lembah terdalam bertolak belakang dengan sisi gemerlapnya. Antara lembah kekelaman dan pucuk menara gading.
Dalam jaman industri ini, setiap negara memiliki kota - kota bisnis yang besar. Yang sebenarnya dalam kota itu terdapat dua sisi: sisi gemerlap dan sisi kelam. Banyak contohnya. Hampir setiap gemerlap ibukota negara selalu memiliki sisi kumuh kehidupan kota. Kawasan Broadway ternyata hanya memiliki sisi gemerlap yang sedemikian sedikit ketimbang sisi kelam yang demikian mengerikan saat jam malam. Orang - orang kaya pada larut malam akhir pekan keluar dari gedung tontonan yang berharga mahal, dikawal bodyguard, lantas mobil limusinnya melintas cepat melewati puluhan gelandangan malam yang kedinginan mengais sisa sandwich polisi yang dibuang begitu saja.Apakah kota seperti ini yang dimaksud sebagai masyarakat yang beradab ?

Kesangsian akan peradaban masyarakat kota sedikit banyak terkuak dalam buku 'Membangun Jalan Tengah' tulisan Alija Ali Izetbegovic, Presiden Bosnia-Herzegovina. Alija menyangsikan posisi peradaban kota terhadap elemen budaya.Masyarakat desa memiliki pengalaman estetik dan kultural. Namun di kota tidak, karena unsur estetis kota yang diwakili oleh museum, konser, dan pameran yang digelar dikota hanya diminati segelintir orang. Menurut Alija ini adalah kebohongan yang paling dungu dewasa ini. Bagi Alija, masyarakat kota modern tidak mengenal pengalaman estetik dan kultural yang baik.Alija juga mempermasalahkan gairah hidup dan tingkat religius masyarakat kota yang sedemikian minim. "Masyarakat kota modern hanya bergairah saat ada pertandingan sepak bola atau tinju", ungkapnya.Bagi Alija, relijiusitas dan kebudayaan desa lebih alamiah dan luhur ketimbang peradaban kota.

Bila peradaban adalah identitas dari kondisi perkotaan saat ini, dan apabila definisi dari peradaban sudah tidak seiring lagi dengan elemen kebudayaan, maka akan sangat patut bila kali ini muncul kesangsian terhadap peradaban kota.

Dalam album "Mata Dewa", Maestro Iwan Fals juga mengungkapkan kesangsiannya akan kondisi peradaban kota Jakarta.....

Langkahmu cepat seperti terburu,
Berlomba dengan waktu
Apa yang kau cari belumkah kau dapat ?
Di angkuh gedung-gedung tinggi
Riuh pesta pora sahabat sejati yang hampir selalu saja ada
Isyaratkan enyahlah pribadi

Lari kota Jakarta lupa kaki yang luka,

Mengejek langkah kura-kura
Ingin sesuatu tak ingat bebanmu
Atau itu ulahmu kota....
('Berkacalah Jakarta'-Iwan Fals).
[] haris fauzi - 15 Februari 2006



BAGAIMANA SEBUAH
KEBIASAAN MENULAR


Interaksi antar kelompok manusia akan mengakibatkan pertukaran kebiasaan - pertukaran budaya. Sebetulnya jawabannya adalah hanya itu. Kita bisa melihat bagaimana masyarakat pesisir kebanyakan memiliki ragam pola hidup yang lebih banyak ketimbang masyarakat gunung atau gurun. Karena di pesisirlah bersua para saudagar dan pelaut. Mereka berinteraksi di sana. Dari beragam budaya dan latar belakang. Dari Parsi, India, Tiongkok, hingga Eropa. Dari penyebaran agama hingga pertukaran minuman keras dan wanita pelacur. Hal yang disebut terakhir ini terbukti lebih intens dibanding yang awal.
Hal tersebut tidak dialami oleh masyarakat gunung atau gurun. Paling - paling kaum nomaden gurun kebanyakan bersua dengan sesama nomaden. Mereka saling sapa dengan gaya yang sama, atau mereka akan saling tikam dengan kebuasan yang hampir sama pula.

Kita juga dengan mudah menemukan bukti bahwa invasi kelompok masyarakat terhadap kelompok lain akan mengakibatkan asimilasi dan tukar budaya. Serbuan pasukan Tiongkok ke Jawa membuat orang Jawa mengerti bagaimana membuat kapal perang yang tangguh. Dan para prajurit Tiongkok-pun mengetahui, bahwa ada suatu pulau yang demikian kaya hasil bumi, pulau itu bernama Jawadwipa. Panglima Tiongkok-pun tau bahwa selain memiliki prajurit yang ulet, pulau Jawa juga memiliki stok wanita yang cukup masuk kualifikasi untuk dikirim sebagai upeti kepada Rajanya.

Yang jelas memang tidak selamanya interaksi seperti ini berdampak positif. Dan ini pastilah tidak dikehendaki oleh sebagian orang. Yang jelas - jelas adalah dibangunnya tembok Cina dengan alasan mencegah invasi. Bukan sekedar invasi militernya, tetapi juga mencegah dua hal, yang pertama adalah terkontaminasinya budaya lokal oleh budaya luar. Yang kedua adalah alasan kebalikannya, mungkin Tiongkok ogah menularkan kebudayaannya. Kita tau jaman itu Tiongkok-lah negara maju saat itu. Mereka sudah menciptakan kertas hingga roket. Mereka sudah menulis di kertas jauh sebelum Eropa mengenalnya, dan mereka sudah berpesta mercon sebelum Eropa mengerti cara menyalakan mesiu. Bahkan Muhammad-pun mengajarkan untuk 'menuntut ilmu hingga Tiongkok'.

Contoh kedua adalah tahun 1990-an ketika jembatan Suramadu --(Surabaya-Madura) urung didirikan. Konon Madura hendak dijadikan pulau alternatif industri --layaknya Batam. Madura hendak disulap jadi kota industri pendamping lingkar Surabaya-Gresik-Waru-Sidoarjo. Namun tokoh masyarakat Madura menolak karena belum siap merubah kultur masyarakat Madura menjadi masyarakat industri dan urban.
Dengan menjadi kota industri, pulau Madura akan kedatangan banyak orang. Mereka beragam pola, namun satu tujuan : Bisnis Industri - Industri Bisnis.

Beberapa masyarakat memang cenderung takut ----hati-hati---- untuk menghadapi invasi budaya-- menghadapi perubahan kebiasaan. Termasuk beberapa negara sering ogah bila dijadikan pangkalan militer oleh Amerika. Selain masalah politik, salah satunya adalah mereka tidak siap dengan invasi budaya tentara Amerika yang bergaya koboi menggenggam leher botol sampanye lantas masuk pintu dengan menendang pintu bar.

Dalam kasus yang lebih sempit, tak jarang dijumpai seorang Ibu yang berkeberatan bila anaknya diajak oleh pengasuhnya nongkrong di pos ojek. Memang obrolan tukang ojek kadangkala belum saatnya untuk ditirukan oleh balita.

Ya karena dari interaksi antar bangsa, antar masyarakat, antar orang, antar bocah, relatif lebih gampang menularkan hal - hal yang negatif ketimbang hal - hal positif. Kebiasaan buruk lebih gampang ditularkan dan diterima ketimbang kebiasaan yang baik. Karena kebiasaan buruk memang disponsori oleh sewujud makhluk yang bernama setan. Namun dijaman nirkabel ini, setan memiliki media invasi yang sangat canggih, salah satunya adalah televisi, salah duanya adalah dunia maya. Selain mempublikasikan berita dan ilmu pengetahuan, televisi dan dunia maya juga mengkampanyekan budaya negatif. Dan mungkin yang disebut terakhir bisa jadi lebih intens ketimbang yang pertama. Kampanye kebobrokan moral lebih mungkin untuk menjadi juara.
Untuk masalah ini hal yang paling gampang untuk dilakukan adalah membatasi aktivitas kedua media tersebut; televisi dan dunia maya. Resiko ketinggalan jaman rasanya lebih bijak daripada menanggung kebobrokan moral. Karena, sekali lagi-- budaya negatif memiliki promotor yang hebat, dia bernama setan.[] haris fauzi - 17 Februari 2006



BERITA TENTANG ENERGI

Dalam siaran radio BBC rilis Indonesia yang saya dengarkan pada saat mengemudi pulang kerja, diberitakan bahwa pemerintahan George W.Bush menginformasikan tentang kebijakan energi terbaru negeri Paman Sam, yakni Amerika Serikat berusaha mengurangi ketergantungan terhadap minyak Timur - Tengah, beberapa aspek politik melatar belakangi hal tersebut. Untuk itu Bush akan menggalakkan sumber daya energi alternatif. Biaya besar akan dikeluarkan untuk riset hal ini. Salah satu yang dipelajari adalah kemungkinan energi kotoran sapi. Masalah studi per-sapi-an ini dipusatkan di kota Texas, yang meng-klaim sebagai ibukota sapi sejagad. Seperti diketahui sapi memang banyak hidup di sana. "Andai seminggu ada delapan hari, maka hari kedelapan-pun kami masih menyantap daging sapi", gitu wawancara dalam radio tersebut.

Begitu banyaknya sapi sehingga bila kotoran sapi di Texas bisa terkumpul dalam sebuah lubang sebesar lapangan sepak bola.Untuk mengurangi ketergantungan minyak, untuk mengurangi ketergantungan dari negeri Timur Tengah, Amerika mencoba mengalihkan energi minyaknya ke energi alternatif kotoran sapi. Atau singkatnya Amerika akan mencoba menggantungkan harapan energinya kepada sapi. Dibanding ketergantungan kepada negara - negara di Timur Tengah, secara politis hal itu mungkin lebih menguntungkan, karena sapi tidak mengenal politik.

Pagi hari sebelumnya, kali ini dalam rangka berangkat kerja, saya menyimak berita tentang permainan kartu energi di belahan dunia Eropa. Yang punya ulah adalah Rusia. Hampir 40% energi Eropa disuplai oleh Rusia. Negeri beku tersebut ternyata dahsyat. Sudah benar bila Hitler dulu sangat hati - hati terhadap Stalin. Kini dalam percaturan ekonomi global Rusia memainkan kartu energinya terhadap negara - negara Eropa.Dari sisi politik Rusia juga memainkan kartu energinya. Semenjak Uni Sovyet berantakan, banyak sudah negara yang merdeka --atau memisahkan diri. Ternyata memerdekakan diri itu tidak gampang. Kali ini Rusia menghentikan suplai energi-nya kepada mereka. Rusia hanya menyalurkan energinya kepada negara - negara satelit yang loyal terhadap kepentingan Rusia. "Kami memberi imbalan kepada negara yang kooperatif dengan kami", begitu ujar pejabat energi Rusia dalam wawancaranya.

Sementara di Amerika Latin, Brasil kabarnya sekarang lagi getol-getolnya mengembangkan energi alternatif dari tetumbuhan, salah satunya adalah dari tebu dibuat etanol dan dari kedelai dibuat bio-diesel. Hampir seluruh pabrik gula di Brasil bisa sewaktu - waktu berubah wujud menjadi pabrik etanol. Tergantung harga pasar yang lagi bagus. Begitu bergairahnya masyarakat Brasil terhadap kemunculan energi dari tebu ini, hingga hampir sebagian besar taksi sudah menggunakan bahan bakar ganda, bahan bakar minyak dan etanol. "Yang repot adalah penumpang taksi, karena tidak tersedia lagi bagasi karena sudah terisi dengan tabung etanol".
Kalau nggak salah orang Brasil juga lagi senang menanam kedelai. Katanya bisa dibuat bahan bakar yang bernama bio-diesel. Detilnya gimana saya tidak terlalu faham, karena saya mendengarkan radio sambil nyetir mobil.

Sekitar seminggu sebelumnya, isu sentral pengembangan energi nuklir di Iran telah menyita perhatian dunia dan makin memanas setelah terpilihnya Kepala Pemerintahan baru Republik Islam Iran, Mr.Ahmadinejad.Juga masih dalam wacana berita energi nuklir Iran, kali ini Perancis sebagai salah satu raksasa reaktor nuklir ikut berkomentar dan cenderung membela Amerika yang berhasrat menyeret Iran dan Korea Utara ke sidang internasional masalah nuklir. Tema yang diangkat adalah 'realisasi senjata nuklir', padahal Iran dan Korea Utara berkilah sedang mengembangkan 'energi nuklir', belum mencapai tahap pengembangan senjata.

Apa yang dituduhkan Amerika dan sekutunya mirip ketika hendak mulai membajak Iraq dengan alasan 'industri senjata pemusnah massal'. Namun sampai kini isu tersebut tidak pernah terbuktikan. Iraq malah terlanjur morat - marit. Sampai Baghdad hancur lebur-pun ternyata tuduhan tersebut belum pernah terbukti.Benar salahnya saya nggak tau. Saya hanya menyimak berita - berita tersebut.

Dari dalam negeri belum ada berita yang signifikan tentang energi. Cuma di awal bulan saya sempat urung beli bensin Pertamax karena harganya ternyata naik lagi .....[] haris fauzi - 20 Februari 2006



KEKERASAN dan ASPEK SPIRITUAL

"...mulai dari Amerika Serikat, sampai ke Jepang dan di Eropa, maka kini pemakaian kekerasan untuk mendapatkan perubahan - perubahan sosial yang dikehendaki muncul sebagai satu ciri baru kebudayaan.Sebenarnya pula kekerasan dalam kebudayaan bukan merupakan sesuatu yang baru.." (Mochtar Lubis -Majalah Horison-Januari 1970)

Saya tidak hendak membicarakan topik "kekerasan material" yang menjadikan rekan saya Mr.Anindito meraih gelar doktoralnya di negeri Jepang. Mr.Anindito memang salah satu pakarnya kekuatan material --terutama logam. Sekali lagi saya tidak hendak membicarakan hal itu.

Nah, mungkin malah rekan saya yang mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Mesin, namanya Mas Yudhi Ariyadi-- lebih pas membicarakan hal ini. Beliau semasa kuliah merupakan mahasiswa pelopor penentang kekerasan. Dimana --seingat saya-- pernah membagi - bagikan pucuk bunga dalam rangka kampanye anti kekerasan.

Ya. Kekerasan memang budaya yang melegenda. Pendapat Mochtar Lubis yang menyikapi ihwal kekerasan dalam rangka perubahan tata-masyarakat, seperti demonstrasi, tindakan anarkis, kejahatan struktural, hingga kekerasan individual seperti rampok, jambret, dan perkelahian memang lagi merebak. Sejak keturunan nabi Adam pertama-pun telah terjadi pembunuhan. Kali ini kita sering dicekok-i tayangan televisi yang berisi kisah-nyata budaya kekerasan: pembantaian, perampokan, penghajaran, sampai tawuran. Semua itu penggambaran budaya kekerasan yang sedang dijalankan oleh masyarakat di dunia ini.
Budaya kekerasan kali ini --saat ini-- memang sudah sangat keterlaluan. Mas Yudhi sudah sering mengingatkan dahulu, bahwa perploncoan di kalangan mahasiswa baru bakal berdampak merebaknya budaya kekerasan dimasa mendatang. Dia benar sekali.

Bagi saya pribadi ada banyak faktor yang menyebabkan merebaknya budaya kekerasan ini. Kondisi ekonomi jelas sudah memicu hal ini. Desakan ekonomi bisa membutakan nurani.Bahkan tak jarang seorang anak sering dimarahi oleh orang tuanya di suatu malam, tak lain karena Bapak - Ibu-nya sudah kecapekan seharian bekerja, dan sudah tidak ingin melayani rengekan bermain halma anaknya. Ini menanamkan bibit budaya kekerasan ke anak tersebut.

Kalau kita bicara lebih global, maka akan muncul faktor yang lebih utama, yakni faktor spiritual. Ditengah gencarnya peradaban materialisme yang mementingkan kapital, maka aspek non material jelas tersisih. Aspek spiritual jelas tersisih.Halaman pertama masa Renaissance --pada awal dikampanyekannya peradaban materialisme di Eropa, pertama - tama yang terjadi adalah sekularisasi aspek spiritual dan agama. Kota - kota yang mengaku pusat peradaban berusaha menyisihkan tempat peribadatan ke pinggir kota. Kota diisi dengan kegiatan - kegiatan bisnis dan ekonomi ; economical-centris perlambang kapital.

Dengan semakin digdayanya budaya meterialisme ini, maka semakin tergeser pula aspek spiritualnya. Sekularisasi semakin hari memiliki tabir yang semakin tebal, padahal aspek spiritual menawarkan susunan etika dan filsafat. Dimasa sekarang, susunan etika dan filsafat sudah digeser dengan mekanisasi kapital.

Singkat cerita genosid spiritual ini berdampak kepada butanya hati nurani. Kebutaan ini memandulkan budi pekerti. Ketidakberdayaan budi pekerti mengakibatkan turunnya derajat etika. Maka yang muncul adalah kebiadaban.

Bila membicarakan spiritual, bisa jadi kita tak lepas pada definisi agama karena memang sangat identik dengan aspek spiritual.Namun, yang membuat serba salah juga, sejarah telah mencatat bahwa agama menempati ranking tertinggi dalam pertumpahan darah. Hampir seluruh peperangan disulut oleh agama. Perang salib dan perang sunni-syiah membuktikan hal tersebut.

Namun perang dunia kedua membuka fakta lain, bahwa peperangan terbesar yang pernah ada ini disulut oleh ego sentris dan pertentangan -isme.Lantas apa yang salah ?

Jadi rupanya yang memicu pertempuran --kekerasan-- itu bukanlah faktor agama (saja), melainkan faktor manusianya. Bagaimana di jaman dahulu manusia berperang mengatas-namakan agama. Lantas di masa Hitler, para jenderal berperang mengatas-namakan ego dan -isme.
Dari sisi agama, agama yang saya peluk --Islam,-- disebut juga agama Salam. Artinya selamat. Toh terus terang juga masih mengijinkan adanya kekerasan. Salah satu hadits nabi Muhammad kurang lebih berbunyi demikian,"...pukullah anakmu bila dia tidak melakukan solat padahal sudah berumur akil-balik". Pemukulan jelas - jelas adalah tindak kekerasan.Atau ada hadits nabi yang menguraikan perihal amarah sebagai berikut,"Barangsiapa yang tidak marah disaat seharusnya marah, maka dia seperti keledai. Dan barangsiapa yang marah padahal tidak seharusnya marah, dia seperti setan".Kemarahan adalah tahap awal tindak kekerasan. Orang bisa menjadi biadab karena marah. Dari hadits ini jelas, bahwa kemarahan seseorang adalah tergantung manusianya. Lebih tepatnya lebih tergantung pada kedalaman spiritual manusianya. Dengan pemahaman spiritual, manusia bisa menentukan kapan harus marah dan kapan harusnya tidak perlu marah. Bagaimanapun juga nabi Muhammad pernah marah. Pernah berperang.

Kalau yang terjadi sekarang adalah tindak kekerasan yang merajalela tanpa alasan yang signifikan. Tanpa ada alasan yang jelas seseorang bisa memukul rekannya, tanpa ada alasan yang jelas maka Amerika menyerbu Iraq, tanpa ada alasan yang jelas sebuah gedung diledakkan, dan hanya gara - gara seribu rupiah seseorang ditusuk belati.Alasan tidak jelas ? Saya rasa alasannya sih jelas, namun tidak masuk akal bila alasan - alasan ini melatarbelakangi terjadinya tindak kekerasan. Hanya atas alasan ego dan sempitnya pikiran bisa memicu seseorang memukul teman atau meledakkan gedung, alasan kekayaan minyak bumi bisa membuat Amerika menyerbu Iraq, dan alasan duit seribu perak memicu belati beraksi. Ini jelas - jelas perlambang kapital meterialisme.Alasan - alasan ini menunjukkan kedangkalan budi pekerti. Kedangkalan spiritual.

Bila beranjak dari hadits soal amarah diatas, masalahnya hanya tinggal seberapa dalam pemahaman spiritual kita, sehingga sekarang kita hendak menjadi keledai, atau setan, atau manusia. Paling tidak, kedalaman spiritual bisa mengendalikan amarah kita, kedalaman spiritual bisa mendapatkan alasan yang tepat sebelum kita memuntahkan metraliur amarah, dan sedapat mungkin bisa meredakan rebaknya budaya kekerasan yang ada.[] haris fauzi - 22 Februari 2006

No comments: