Tuesday, April 11, 2006

KENISAH 2004 - 2005

[opening]

KENISAH DAN MENULIS


‘KENISAH’ sejatinya adalah kolom tulisan – tulisan saya. Tulisan tentang apa saja yang melintas di pikiran saya sehari-harinya, sampai tibalah waktunya saya dijuluki sebagai ‘penulis amatir’.
Sebagai penulis amatiran, sebetulnya saya menyukai dunia tulis menulis sejak masih SMP. Saya selalu mencoba untuk menggoreskan pena mulai dari majalah dinding, majalah sekolah, hingga beberapa naskah saya kadangkala di muat di koran regional Jawa Timur.
Ketika kuliah-pun saya tidak lepas dari kegiatan jurnalistik mahasiswa. Namun ketika tahun 1995 saya harus bekerja di sebuah perusahaan otomotif, otomatis kegiatan menulis saya ter-anak tiri-kan. Sampai akhirnya tahun 2004 saya bertekad untuk mencoba menulis lagi. Saat itu dan hingga saat ini-pun saya masih aktif bekerja di industri otomotif. Saya tidaklah banting setir profesi. Saya masihlah lulusan sekolah teknik.
Bukannya kenapa, namun bagi saya, prosesi menulis merupakan pemicu untuk kegiatan yang lainnya. Dengan menulis, saya menjadi lebih sering mengasah otak, berdiskusi, dan membaca segalanya. Akibatnya saya tidak gagap-obrolan. Bisa nyambung dalam banyak hal pembicaraan.Dengan menulis saya juga otomatis lebih intens membaca buku atau-pun membaca tanda – tanda kehidupan. Syukur – syukur bisa lebih memaknai rutinitas hidup. Dengan begitu saya menjadi lebih peka.

Menulis juga memotivasi saya untuk bisa ‘memberikan sesuatu’ kepada orang lain. Tak pelak lagi menulis merupakan aktivitas yang bisa bermanfaat bagi orang lain, tentunya ini menambah pahala pula.
Dan salah satu yang terpenting, menulis’kenisah’ mengajari saya untuk menjadi sosok yang konsisten. Kenapa ? karena format reguler kemunculan tulisan kenisah membuat saya berusaha untuk menulis secara ajeg. Tulisan – tulisan kenisah sejatinya berformat e-mail dan saya kirimkan kepada rekan – rekan saya. Tentunya dari mereka ada yang cukup punya perhatian apabila saya telah cukup lama belum kunjung menulis jua.

Ihwal menulis, semakin kita ajeg melakukannya akan semakin mudah. Mudah dalam menemukan tema karena kita semakin peka, juga semakin mudah pula kita menuangkan dalam format abjad karena makin terlatih merangkai kalimat. Bagi pembaca-pun, mereka jadi semakin faham lekuk dan tipikal tulisan kita. Tulisan kita makin men-ciri, dan pembaca-pun makin hafal dengan ciri tulisan – tulisan kita. Inilah identitas yang terbangun antara penulis dengan pembaca.

Ditengah – tengah pekerjaan saya sebagai rekayasawan;-- dengan seabrek alasan di atas itulah saya berusaha untuk meluangkan – atau lebih tepat mencuri waktu—untuk menulis. Setidaknya itu tadi : menjadi penulis amatiran.
Hampir semua tulisan kenisah saya buat di kantor. Biasanya memakan waktu sekitar dua puluh menit. Yah, cukuplah toleransinya karena tidak saya lakukan setiap hari. Toh saya sudah pula cukup memberikan porsi waktu untuk ritual bekerja hampir selama empat belas jam per-harinya.

‘Kenisah’ juga membuktikan kepada saya dengan nyata, bahwa kesibukan – kesibukan sebagai rekayasawan bukanlah hambatan untuk suatu prosesi penulisan. Menguntungkan malah. Dalam bekerja, seringkali kita menjumpai problem. Dengan keadaan seperti ini, problem tersebut beberapa kali memberikan kontribusi ilham – ilham penulisan kenisah.

Keasyikan saya bercengkrama dengan anak – anak saya otomatis juga banyak mencurahkan percik segar kepada otak saya untuk mencoba menulis dan menulis.
Juga hobi yang lain, saya sering terbantu untuk menulis gara – gara kesyikan saya terbuai musik – musik rock. Apresiasi saya –walau tidak tinggi—terhadap musik rock memang sedikit banyak menguasai tema – tema tulisan saya.

Sejarah hidup saya dimana didominasi oleh figur Almarhum Ayah saya sebagai guru utama, otomatis juga menghamburkan banyak ilham. Tak lain dan tak lebih karena perjalanan spiritual saya banyak dituntun oleh Ayah. Bagi saya Beliau adalah tauladan yang tidak akan kering mencurahkan ilham apapun bagi saya.

Dengan hal – hal di atas itulah, maka dengan mengucap basmalah saya memulai menulis kenisah pada sekitar bulan Juli 2004 dan saya distribusikan terbatas kepada rekan – rekan saya. Keajegan saya mulai terendus oleh yunior saya di majalah kampus SOLID. Mereka minta perkenan saya untuk memuat kenisah dalam web-site majalah mereka. Saya tidaklah keberatan. Kenisah akhirnya muncul di www.solid.or.id/kenisah. Hitung – hitung sumbangsih buat almamater.

Dalam kurun setahun setidaknya saya bisa bercermin, bahwa ternyata menulis ‘seharusnya’ sangat mudah karena bisa sangat produktif dalam keadaan sesibuk apa-pun. Hal ini tak lain adalah karena kontribusi ilham penulisan bisa di dapat dari kesibukan itu sendiri. Menulis-pun bukan hal yang sulit, yang sulit adalah menemukan tema dan memulai untuk menulis. Namun bila kita peka hal itu tidaklah menyulitkan, karena apapun yang berada di sekitar kita bisa kita jadikan sebagai bahan penulisan. Dan yang terpenting, bagi saya menulis adalah kegiatan yang sangat bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain, karena dengan menulis kita bisa berbagi cerita, makna, dan hikmah.

Tak perlu saya beralasan lagi, saya-pun mengharapkan setiap orang mencoba meluangkan waktu untuk menulis. Cukuplah dimulai sebagai penulis amatiran, yang hasilnya bisa dinikmati oleh kerabat dekat. [] haris fauzi





daftar isi
I. In My Life
hampir saya yakin mereka adalah malaikattilang, sepatu, hingga rhoma irama
jaman bejat ataukah bohong besar
impak
impak 2
buku dahsyat
jalan - jalan
sekali lagi tentang guru spiritual saya
kebodohan milik bersama
demonstran gurem
mengapa sepi
pencemburu keadilan
tentang film young guns
hari jum'at hari istimewa
biarlah menjadi rahasia tuhan
molor
amanah
metro lifestyle
kisah mesjid
mengajar
dilema
gunting
kartu kredit
kartu kredit (II)
bahagia
kecewa
kisah petualangan yang hilang
second out
mini compo
keajaiban bocah
jor-joran sate kambing
mantu marathon
kecethit

II. In My Mind
si penyayat ulu hati itu bernama tagore
kodifikasi dan benang merah
seniman sejati
abe, penentang perbudakan
petualangan virtual (?)
bila tidak ada
imajinasi
evolusi budaya
nama
bukan euphoria semata
aa.navis
penjara
patty garrett
hukum selalu memiliki celah
mitos penciptaan manusia ala barat
mitologi penciptaan manusia ala ali syariati
favorit "asmaradana"
great radio controversy
politik
orang eropa pertama
industri
gandhi
buku
milestone
setelah bencana (semoga tidak) terjadilah bencana
siklus discorsi niccolo machiavelli
pencak hukum
siaran percobaan
purbasangka
istilah 'borjuis'
ketika pejabat minta dilayani
tidak percaya
globalisasi adalah bola salju
filsafat modern
perokok
frustasi
sajadah terlalu lebar

III. In My Heart
di dunia ini butuh dahsyatnya doa
bahasa nabi
kita memilih firaun
janji
ruang kosong
sadar diri sadar jaman
bimbang
ego
mengapa harus
cita-cita
agama kita hari ini
kualitas diri
jalan realitas
kerupuk
bagaimana setan menundukkan manusia
kencana masa memang bakal membawamu pergi
bocornya rahasia tuhan
takaran
siap gagal
tuhan lebih mengerti
teman
kebutuhan
miskin nurani
dan gembel itu ....
macet
janjian
bapak
lebih banyak
karunia itu bernama 'sifat tidak pernah puas'
pak sahar



In My Life




HAMPIR SAYA YAKIN
MEREKA ADALAH MALAIKAT
Hampir seminggu ini, malam - malam saya isi dengan menonton VCD konser YES yang bertajuk "Keys to Ascension" dan "Live from House Of Blues". YES adalah kumpulan musisi yang sudah berdirgahayu hingga ke 35. Mereka cukup tua. Steve Howe, gitaris mereka sudah botak seperti kakek - kakek, mirip Perkusionis Jepang : Kitaro.Saya tidak akan meresensi musik dan lagu mereka. Disini saya cuma ingin berbagi rasa, bahwa menonton VCD konser mereka di televisi ukuran tanggung di rumah sudah membuat spirit saya bergetar hebat. Saya jadi lebih maklum dengan berita-berita dari penonton konser mereka langsung, yang menyatakan bahwa menonton YES bagai mendapatkan pengalaman spiritual yang maha dahsyat.Sebegitu kah ?Yang jelas, dari dua lagu pertama di konser "Keys To Ascension", "Siberian Khatru" dan "Close To The Edge" membuat perasaan saya benar - benar morat - marit. Mendengar denting gitar yang mendayu, menikmati olah vokal Jon Anderson yang melengking, serta kerancakan para musisi yang sedang berekspresi membuat saya deg-degan. Perasaan ini hampir mirip ketika sayahendak berkunjung ke rumah pacar saya pertama kali.Saya sempat kirim SMS ke beberapa rekan,"....mereka laksana dewa turun dari langit....."."Lightning Strikes" dan "I've Seen All Good Peole" dari konser "Live From House of Blues" terus terang membuat saya 'mabuk'. Seakan harga yang seratus ribu rupiah per-VCD terlupa begitu saja.......Peak dari segalanya adalah permainan dalam lagu "And You And I". Di dua konser itu, tercantum lagu ini. Saya harus memutarnya berkali-kali untuk memuaskan dahaga saya.Ending dari cerita tontonan saya adalah semalam, jam 01.55 Jumat dini hari. Menyongsong lelap, saya terganggu dengan pikiran saya sendiri: "......Andai saya tidak mengerti Agama saya, mungkin saya yakin bahwa ada makhluk gaib yang bernama Malaikat Jon Anderson yang berpakaian putih-putih membawa harpa, Malaikat Steve Howe yang jarinya lembut menari mengelus senar gitar, Malaikat Chris Squire yang langkahnya berdentam-dentam, Malaikat Rick Wakeman dengan keyboards yang tutsnya seakan berbunyi tanpa ditekan, dan Malaikat Alan White yang tenggelam dalam perangkat tabuhannya......"[] 23 juli 2004



TILANG, SEPATU, HINGGA RHOMA IRAMA

Sehabis subuh tadi, saya sempat ngobrol dengan seseorang yang bernama Sumar. "Saya bersaudara ada yang jadi Polisi, dan ada yang jadi Tentara. Saya sendiri dulu sopir truk muatan....",begitu Pak Sumar memulai kisahnya.

Pak Sumar akhirnya mengundurkan diri dari karir supir truknya karena masalah keluarga. Yakni, Saudaranya yang Polisi --pas tahun 1950-an lalu-- masih prajurit tanpa sebab menghentikan truk muatannya. Nggak habis pikir Pak Sumar, kenapa Saudaranya sendiri akan menilangnya tanpa sebab yang jelas.

Setelah bersitegang, terungkaplah bahwa Sang Polisi tadi punya rencana lain.
..." Polisi-polisi itu ingin minta uang jatah dari juragan saya yang Cina.... Wah... saya sebagai saudaranya, merasa malu..maka saya mengundurkan diri nggak jadi sopir juragan saya lagi....".
"Sekarang, Saudara saya yang Polisi itu sudah makmur, Pak.....", imbuh Pak Sumar.

Cabut dari karir supir truk, Pak Sumar pergi ke Bogor untuk bikin kerajinan sepatu handmade. "Saya dulu pas Sekolah Teknik (sekarang STM) pernah belajar bikin sepatu dari Tuan Koster. Dia ahli sepatu warga Belanda".

Pak Sumar banyak cerita soal sepatu," Sepatu yang terbaik itu bahannya kalep. Kalau sekarang, kalep itu artinya adalah kulit imitasi, padahal bukan. Kalep itu adalah kulit sapi tipis....dari kulit anak sapi....tipis tapi ulet. Jadi sangat ideal untuk jadi sepatu yang nyaman. Sepatu yang dari kalep anak sapi yang populer dulu mereknya Robinson. Saya banyak meniru Robinson......Nah, kalau Suede itu kulit untuk sepatu perempuan karena sedikit ada bulu-bulunya".

"Saya juga pernah terima pesanan sepatu dari Soneta Grup dan Elvi Sukaesih. Pas itu mereka akan mengadakan show ke Semarang. Nah, sepatu Rhoma Irama itu hak-nya sudah sangat tinggi. Tetapi karena orangnya terlalu pendek, sehingga sepatu boots-nya harus ditambah lagi lima senti lagi di sisi dalam.....", begitu tutup Pak Sumar. Dan saya-pun berangkat ke kantor. Pak Sumar juga pulang meninggalkan Pos Satpam yang telah dijaganya dengan baik malam tadi.[]29 juli 2004



JAMAN BEJAT ataukah BOHONG BESAR

Dalam keadaan terdera influenza, suatu sore saya nonton televisi sambil selonjor di sofa. Kebetulan saluran televisi tersebut sedang menyiarkan berita kriminal.
Beritanya kurang lebihnya seperti ini :
" Ada seorang mahasiswi yang menuntut pertanggungjawaban pacarnya untuk segera menikah karena sudah diidentifikasi hamil. Oleh pacarnya, dia dicekik hingga mati, lantas dibuang. Singkat cerita, mayatnya ditemukan dan oleh keluarganya diperkarakan ke polisi. Dan akhirnya pacarnya ditangkap dan diamankan oleh kepolisian".

Nah, di sepuluh menit terakhir tayangan tersebut, digambarkan bahwa mahasiswi yang dibunuh tadi merupakan seorang mahasiswi ideal. Cantik, berbakti kepada orang tua, alim, pinter, suka menolong, pandai bergaul, mau sekolah ke luar negeri, dan sederet sifat terpuji bagi dia.
Kalau nilai - nilai itu dibandingkan dengan performa saya, saya pasti kalah jauh dibawahnya.

Cuma ada yang mengganjal dipikiran saya, "........kalau memang dia adalah seorang yang cukup ideal, kenapa sampai terjadi hamil sebelum menikah ?".

Saya mengulang pertanyaan itu sekitar tujuh kali dalam benak saya. Hingga akhirnya saya mengambil dua kesimpulan :
Kesimpulan pertama adalah zaman sekarang performa mahasiswi ideal adalah seperti almarhumah, termasuk hamil diluar nikah merupakan nilai plus bagi mahasiswi ideal. Setidaknya demikianlah penilaian dari stasiun televisi tersebut. Tetapi bagi saya, zina merupakan salah satu dosa besar karena salah satu pembeda manusia dengan binatang adalah koridor pernikahan.
Bagi saya sekarang adalah zaman bejat, soalnya pelaku zina sudah diagung - agungkan.

Atau saya harus beralih ke kesimpulan kedua sebagai berikut: saluran televisi tersebut hanya mengabarkan bohong besar belaka.[] 9 agustus 2004



IMPAK

Pagi itu cukup dingin ketika saya memasuki ruang kelas . Saya adalah murid SMA salah satu sekolah terfavorit di kota itu.
Kira - kira ada waktu sekitar 10 menit sebelum bel berbunyi untuk sekedar berbincang dengan teman - teman, atau menyalin PR bagi yang semalem nggak sempat. Saya dengar sekilas dari obrolan bahwa hari ini sekolahan ini akan di audit oleh Pejabat dari Regoinal Propinsi, saya kurang jelas, apakah dari DikDasMen ataukah dari DepDikBud atau dari manapun. Yang saya tau ya cuma itu : Akan ada audit dari Tingkat Propinsi.

Pelajaran demi pelajaran berlalu, hingga saya memasuki jam ke-lima. Mata pelajaran yang saya sukai, tetapi saya akan diajar oleh Guru yang saya kurang cocok. Terus terang saya jadi ogah ikut mata pelajaran ini. Bagi saya, disamping tidak bisa menguasai kelas, Beliau tidak bisa membuat para siswanya mengerti dan faham tentang pelajaran tersebut, terutama saya.

Bel berdering dan Guru memasuki ruangan didampingi oleh seorang pejabat sekolah. Pejabat itu menjelaskan bahwa jam pelajaran ini akan di audit oleh Auditor dari Propinsi, "....Tolong dijaga kelancaran proses belajar-mengajar," begitu pesannya.

Saya tidak interes dengan hal tersebut, termasuk ketika 15 menit kemudian para Auditor itu memasuki ruang kelas, mereka bertiga setelah permisi langsung duduk di bangku paling belakang.

Sebagai salah seorang murid yang memang bukan anak emas, saya tidak punya maksud apapun. Termasuk ketika meng-conduct rekan-rekan berbuat keributan karena --yang seperti saya jelaskan tadi-- banyak diantara murid yang ternyata belum mengerti, tetapi Sang Guru itu terus saya melanjutkan pidato-pidatonya.
Tanpa terasa keributan makin membahana. Gila-gilaan. Bangku sudah dipukul-pukul layaknya nonton sepak bola. Buku-buku sudah masuk tas, mereka sudah tidak peduli lagi tentang apa yang tercantum di papan. Mereka hanya bercanda dan saling sikut, atau melemparkan buku pelajaran temannya. Gaduh, apalagi di baris tengah.

Akhirnya jam pulang-pun kurang sepuluh menit lagi, ketika datang seorang pengurus administrasi sekolah memasuki kelas kami untuk mengumumkan nama-nama siswa yang harus menghadap Bapak Kepala Sekolah setelah bel pulang. Ada tiga orang, salah satunya saya.

Bertiga kami ketakutan penuh pertanyaan ketika hendak melewati pintu ruang KepSek, tapi rupanya saya yang paling tidak takut karena saya melaju paling depan.
Disitu tampak KepSek duduk bersama Guru tadi.
Ternyata kami diadili karena membuat keributan ketika pelajaran berlangsung, apalagi jam tersebut sedang di Audit. Saya lihat Guru tadi tidak berujar sedikit-pun, matanya memerah. Mungkin habis menangis, karena memang cemarlah namanya sebagai pengajar di mata Auditor tadi.

Saya tengok, teman saya berdua gemetaran, mulutnya bergetar hampir menangis. Saya memang takut, tetapi saya masih bisa berbicara dan bertanya sekilas-sekilas. Kami bertiga mengisi buku hitam (blacklist) sekolah, dan diancam akan dikeluarkan dari sekolahan. Ini merupakan kartu kuning. Tuduhannya adalah :"Mencemarkan Almamater".

Baru kali itu saya hendak dikeluarkan dari sekolah. Hal ini merupakan salah satu impak yang tak terlupakan bagi diri saya. Dan, baru saya ceritakan kepada Orang Tua ketika saya sudah meraih gelar sarjana, 6 tahun kemudian. [] 18 agustus 2004




IMPAK 2

Pasuruan panas sekali. Terik. Saya baru pulang dari sebuah pabrik yang berlokasi di pesisir pantai Pasuruan, amis bau laut. Saya Praktek Kerja di pabrik tersebut.
Malam harinya, saya dapat informasi dari Malang, bahwa seorang teman menyampaikan kabar penting dari kampus. Segera saya hubungi rekan saya. Ternyata saya dipanggil oleh Dekan Fakultas karena ada problem pada naskah dalam Majalah Mahasiswa yang kebetulan saya pimpin. Majalah tersebut baru saja beredar.
Segera saya hubungi Pemimpin Redaksi, dan ternyata beliau masih Kuliah Kerja Nyata di pelosok, yang mana saya akhirnya harus memakai fasilitas telegram yang mungkin baru nyampai 2-3 hari lagi.
Saya berinisiatif memerintahkan rekan saya yang di Malang agar menunda peredaran majalah tersebut, "....tetapi yang sudah beredar biarlah... stok yang ada jangan didistribusikan dulu sementara ini...".

Besok paginya saya segera minta ijin ke pabrik untuk pulang karena ada urusan urjen di kampus.
Siang hari di kampus saya langsung mengunjungi Dekan, tetapi saya ditemui oleh Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan. Disitu saya diberi penjelasan mengenai tulisan yang membuat pihak Fakultas keberatan. Pihak Fakultas atas nama Universitas dipandang perlu untuk mengadakan Sidang Darurat mengenai masalah ini.
Saya sedikit faham, bahwa sidang darurat atas nama Universitas/Rektor berarti masalah krusial di Kampus Universitas Negeri ini. Ancamannya-pun pasti tidak main-main.
Saya minta waktu untuk berjumpa dengan Pimpinan Redaksi sebelum sidang tersebut dilakukan. Termasuk saya minta waktu untuk menenangkan diri dalam menghadapi sidang ini. Sidang tersebut akhirnya dilaksanakan keesokan harinya. Saya cuma sempat berkomunikasi lewat telepon dengan Pimpinan Redaksi malam sebelumnya.

Awalnya, majalah bermasalah tersebut hendak ditarik peredarannya. Tetapi saya bersikukuh bahwa saya akan tetap mendistribusikan, termasuk kepada rekan-rekan dari Universitas lain se-Indonesia. Kenapa saya bersikukuh ? ya karena berita itu tidak sepenuhnya salah. Tulisan itu bukan bualan. Tulisan tersebut ditulis oleh Pimpinan Umum dan telah diseleksi oleh Pimpinan Redaksi.

Saya disini tidak akan membahas benar-tidaknya isi tulisan tersebut, namun dalam sidang tersebut akhirnya diputuskan bahwa saya harus membuat klarifikasi tentang berita tersebut pada edisi majalah berikutnya. Bila edisi berikutnya masih belum clear, atau malah merugikan pihak Universitas, maka saya dengan berat hati harus di-"swasta"-kan alias dikeluarkan. Padahal saya saat itu sedang menyusun proposal skripsi. Dua semester menjelang gelar Insinyur. Saya memang gentar saat keputusan itu diumumkan. Namun saya sempat berujar,"...Pada dasarnya di edisi depan saya cuma akan melakukan penyeimbangan terhadap berita ini, bukan mengingkari tulisan yang telah ada ini....".

Saya mengerti perihal keberatan Universitas tersebut, karena saya memang kuliah di Universitas Negeri. Namun, saya juga faham, menulis & jurnalistik merupakan unsur wajib dalam struktur idealisme. Jadi, keputusan izin peredaran majalah tersebut harus diperjuangkan. Dan, jelas saya keberatan bila saya dilarang menulis (dalam hati saya berujar,"...mendingan jabatan saya dicopot daripada harus berhenti menulis").

Majalah berikutnya terbit 3 bulan setelah edisi bermasalah tersebut. Saya memerintahkan investigasi lanjutan perihal tersebut. Dan beberapa tulisan saya masih dimuat. Pun-jabatan saya ternyata tidak dicopot.
Rupanya kedua pihak telah mencapai solusi win-win.
Saya bisa melanjutkan studi saya dengan tenang karena semua kembali normal dalam tiga bulan.
Dan dalam kasus ini, saya setidaknya membuktikan, bahwa rasa gentar bisa dikalahkan oleh idealisme.[] 18 agustus 2004



BUKU DAHSYAT

Jumat dini hari, sekitar pukul 02.++ saya terjaga, dan saya memutuskan untuk melakukan ritus vertikal. Namun ternyata setelah itu saya sudah tidak mengantuk lagi. Ya sudah, pikir-pikir lebih baik saya nyalakan player saya. Pilihan jatuh kepada CD Vintage Rock (kompilasi slow rock), The FlowerKings (Adam&Eve), dan VCD Mike+The Mechanics (Hits Video).

Saya memilih untuk memulai dengan Mike+The Mechanics, soalnya saya adalah alumni sekolahan Teknik Mesin...ha.. ha... ha....
"All I Need Is A Miracle", " Over My Shoulder", "Beggar on The Beach of Gold", "Livin' Years" mengalir lancar. Mereka mengonsep musik dan video dengan sederhana namun penuh makna. Judul "Beggar on The Beach of Gold" bagi saya sangat humanis. Juga petikan dari "Livin' Years" sbb :".....every generation, blame the one before.....".

Pagi itu saya juga tetarik dengan sebuah buku yang saya comot dengan hati-hati dari rak supaya tidak gaduh. Bukunya berjudul "Bumi Berantakan -- Buku Pegangan Untuk Revolusi Hitam yang Mengubah Wajah Dunia" keluaran Teplok 2000. Buku tersebut di tulis oleh Frantz Fanon (seorang revolusioner Aljazair) dan diberi pengantar oleh Filsuf Jean-Paul Sartre.

Walaupun saya membaca hanya sampai di Kata Pengantar (apalagi dengan kurang konsentrasi karena disambi nonton), tapi saya bisa menyimpulkan bahwa buku tersebut benar - benar dahsyat. Berikut beberapa petikan tulisan JP Sartre :

"... Bumi di huni 2 milyar penduduk: 500 juta manusia, dan satu milyar lima ratus juta penduduk pribumi yang tidak dimanusiakan. Yang disebut pertama menciptakan kata; yang lain mengikutinya. Antara keduanya terdapat para kinglet sewaan, yang terdiri para pangeran dan borjuis yang selalu menampilkan kebohongan sejak awal hingga akhir....".

"...Untuk bisa menang, revolusi nasional harus sosialis; jika kariernya terputus, jika borjuis pribumi mengambil alih kekuasaan, negara baru --meskipun memiliki kedaulatan formal--, tetap berada di bawah ketiak imperialis"

"...Eropa telah meletakkan tangannya di benua kita, dan kita harus memotong jari-jarinya sampai dia pergi.... Mari kita mulai berperang, dan jika kita tidak punya senjata lain, sebilah pisau yang telah menunggu sudah cukup".

Sungguh, saya benar-benar "tergerakkan" oleh buku yang sudah saya beli di tahun 2000 itu. Cocok dengan jargon yang tertulis di halaman sampulnya "Membaca buku ini membangkitkan nyali". [] 27 agustus 2004



JALAN - JALAN

Dulu, ketika saya berusia belasan tahun, Bapak (alm.) sering mengajak saya jalan - jalan. Jalan kaki beneran, entah ke sawah, entah ke warung, entah mau lihat kereta api, atau menyisir lapak buku bekas. Banyaklah acaranya -- variatif. Biasanya acaranya jatuh hari Minggu antara pukul 07.00 hingga pulang pukul 10-an.
Suatu hari Bapak saya mengajak saya untuk jalan - jalan mengikuti pedagang. Pedagang ini saya nggak ngerti harus sebut apa, soalnya dia itu jualan tali pengikat yang berasal dari potongan karet ban dalam. Dipotong-potong panjang dan tipis, dan pedagang ini setiap hari memang melewati depan rumah, dan kali ini kami ikuti dari jarak yang agak jauh.
"Ikuti saja si penjual itu kemana dia perginya....", gitu kata Bapak saya ketika saya tanya tujuannya.
Ditengah jalan beberapa kali pedagang itu berhenti, tapi hampir dikatakan tidak ada transaksi pembelian, yang beli mungkin cuma tukang becak untuk pengikat plastik kerudung anti-hujannya.

Terus terang, kami capek mengikutinya dan memutuskan pulang. Sambil menyeka peluh dalam perjalanan pulang, Bapak saya berkata," Itulah rejeki. Tuhan yang mengatur. Seharian kita tidak melihat pedagang karet tadi dapat duit, tetapi dia tetap saja bertahun-tahun menjalani profesi tersebut. Artinya, pekerjaan itu dia jalani dan pertahankan. Pasti ada maksudnya....".
Saya yang saat itu masih kelas 1 SMP, --seperti biasa-- belum bisa mencerna dengan baik perkataan Bapak saya tadi.[] 23 september 2004



SEKALI LAGI TENTANG
GURU SPIRITUAL SAYA

Mengapa saya menganggap almarhum Bapak saya sebagai seorang guru spiritual ? Selain merupakan "tempat bertanya tentang segala hal", bagi saya Beliau memiliki pandangan jauh ke depan. Salah satunya akan saya paparkan di bawah ini.

Kalau tidak salah, Bapak membelikan televisi hitam-putih merek Sharp sekitar tahun 1977. Pada saat itu belum semua keluarga memiliki televisi, sehingga beberapa teman bermain saya kadangkala ikutan nonton televisi di rumah kami.
Tapi Bapak memberi syarat : Begitu adzan maghrib usai dikumandangkan, televisi harus dimatikan --dan baru boleh dinyalakan lagi selepas pukul 20.30.
Alasannya ? "..... waktu maghrib bukan saat yang tepat untuk menonton televisi...."

Begitulah kami sekeluarga membiasakan meng-akrab-i televisi baru kami. Dengan rutinitas --(mungkin cenderung otoriter)-- yang boleh dikata "menyalahi jaman". Soalnya, bukankah jam tersebut saat paling mengasyikkan untuk menonton televisi ?.

Dampaknya baru saya rasakan sekarang --seperempat abad setelah itu. Dua-puluh lima tahun setelah saya terus-menerus berusaha meneruskan kebiasaan tersebut (walau kadangkala bolong juga).

Dengan semakin tidak karuannya tayangan televisi di "prime time", saya dan keluarga sama sekali tidak ada masalah untuk tetap membiarkan televisi saya "gelap" alias mati. Sama sekali tidak ada keinginan untuk menyaksikan tayangan-tayangan di "prime time". Disebut "prime time" karena disaat itulah sebagian besar orang menancapkan pandangannya ke televisi. Namun disaat itu pula saya malahan mematikan televisi. Maka selamatlah anak saya dari gempuran "budaya gebleg" yang dikampanyekan televisi.
Bagi saya, ke-otoriter-an Bapak saya seper-empat abad lalu salah satunya adalah bertujuan untuk menyelamatkan anak saya, anak - anak kakak dan adik saya, ...cucu-cucu Beliau.[] 24 september 2004



KEBODOHAN MILIK BERSAMA


Tiga kali mobil saya dibentur orang, padahal ZulfiCar (nama mobil saya) dalam keadaan terparkir diam tata-tentrem-kerta-raharja. Mungkin sudah nasibnya.
Kejadian pertama sekitar tiga tahun lalu di parkiran perkantoran Kuningan-Jakarta. Saat saya di lantai IV, petugas security memanggil saya untuk turun ke parkiran,"...Pak, mobilnya diseruduk mobil yang mau parkir... lagi ribut tuh tukang parkir sama yang punya mobil...".
Saya pun turun mencoba membaca situasi. Saya lihat pria berdasi sedang berdebat keras dengan petugas parkir. Ujung-ujungnya pria itu cuma menyerahkan duit seratus ribu kepada tukang parkirnya, seraya minta maaf ke saya,"..Pak, namanya musibah... saya minta maaf. Saya ganti seratus ribu, nanti yang nambahin tukang parkirnya...dia itu yang gak becus kasih aba-aba parkir..."
Lha saya belum lihat rusaknya, kok udah divonis 100 ribu. Dan setelah saya periksa, rusaknya adalah lampu sein pecah, spakbor penyok, dan pintu susah dibuka. Lha ini kan lebih dari 300 ribu ?
Begitu kita sepakati seperti ini, ternyata mereka berdua adu urat lagi, saling nggak mau ngganti. Saya yang jadi korban cuma mengelus dada melihat ulah manusia-manusia tidak ber-otak seperti itu, terutama kengototan pria berdasi itu. Mungkin dasi yang dikenakan terlalu ketat sehingga otaknya susah digunakan.

Kejadian kedua lebih brengsek. Diparkiran pusat perbelanjaan, pas saya mau pulang baru sadar kalo bemper belakang mobil sudah cacat. rasanya diseruduk mobil sebelah yang keluar duluan. Suasana sepi, Satpam pura-pura tidak tahu. Mau menyalahkan siapa ?

Nah, yang ketiga ini paling brengsek. Saya lagi diam di dalam mobil yang diam juga, menunggu seseorang. Mobil terasa bergoyang karena diseruduk sepeda motor. Saya coba mengecek kondisi, sementara penunggang motor tadi malah pergi menjauh. Saya tengok ternyata tak jadi mengapa.
Yang jadi masalah adalah penunggang motor tadi datang lagi bersama temannya. Keduanya kelihatan memang orang-orang yang terdepresi kondisi ekonomi. Terbukti mereka malah duluan yang marah - marah,"...Mas marah ya ketabrak ?....Kalo bisa malahan mundur dikit, biar saya bisa enak lewatnya....!".
Saya membiarkan saja,"...mobil saya gak pa-pa...". Saya juga nggak mau ribut soal bemper baret, soalnya saya juga lagi ada urusan.
Yang bikin brengsek adalah teriakan berikutnya,"..Hei... Mas bisa mundur enggak ?..saya nanti mau lewat lagi nih...!".
Wah, ini namanya keterlaluan. Saya jelas tidak mau memenuhi suruhan orang gila itu. Namun saya juga tidak melayani, saya masuk mobil dan nyetel lagu Genesis. Diluar dia masih melotot dan ngoceh (tapi saya tidak dengar karena saya menutup jendela). Saya cuma mempersiapkan gembok setir buat nimpuk kepalanya bila dia mulai berulah.
Ah, kebodohan memang milik semua orang. [] 5 oktober 2004



DEMONSTRAN GUREM

Saya pernah mengikuti demonstrasi mahasiswa. Satukali sekitar tahun 1993, tepatnya tanggal 10 Nopember 1993. Benar - salahnya saya lupa, yang jelas tanggal itulah yang tertera dalam album foto saya. Isu demonstrasi yang diangkat adalah "Enyah SDSB".

Satu bulan sebelum demonstrasi berlangsung, saya belum memutuskan untuk ikut "turun jalan", padahal atmosfir pembicaraan di kalangan rekan - rekan mahasiswa sudah gencar sekali.
Termasuk juga saya belum memutuskan apakah saya harus mengijinkan organisasi pers mahasiswa yang saya pimpin ikut terlibat secara formal.

Baru sekitar dua minggu sebelum pelaksanaan saya bisa mengambil sikap. Ini berkat "approach" beberapa rekan, terutama Ketua Senat Mahasiswa Fakultas dan Pimpinan Redaksi saya. Disamping saya melegalkan organisasi saya untuk terlibat, saya-pun akhirnya mengikuti dengan intens rapat koordinasinya. Yang dibicarakan termasuk koordinasi persiapannya, pembagian pool pletonnya, yang jelas koordinasi secara nasional juga dimatangkan karena ini adalah demonstrasi mahasiswa secara simultan. Kalau tidak salah ingat, yang pertama ditargetkan meletup di Jember-Jawa Timur, dan skenarionya akan diakhiri dengan gong besar-besaran di Yogyakarta, kota yang kondisi mahasiswanya sangat kondusif dengan hal beginian.
Mahasiswa Malang kebagian di tengah - tengah jadwal nasional tersebut.

Satu hari menjelang hari H, sekitar jam 23.00 keputusannya adalah bulat : Show Must Go On. Pembicara Utama adalah Mas Andy , ketua Senat Mahasiswa Unibraw. Tanda pengenal peserta adalah pita kuning, dengan tali rafia kuning untuk level di bawahnya.

Yang saya ingat, saya ada tes middle semester bertepatan dengan hari H demonstrasi tersebut. Saya masih di kelas menunggu ujian mulai ketika sayup- sayup terdengar orasi dan yel - yel yang berasal dari pool long-march Unibraw. Saya harus mengikuti ujian dulu, paling tidak setor kertas doang.
Dan benar saja. saya tidak sampai 10 menit di dalam ruang ujian, saya langsung mengumpulkan lembar ujian tanpa jawaban, dan segera menyusul rekan - rekan yang sudah jauh ber-"long march" ke arah balaikota. Saya mending nyusulnya naik mikrolet.

MasyaAllah, ternyata balaikota sudah penuh manusia tumplek-blek. Jalan - jalan penuh sesak. Pagar alun-alun seperti penuh tanaman menjalar, dipanjat manusia. Saya sudah melupakan middle test yang jelas - jelas tidak menggembirakan hasilnya. Saya tercebur dalam massa demonstran. Kedengaran suara Mas Andy yang lantas spontan ditimpali yel - yel massa.

Saya terlarut, hingga akhirnya ikut bersorak - sorak tidak karuan ketika pihak balaikota Malang akhirnya mengumumkan : "....per-hari ini SDSB dinyatakan terlarang di kota Malang."
Alhamdulillah. [] 19 oktober 2004



MENGAPA SEPI

Sedikit banyak saya mengamati, mengapa mesjid - mesjid kebanyakan hanya didatangi oleh orang - orang yang terlanjur tua, atau ditambah beberapa anak - anak kecil yang meng-hingar-bingarkan keadaan dengan segala kelucuannya.
Pada dasarnya, anak kecil suka hadir di mesjid. Hampir semua mesjid tidak pernah luput dari kerumunan anak - anak kecil. Sementara orang tua akan sering ke mesjid karena memang sudah saatnya berkonsentrasi ke urusan akhirat.

Saya ingat pada saat saya SD sering Bapak mengajak saya untuk "nderek" menyertainya pergi ke masjid. Di setiap masjid pasti ada pengurusnya, kebanyakan juga orang yang sudah berumur. Namun, biarpun mereka relatif lebih tua dari Bapak saya, mereka sangat menghormati Bapak saya karena Bapak saya adalah Imam mesjid.
Biasanya, para pengurus mesjid ini juga bertugas menjaga ketenangan mesjid selama dilaksanakan peribadatan. Dan biasanya sasarannya adalah anak - anak kecil yang kadangkala memang keterlaluan bercandanya hingga hiruk pikuk mengalahkan pasar.

Ada satu mesjid yang pengurusnya begitu "sangar" atau galak. Kebetulan mesjid itu memang terletak di dalam asrama tentara. Seperti pada umumnya, anak tentara lebih bengal daripada anak lainnya.
Nah, bila dalam acara peribadatan itu ternyata ada sekumpulan anak yang hingar bingar, maka Pak Pengurus tadi beraksi untuk menenangkannya. Kadangkala aksi polisionilnya memang keterlaluan, yakni dengan menggunakan gebugan dari gulungan tikar pandan (tahun itu memang mesjid kebanyakan masih menggunakan tikar, bukan karpet). Menurut teman yang pernah kena gebug, rasanya cukup puyeng bila pas ubun - ubun kenanya. Wah... dahsyat.
Memang dengan aksi polisionil seperti itu, mesjid akan tenang selama masa peribadatan.

Suatu saat, ditengah aksi polisionil gebug - menggebug, Bapak saya menghampiri Pak Petugas tadi dan memperingatkan agar tidak melakukan hal serupa lagi,"....anak - anak akan kapok dan tidak akan pernah mau lagi datang ke mesjid bila setiap datang pasti dihadiahi gebugan gulungan tikar ...", begitu kurang lebih kata Bapak saya.

Nah, mengapa remaja kurang berminat kepada mesjid ?
Mungkin akan ada banyak jawaban, tetapi salah satunya adalah seperti di atas, anak - anak terlalu sering dimarahi pada saat di mesjid sehingga mereka ogah lagi untuk singgah. [] 27 oktober 2004



PENCEMBURU KEADILAN


Sejak umur 6 tahun, saya pencemburu keadilan. Baik itu perlakuan dari orang-tua, handai-taulan, tetangga, teman bermain, ibu guru, atau siapapun. Hampir semua punya cacat di mata saya perihal satu kata : "tidak-adil".

Bergulirnya waktu, sama sekali belum menyurutkan gejolak saya terhadap pencarian keadilan ini. Mencari makna keadilan ? Ah, yang ada malahan bersua dengan beberapa ketidak-adilan. Saya menuai ketidak-adilan demi ketidak-adilan yang bertaburan disepanjang tanah ini. Pahit memang. Sesekali saya berusaha masa bodoh terhadap apa yang terjadi, tapi sejenak sekali. Tak kuasa saya berlama - lama masa bodoh. Saya lantas berjalan lagi menyusuri ketidak-adilan demi ketidak-adilan.

Hingga sekitar lima tahun lalu, ada kenangan yang muncul, yangmana bisa mengubah diri saya. Entah karena apa, baru saat itulah saya ingat kejadian pada saat saya berusia 11 tahun. Saat itu kami sekeluarga makan bersama di meja makan. Ada enam orang. Seperti biasa lauk dan dessert dibagi rata oleh Ibu dan diawasi oleh Bapak. Kalau ada kue yang cuma satu, maka harus dipotong empat agar kami anak-anak merasakan semua, ukurannya-pun dibagi sama. Kalau cuma ada sebutir jeruk, ya harus dibelah empat juga. Begitulah prinsip keadilan di keluarga kami.
Nah, acaranya jadi memanas ketika kakak saya sekonyong - konyong mengambil makanan tanpa konfirmasi ke Ibu, padahal itu tinggal satu - satunya dan belum dibagi pula. Saya protes keras, apalagi langsung dimasukkan mulut oleh kakak saya. Bapak saya-pun tidak bisa berbuat banyak selain menghardik kakak saya.
Segala penjelasan seakan tidak akan bisa masuk telinga saya. Pokoknya saya protes keras ! Protes karena terjadi ketidak-adilan di meja makan.
Pada ujungnya, setelah emosi saya sedikit mereda, Bapak saya berujar,"...Le*), kamu harus belajar menerima ketidak-adilan. Karena diluar sana ketidak-adilan merajalela....Banyak terjadi ketidak-adilan yang lebih besar dan menyakitkan..."

Ya. Baru sekitar lima tahun yang lalu saya teringat ending kejadian makan bersama itu. Walau kabur namun saya cukup jelas mengingatnya, bagaimana Bapak menuturkan kata tersebut kepada saya yang masih berumur 11 tahun. Seingat saya Beliau berpeci saat itu.

,"...Le, kamu harus belajar menerima ketidak-adilan. Karena diluar sana ketidak-adilan merajalela....Banyak terjadi ketidak-adilan yang lebih besar dan menyakitkan.."
,"...Le, kamu harus belajar menerima ketidak-adilan. Karena diluar sana ketidak adilan merajalela....Banyak terjadi ketidak-adilan yang lebih besar dan menyakitkan.."
,"...Le, kamu harus belajar menerima ketidak-adilan. Karena diluar sana ketidak adilan merajalela....Banyak terjadi ketidak-adilan yang lebih besar dan menyakitkan.."

Kata - kata itu berdengung-dengung hingga kadang memusingkan.
Saya tahu, saya harus menerimanya, karena hal itu adalah benar adanya.
"Ini dunia, Bung... kalau mau keadilan ya di akhirat sana...", begitu kata hati kecil saya. [] 28 oktober 2004

____
*) "Le" adalah kepandekan dari "Tole", panggilan untuk anak laki-laki di keluarga Jawa.

TENTANG FILM YOUNG GUNS

Seingat saya, awal kuliah (tahun 90-an) saya nonton bioskop film "YoungGuns II" bareng kakak saya. Hampir bebarengan itu, saya meminjam kaset Jon BonJovi "Blaze Of Glory" yang merupakan soundtracknya. Kaset tersebut saya kopi, ya semata-mata karena kaset barunya mahal. Lagu "Blood Money" dan "Santa Fe" sangat saya sukai. Beberapa bulan setelah itu saya bisa punya kaset originalnya, walau mendapatkannya di kios kaset loak di dekat rel kereta api. Kasetnya memang sudah agak compang - camping, tapi harganya miring. Kaset itu masih terawat dan layak dengar hingga sekarang.

Saya begitu terkesan dengan film tersebut. Seperti juga kakak saya. Mungkin hampir sama seperti nonton film "The Untouchables" yang diaktori oleh Kevin Costner. Dua film ini penuh makna. Kedua film menggambarkan perjuangan melawan ketertindasan. "YoungGuns" bercerita sekelompok remaja melawan tuan tanah, sementara "The Untouchables" bercerita tentang perjuangan segelintir orang idealis melawan sosok mafia yang sudah mengakar hingga ke polisi:"Al Capone".

Suatu saat salah satu televisi swasta menayangkan YoungGuns I, jaman Patty Garrett masih bergabung dengan Billy The Kid. Saya langsung tertarik. Di kelompok YoungGuns tersebut, saya mengidolakan si Indian (saya lupa namanya). Dia bisa mewujud menjadi kuda jantan sehingga bisa mengelabuhi lawannya (YoungGuns I), pun saat mati dia re-inkarnasi menjadi kuda dewa (Young Guns II). Sedih sekali pas ini, kalau nggak salah saat terjadi pengejaran di Guano City.

Kira-kita dua tahun lalu saya membeli film YoungGuns II. Pengennya beli komplit, tetapi yang seri I tidak ada. Formatnya VCD. Hampir bareng saya juga bisa memiliki film "The Untouchables" versi VCD.

Seminggu lalu saya menyisir deretan koleksi kaset saya untuk mencari kaset soundtrack-nya. Kangen pengen dengerin lagi. Hasilnya adalah tulisan saya tentang "Patty Garrett".
Baru minggu ini saya punya kesempatan memiliki film-film tersebut dengan komplit, saya membeli film "YoungGuns I" dan "Young Guns II". Formatnya DVD. Hari ini-pun saya memutar soundtrack karya Jon BonJovi tersebut. [] 3 nopember 2004



HARI JUM'AT HARI ISTIMEWA

Saya selalu teringat bagaimana istimewanya hari - hari Jum'at itu saya lalui. Sedemikian ritmis dan mengasyikkan. Sebenarnya awalnya dimulai pada hari Kamis waktu maghrib. Saat itu Bapak saya mengumpulkan kami untuk menunggu azan maghrib. Kami menjalani rutinitas potong kuku untuk membersihkan diri. Dimulai dari kuku-kuku tangan kanan. Unik, karena yang awal dipotong adalah jempol, berlanjut ke telunjuk, jari tengah, nah... lompat ke kelingking, barulah jari manis. Begitu ajaran Rasul. Trus dilanjutkan ke tangan kiri, namun dilakukan urut mulai jempol, telunjuk, tengah, manis, dan terakhir kelingking. Pun kaki kanan dan kaki kiri urut.
Kalau perlu, yang berambut sudah gondrong disempatkan selepas Isya untuk beranjak ke Pak Pangkas Rambut.

Jum'at siang selepas sekolah, saya bersiap - siap ikut Bapak ke Mesjid. Kami tidak makan siang sebelum Jum'at-an, melainkan menyantap menu khusus Jum-at. Biasanya Ibu memasak kolak, bubur kacang hijau, atau sekedar menggoreng pisang di setiap hari Jum'at.
Selepas pulang solat Jum'at, barulah kita melakukan makan siang bersama. Biasanya masih pada pakai baju muslim komplit dengan kopyah dan sarungnya.
Itulah rutinitas hari Jum'at, diakhiri dengan makan siang bersama.

Setelah saya SMP, saya tidak bisa ikut Bapak ke Mesjid karena saya harus solat Jum'at di sekolahan, tapi menu khusus tersebut tetap terhidang. Bahkan ketika saya sudah kuliah-pun masakan khusus itu selalu ada.
Nah, yang agak menyimpang adalah pada saat saya sudah kuliah. Bila saya tidak di kampus, maka pada hari Jum'at saya menyempatkan diri dengan rutin menyimak siaran radio swasta. Bukan ! Bukan pengajian ! Saya malah mendengarkan siaran yang berjudul "Rock on Friday", yang selalu memutar lagu kesayangan saya "Friday On My Mind". Bukan ! Bukan yang dibawakan oleh Easybeat (?), tetapi versi modern oleh gitaris melodius Gary Moore. Lagu ini dikemas dalam album "Wild Frontier".

Tetapi walau jam 10.00 hingga jam 11.00 saya mendengarkan siaran tersebut, sedapat mungkin setelah itu saya menyertai Bapak ke Mesjid dimana Bapak menjadi pembicara. Kali ini adalah sebagai pengawal, bukan pengikut lagi, karena bisa jadi saya yang nyetir mobil sekarang.

Hari Jum'at memang hari istimewa.[] 5 nop 2004



BIARLAH MENJADI RAHASIA TUHAN

Kebetulan kedua anak saya; Salma dan Nourma adalah perempuan. Dan kebetulan pula adik saya dikaruniai dua anak laki - laki. Dalam perjumpaan dengan rekan atau handai taulan, kerap kami ditanya," Kapan punya anak laki - laki...?"
Pun adik saya juga ditanya sebaliknya,"...kapan punya anak perempuan...?".

Lha saya juga nggak ngerti gimana caranya kok anak saya bisa perempuan semua. Pun adik saya juga nggak ambil pusing karena memang kedua anaknya lelaki.
Bahkan mertua saya adalah orang tua dari empat anak yang kesemuanya perempuan. Beliau juga nggak ngerti gimana caranya kok anaknya bisa perempuan ber-empat.

Pertanyaan - pertanyaan tersebut memang sangat lazim, bahkan seringkali diimbuhi dengan kiat - kiat supaya bisa punya anak laki - laki,... atau adik saya juga sudah makin bosan diceramahi kiat - kiat supaya bisa punya anak perempuan. Nah, kiat - kiat ini yang kadangkala malah menggelikan. Soalnya sepupu saya ada yang memiliki anak 5 orang lelaki semua. Dia juga bingung kalau --misalnya-- disuruh ceramah "Kiat Membuat Anak Lelaki Saja".

Dulu, sebelum Muhammad (yang juga dikaruniai anak - anak perempuan) aktif sebagai Utusan Tuhan, beredar juga kiat - kiat seperti itu. Masyarakat kala itu --lazim disebut masyarakat jahilliyah-- meyakini beberapa kiat tentang "anak", salah satunya adalah meyakini bahwa dengan mengubur hidup - hidup anak perempuan maka bakal bisa memiliki anak laki - laki.

Memang dari jaman kapan dan hingga kapan-pun kiat - kiat seperti itu memang selalu ada, entah berbungkus mistik atau berbungkus sains. Karena memang ada saja cara manusia ( dan setan) untuk "menggoyang" rahasia Tuhan. Seperti ditulis dalam kitab - kitab suci; hidup-mati, laki-perempuan, dan kiamat merupakan rahasia Tuhan.
Dan diantara kita gemar sekali untuk membongkar , atau setidaknya berusaha mengutak-atik rahasia tersebut.[] 22 Nopember 2004



MOLOR

Kemarin ada acara halal - bihalal di kampung. Karena saya yang ditunjuk sama Pak RT untuk menyusun acaranya, maka saya mengubah namanya menjadi "Silaturahim Warga". Pun saya bikin susunan acara se-simpel mungkin dan seringkas-ringkasnya, bahkan saya cantumkan detail acaranya pada undangan yang disebarkan oleh Pak Satpam.

Acaranya saya jadwalkan di mulai pada pukul 10.45. Umumnya, dikampung kami selalu molor dalam menyelenggarakan sebuah acara. Biasanya berkisar satu hingga satu setengah jam molornya. Kali ini saya akan mencoba sesuatu perbaikan, yakni lewat beberapa toleransi, acara langsung saya mulai setelah molor 10 menit. Memang belum lengkap para undangan yang datang. Tetapi saya punya dua patokan, yakni sang waktu sudah "manjing" (masuk), dan sang Pembicara sudah hadir diantara pengunjung.

Saya berusaha seketat mungkin mengikuti acara menit per menit, acara - per-acara. Dan memang semuanya bisa ditepati, termasuk durasi sang Pembicara yang ternyata pas tuntas sekali. Maklum beliau purnawirawan TNI dan orang yang taat waktu.
Pukul 11.45 acara makan siang sudah bisa dinikmati, dan benarlah adanya, pada jam itu ada beberapa pengunjung berdatangan. Lewat guyonan saya tanya mengapa mereka baru kelihatan, dan mereka menjawab,"...biasanya kan molor satu jam...." [] 6 desember 2004



AMANAH

Akhir bulan Sya'ban lalu saya menerima undangan rapat pembentukan Panitia Kegiatan Ramadhan dari sebuah mesjid di kampung saya. Saya bukan orang yang rajin ke mesjid tersebut. Soalnya saya sholat jum'at di kantor, dan baru sampai rumah lewat isya setiap harinya. Acara rapatnya jatuh hari Sabtu malam Minggu ba'da Isya.
Karena memang tidak ada uzur, saya berangkat untuk memenuhi undangan majelis mulia tersebut. Dalam rapat tersebut, ternyata beberapa orang banyak yang berkeberatan untuk duduk di kepanitiaan. Biasanya berkilah,"...saya nanti membantu sepenuhnya, tetapi saya jangan dimasukkan ke-kepanitiaan...".
Konon, setan sering mempengaruhi manusia agar tidak usah ikut serta dalam kegiatan mesjid.

Sekilas saya juga pingin mengundurkan diri, tetapi saya tidak melihat alasan yang logis untuk tidak memegang amanah yang ditujukan ke saya; yakni "bendahara uang keropak tarawih". Akhirnya saya menerima "jabatan" tersebut dengan catatan saya tidak bisa ikut sholat tarawih kecuali hari libur kantor. Dan dewan rapat-pun setuju.
Sehabis rapat, Pak Wakil Ketua menjumpai saya dan berkata,"...Pak Haris... tugas Bapak adalah menjaga supaya uang ini tidak tersentuh siapa-pun, sehingga tidak terpakai oleh hal - hal yang tidak sangat mendesak. Bapak nggak perlu tiap tarawih memaksakan diri untuk hadir...".

Dalam sebulan, amanah itu saya pegang. Uang keropak kebanyakan disetor oleh Mas Marbot ke rumah saya, hingga akhirnya setelah sholat Ied --yang menandakan acara Ramadhan usai-- uang tersebut saya serahkan semuanya dalam keadaan tanpa tersentuh seorang-pun. Masih seperti sediakala lengkap dengan amplop kumal-nya, bahkan ditukar recehpun tidak. Hanya saya imbuhi dengan perincian day-per-day-nya.
Biasanya --menurut orang - orang-- kebanyakan uang keropak itu ditukar receh-recehnya, namun kadangkala mengakibatkan salah hitung. Atau bahkan dipakai pinjam. Ini menjadi biang keributan.

Begitu mengetahui bahwa uang tersebut aman sentausa, dalam acara halal bi-halal Bapak Wakil Ketua kembali berbicara kepada saya,"....Pak Haris.... bulan depan kita hendak mengadakan kegiatan Iedul Adha.... pastilah banyak uang amanah jamaah yang harus dikelola..........."[] 7 desember 2004
uang keropak : uang hasil kotak amal
marbot : penjaga mesjid



METRO LIFESTYLE

Biasanya hanya Si Marley Boy yang mondar - mandir hingga tiga kali di sepanjang trotoar halte itu. Marley Boy kini sudah besar, hampir setinggi pria dewasa, badannya makin tegap dan kokoh. Tiga tahun yang lalu dia masih serupa bocah. Dulu mirip penjual koran, walau rambutnya sudah gembel. Karena rambut yang mirip Bob Marley itulah saya menyebutnya Marley Boy.
Hampir setiap pagi dia mondar - mandir, mengais - ngais sampah, terutama sampah nasi bungkus sisa makan malam para supir taksi yang nongkrong di situ. Kaisannya langsung diraup ke mulutnya, sesekali disemburkannya bila memang sudah terlalu basi. Kulitnya makin dekil dan menghitam, seiring makin rapuh pakaiannya. Gaya jalannya mirip Janggo hendak memainkan pistolnya.

Pagi tadi entah kenapa saya sempat mengikuti ocehan seorang wanita tua yang juga mungkin kurang waras. Umurnya berkisar 60 - 70 tahun. Kebetulan perempuan itu tidak mengoceh sambil berjalan, melainkan hanya tersandar ke pilar halte. Menurut calo taksi yang berada di situ, sudah sekitar tiga hari si ibu tua tadi berkeliaran di sekitar halte, bahkan sudah dikasih baju bekas oleh seorang satpam pertokoan.

".... anak saya ada di Jawa Tengah...."
".... saya mau mencari kerjaan lagi...."
"Saya kerja sama Nyonya.... Nyonya keluar kota, saya disuruh nunggu disini...."

Berulang - ulang beliau mengocehkan kalimat - kalimat tersebut, tentunya diimbuhi ocehan yang saya kurang bisa menangkap maknanya.
Kesimpulan sementara saya adalah, perempuan tua itu adalah pekerja rumah tangga; tepatnya mantan pembantu. Asalnya dari Jawa Tengah. Namun karena mungkin sudah tidak perform lagi, maka tuannya "membuang"-nya di halte tersebut.

".... anak saya ada di Jawa Tengah...."
".... saya mau mencari kerjaan lagi...."
"Saya kerja sama Nyonya.... Nyonya keluar kota, saya disuruh nunggu disini...."

Ah... saya tetap berharap semoga kesimpulan saya salah.....[] 21 januari 2004



KISAH MESJID

Saya berkesempatan singgah di lima buah mesjid pada saat mudik akhir tahun lalu. Tiga mesjid adalah peristirahatan saya selama perjalanan Bogor - Solo dan Yogya - Bogor pada pulangnya. Dua mesjid lainnya merupakan mesjid yang menyimpan kisah yang belum jelas konfirmasinya. Saya sebut demikian karena memang saya mendengar kisah tentang kedua mesjid tersebut dari hasil obrolan orang - orang sepuh sahaja, dan tentunya saya tidak melakukan klarifikasi kebenaran ceriteranya.

Mesjid yang satu bernama Sulthony, terletak di desa Rejodani -- 10 kilometer arah Kaliurang- Yogyakarta, asal muasal mendiang Bapak saya. Konon, jaman perang Diponegoro pada abad lampau , Pangeran Diponegoro melintasi wilayah Rejodani yang masih merimbun belantara. Lantas sang Pangeran mengutus beberapa orang kepercayaannya untuk menetap, membangun, dan mengembangkan wilayah tersebut. Kebetulan salah seorang utusan tadi adalah leluhur keluarga saya.
Tanpa berlama - lama, orang - orang tadi lantas memulai kegiatannya. Yang pertama salah satunya adalah membangun mesjid Sulthony tadi. Kebetulan leluhur keluarga saya kebagian ikut dalam urusan mesjid ini hingga turun - temurun. Hingga pernah suatu saat --masih jaman kolonial-- Kesultanan Yogya mengutus para punggawanya untuk ikut berpartisipasi dalam mesjid tersebut. Konon Sri Sultan mengirim prajurit cebol-nya.

Mesjid kedua -- saya lupa namanya-- memang agak mistis kisahnya. Letaknya di seberang desa asal Ibu saya, Gentan - di jalan Kaliurang juga. Kakek saya adalah salah satu Imam di mesjid tersebut. Suatu pagi Kakek saya kesiangan, sehingga ketika tiba di mesjid tersebut, jamaah sholat subuh sudah selesai menunaikan sholatnya. Bahkan mesjid sudah sepi. Tentunya Kakek lantas melakukan sholat subuh sendirian. Ketika melakukan tengok kanan dan kiri mengucap salam untuk menutup ritual sholatnya, ternyata Kakek saya tidak sholat sendirian. Katanya, sholat beliau diikuti oleh makhluk besar dan berwarna - warni.
Menurut omongan orang - orang, mesjid tersebut memang sering digunakan sholat juga oleh jin Islam. ...Konon. [] 4 Januari 2005



MENGAJAR

"mengamalkan ilmu yang bermanfaat merupakan salah satu perbuatan yang tak terputuskan pahalanya"

Sekitar tahun 1996 (tepatnya saya lupa) saya sempat mengobrol dengan seorang karib saya di daerah Pulogadung. Ini pembicaraannya adalah ketetapan hatinya untuk memilih bangku sekolah lantas setelah itu dilanjutkan dengan mengajar di salah satu Universitas Negeri di Bali. Sebagaimana pembicaraan sebelumnya, sang rekan juga mengkonfirmasikan bahwa dia telah memutuskan untuk tidak melanjutkan proses registrasi penerimaan karyawan baru di sebuah pabrik otomotif terkemuka.

Yang saya ingat adalah kelakar dia saat menuai wisuda. Setelah bersama - sama membeli jas, sepatu, hingga kaos kaki, dia sempat berkelakar,"....Indeks Prestasi saya untuk S2 lebih tinggi daripada saat saya lulus S1. Saya merasa lebih sukses di S2 ketimbang saat S1. Ini saya yang menjadi lebih pintar... ataukah saingan dan mata kuliah yang saya hadapi sekarang lebih mudah, ya ?.....". Kontan tawa kami meledak seketika.
Setelah wisuda dia sejenak pulang mudik ke Blitar, lantas berkemas hendak menjadi pengajar di Universitas Udayana, Bali.

Ramadhan 1425H baru lalu, saya menerima SMS dari adik bungsu saya yang saat itu sedang berprofesi menjadi rekayasawan muda di sebuah industri pengepakan di sebuah kawasan industri Jawa Timur. Isinya mengungkapkan keinginannya untuk mengikuti tes calon dosen politeknik.
"Saya mengerti betul bahwa pendapatan yang saya terima akan lebih kecil. Ini memang suatu masalah. Tetapi saya sudah mantap", begitu ungkapnya.
Pada bulan Januari 2005 saya menerima SMS lagi,"...Alhamdulillah, saya diterima untuk menjadi dosen Politeknik. Pertengahan tahun saya akan resign dari perusahaan ini".

Hampir bersamaan dengan itu, saya menerima email dari seorang kakak kelas saya yang telah melanglang buana menuntut ilmu, seorang insinyur profesional yang telah merasakan berbagai pengalaman di lapangan. Email tersebut mengungkapkan sebuah penolakan halus terhadap penawaran jabatan direktur sebuah perusahaan. Alasan penolakannya adalah " Saya ingin mengajar". Hanya itu.

Saya jadi teringat cerita dari Ibu saya. Ibu bercerita bahwa Ayah mengobrol dengan salah seorang karibnya beberapa minggu sebelum Ayah wafat.
"Kegiatan Anda sekarang apa, Pak ?", tanya sang karib.
Ayah saya menjawab, "Selama saya masih dikaruniai hidup, saya ingin mengajarkan dan mendakwahkan ilmu yang saya punyai...". [] 1 Februari 2005




DILEMA

Dalam suatu perjalanan mudik lebaran antara Malang - Yogyakarta, kami sering berhenti untuk beristirahat. Pilihan utama biasanya adalah mesjid.
Disuatu saat, kami mudik di hari Jum'at, -- saat itu saya masih SMP. Maka adalah pilihan tepat untuk beristirahat siang di sebuah mesjid, sekalian menunaikan shalat Jum'at. Seperti biasa, saya dan kakak mengapit posisi Bapak dalam deretan shaf terdepan. Mesjid yang disinggahi kali ini terletak di perbatasan Jawa Timur - Jawa Tengah.

Entah mengapa pada saat pembacaan khutbah Sang Penceramah rupanya melakukan sedikit kekeliruan melantunkan ayat Al-Qur'an. Dan secara spontan namun lirih, Bapak saya mencoba meralat dengan menyela bacaan Sang Penceramah. Rupanya sedikit banyak Bapak hafal beberapa ayat dari Al-Qur'an. Sang Penceramah mendengar ralat tersebut, lantas memperbaharui bacaannya.
Babak selanjutnya sang Penceramah mempersilakan Bapak saya untuk memimpin shalat Jum'at berjamaah. Maka jadilah Bapak saya Imam dadakan.

Masalah sebenarnya adalah dilematis, dalam ritual khutbah Jum'at, tidak diperkenankan seorangpun berbicara kecuali Sang Penceramah, -- apalagi menyela-- . Namun, bagi siapapun orang Islam yang mendengar dan mengetahui adanya penyimpangan pembacaan ayat Al-Qur'an, maka orang tersebut wajib untuk meralat dan meluruskannya. [] 4 Februari 2005



GUNTING

"Naik apa Mas kemaren ?", tanya saya kepada kakak saya setiba saya di RS. Panti Rapih Yogya.
Kakak saya sudah sehari sebelumnya tiba untuk menengok Simbah Putri yang sedang opname.
"Kereta Lodaya, berangkat dari Bandung", jawabnya,"...kelas bisnis".
"Kelas Bisnis ?", saya setengah bertanya.
"Ya. Emangnya kenapa ?".
"Gak pa-pa. Cuma sebaiknya bawa gunting".
"Buat apa ?".
"Buat motong kabel kipas angin....haa... haa... haaa...", saya menjelaskan tidak tuntas.

Saya punya pengalaman dengan kereta kelas bisnis, yang gerbongnya tidak ber-AC, namun dilengkapi dengan kipas angin.
Tahun 1997 - 1999 saya sering ke Yogya atau Solo untuk menjumpai pacar saya yang kala itu dia masih kuliah. Untuk urusan ini, saya menggunakan kereta bisnis, biar sedikit ngirit.

Suatu malam, saat saya hendak pulang ke Jakarta, saya kebagian bangku kereta dimana diatasnya tepat ada kipas angin. Kipas angin itu sedikit rusak, jadi dia cuma bisa berputar balingnya tanpa menggelengkan sumbunya. Jadi tiupan anginnya cuma mengarah ke satu titik, yakni bangku saya.
Saya coba tawarkan ke penumpang sekitar barangkali ada yang sukarela kena semburan angin keparat itu, tapi hasilnya nihil. Terpaksa saya keluarkan jurus sarung. Untuk menahan laju angin saya berkerudung sarung dan pake topi.

Sesaat kereta melaju, seiring itu pula lewatlah kondektur beserta pembantunya. Sekalian diperiksa tiket, saya utarakan kepada mereka agar mematikan saja kipas tersebut,"...semua penumpang disekitar sini ga ada yang mau disembur sama kipas", dalih saya. Saat itu tepat pukul 20.00, saya-pun melanjutkan meringkuk di dalam kemulan sarung.

Hingga pukul 21.00 ternyata kipas itu masih menggila. Rupanya tidak ada tindakan apapun dari mister kondektur. Badan saya sudah mulai meriang karena lebih satu jam tersembur angin. Kontan saya lepas selimut sarung, dan saya memanjat sandaran bangku saya. Satu tangan berpegangan pada rel bagasi atas, satu langan saya lainnya mencoba meraih kabel kipas angin. Setelah sekitar tujuh menit bergelantungan, akhirnya saya berhasil dengan paksa memutus kabel kipas angin. Timbul sedikit percikan bunga api. Yang jelas selama itu saya jadi tontonan orang se-gerbong. Namun, seluruh usaha itu tidak sia - sia. Kipas angin akhirnya mampus. Dan saya terbebas dari ancaman meriang dan masuk angin. [] 14 Februari 2005



KARTU KREDIT

Saya termasuk nasabah bank yang tanggung. Sampai dengan tahun 2004, saya menjadi nasabah aktif untuk lima buah bank, untuk tahun ini tinggal empat bank yang saya masih aktif. Untuk mempermudah urusan belanja, saya menjadi anggota kartu kredit, dan sejak tahun 1995 saya termasuk member "teladan" untuk kartu Visa keluaran Bank P.

Urusan Kartu kredit ini gampang - gampang susah. Yang jelas urusan ini telah memaksa saya untuk tidak menjadi orang teledor, terutama akhir - akhir ini. Terus terang saya menggunakan kartu kredit hanya untuk mempermudah pembelanjaan (tidak perlu antri di ATM atau tidak perlu repot menggembol duit tunai), dan juga mengatur pengeluaran bulan depan karena sudah memegang slip tagihan. Saya tidak ada maksud untuk menghutang kemudian harus mengangsurnya berbulan - bulan. Saya ingin setiap malam bisa tidur lelap tanpa terbebani hutang cicilan.

Namun diluar dugaan saya, urusan kartu kredit ini memang telah berkembang pesat. Banyak penawaran atau program belanja yang tidak terjangkau oleh saya. Kebanyakan memang tidak mungkin saya ikuti. Hal inilah yang membuat saya sedikit ceroboh terhadap selebaran - selebaran promosi belanja dari bank. Saya memang tidak selalu harus membaca seluruh huruf dalam segepokan tebal selebaran yang setiap bulan terkirim bebarengan dengan informasi tagihan. "Sangat membuang waktu membaca naskah promosi sebanyak dua puluh halaman tersebut", pikir saya.

Kemajuan terkini adalah kerjasama kartu kredit dengan asuransi, dimana bisa saja setiap member kartu kredit otomatis menjadi nasabah suatu asuransi. Buntut dari kecerobohan saya adalah saya harus membayar polis asuransi yang saya sendiri tidak tau ujung pangkalnya, karena saya tidak teliti membaca selebarannya. Pokoknya saya begitu kaget karena tau - tau keluar tagihannya. Terus terang saya bingung. Ternyata dalam selebaran promosi yang dikirimkan berkala itu memang tercantum di ujung bawahnya, bahwa seluruh pemegang kartu kredit otomatis menjadi nasabah asuransi tersebut kecuali bila memohon pembatalan kepesertaan asuransi. Yang berarti otomatis juga harus membayar polisnya secara rutin. Nah, karena saya tidak butuh asuransi tersebut, maka saya berjuang keras untuk membebaskan diri dari tagihan polisnya. Alhamdulillah berhasil.[] 24 februari 2005



KARTU KREDIT (II)

Kecerobohan saya terhadap urusan kartu kredit berulang di bulan ini. Critanya gini: Tahun lalu saya menerima penawaran promosi (gratis iuran anggota) untuk kartu kredit master keluaran Bank Permata. Setelah tiga bulan (?) kartu tersebut menganggur begitu saja, akhirnya saya aktifkan juga. Saya melakukan konfirmasi keanggotaan, mengaktifkan kartu kredit tersebut, dan lantas menggunakan kartu tersebut. Sejauh yang saya tau, kartu kredit memang harus diaktifkan terlebih dahulu sebelum siap untuk digunakan belanja.
Begitu masa berakhirnya kadaluarsa, saya-pun berhenti sebagai member dengan melunasi tagihannya terlebih dahulu.

Saya tidak melakukan konfirmasi pencabutan anggota, hingga akhirnya pihak Bank mengirimkan kartu untuk tahun kedua. Seperti biasa, saya mengonggokkan begitu saja kartu tersebut. Tidak mengaktifkan, tidak pula mengkonfirmasikan ketidak ikut sertaan saya sebagai member. Saya berpikir bahwa bila saya tidak mengaktifkan kartu tersebut, maka saya tidak lagi ikutan.

Tapi itulah kecerobohan saya. Beberapa bulan kemudian, kartu tersebut menuai bencana. Ternyata saya menerima tagihan dari kartu tersebut. Bukan tagihan belanja, tetapi tagihan iuran tahunan.
Saya bingung, karena saya memiliki persepsi bahwa bila kartu tersebut belum aktif, maka tidak mungkin akan keluar tagihannya. Dengan persepsi tersebut, saya melakukan konfirmasi ke pihak Bank. Lebih gawat lagi, ternyata kartu tersebut telah aktif, tetapi pihak bank tidak bisa memngkonfirmasikan siapa yang telah mengaktifkan kartu kredit tersebut. Keterangan sementara dari mBak Desy sang Customer Service mengatakan bahwa memang kartu kredit tersebut telah diaktifkan secara otomatis walau bukan oleh pemegangnya....Waduh, repotnya jadi orang ceroboh kayak saya ini.[] 24 Februari 2005



BAHAGIA

Setelah saya memarkir kendaraan, maka saya bertanya kepada keluarga saya,"..saya mau ke ATM, kalian pada mau di mobil atau mau kemana ?".
Istri saya menjawab spontan," mau jalan - jalan aja.."
Ya sudah. Kita mengambil acara masing - masing. Anak - anak maunya jalan-jalan sama Ibunya, saya sendirian ngantri di ATM yang berada di luar pertokoan. Setelah saya mengambil duit, saya mencoba mencari mereka. Yang kelihatan hanya istri sambil menggendong anak saya yang kecil. Lha Si Sulung kemana ?
Ternyata Si Sulung Salma sedang mengantri hendak masuk ke taman permainan. Ibunya cukup repot dengan si bayi, dan bahkan sempat kehilangan jejak si Sulung.
Tampak Salma dengan polosnya berdiri di antrian padahal dia belum memegang tiket. Saya ke lokasi tersebut.
" Yah, Ayah... Itu pintunya sudah buka. Sandal Salma juga sudah dititipkan di rak. Salma mau ikut masuk", gitu katanya. Rupanya dia tidak mengerti kalau harus beli tiket dahulu. Tiket itu bisa dibeli di counter yang beberapa meter jaraknya dari situ. Okelah, saya bilang ke penjaga pintu agar menguruskan tiketnya supaya Salma tidak kehilangan giliran. Dan dia bersedia.

Begitu tiket sudah dipegang penjaga pintu, maka Salma-pun boleh masuk.
Saya lihat Salma berlari masuk sambil berteriak kegirangan. Melompat - lompat di atas kaki kecilnya yang tidak berkasut. Untuk selanjutnya menghilang lebur bersama bocah yang lain. Saya terus terang ikut bahagia melihat kelakuan anak saya itu. Sudah lama sekali saya tidak sebahagia kala itu. Saya tidak bisa bayangkan apabila anak saya gagal masuk taman permainan. Yang jelas Salma pasti kecewa. Dan saya-pun akan kehilangan momen yang luar biasa itu. Saya tersadar, rupanya saya telah memasuki fase yang berbeda, yakni saya merasa bahagia bila mampu menyenangkan anak saya.[] 7 maret 2005




KECEWA

Biasa. Semua orang pasti pernah kecewa. Pada bulan Ramadhan tahun 2004, kamera saya mendadak rusak di mekanisme "auto-zoom"-nya. Saya melewatkan lebaran tanpa kamera, hingga saya kehilangan kesempatan mengabadikan beberapa momen penting, salah satunya adalah acara berkumpulnya saudara-saudara saya ke rumah saya, karena Ibunda memang sedang mampir ke Bogor.

Kamera itu langsung saya reparasikan ke sebuah toko reparasi kamera di Pertokoan Yogya-Jalan Baru - Bogor. Mereka minta saya membayar uang muka sebesar 85 ribu dan tidak bisa ditarik lagi walau-pun nanti proses reparasinya gagal. Saya menyetujuinya. Katanya sebulan lagi, yakni awal bulan Desember 2004, kamera itu bakal beres.
Saya memang hendak menggunakannya untuk jalan - jalan mudik di akhir - tahun.

Kenyataannya benar - benar mengecewakan. Ternyata kamera itu tak kunjung beres hingga saya harus ber-akhir tahun tanpa kamera tersebut. Saya terpaksa meminjam kamera rekan kantor saya.
Kekecewaan tidak hanya berhenti disitu. Pada akhir Januari 2005, toko tersebut menghubungi saya untuk mengambil kamera tersebut,"....biayanya ditambah 200 ribu", gitu kata pelayan toko via telpon.
Saya menyempatkan sambang ke toko tersebut, namun saya lihat kameranya belum beres. Auto-zoom-nya makin ngadat.
Dari sini timbul masalah baru karena pelayan toko tetap memaksa saya untuk membayar 200ribu, alasannya karena sudah ada komponen yang di ganti.
Hampir saja saya naik darah, sampai akhirnya saya jelaskan,"..mBak... apapun komponen yang diganti dan berapapun biayanya, saya akan bayar bila memang kamera tersebut sudah beres... ini 'kan masih rusak ?..Ok...?".
Saya meninggalkan toko setelah dia mengerti apa yang saya maksud. Dan hingga sekarang saya sudah tidak peduli lagi dengan kamera tersebut.

Kecewa sudah pasti. Tetapi mengharapkan kamera tersebut balik seperti kondisi awal bagai mengharapkan godot, karena toko tersebut ternyata tidak mumpuni, dan hanya ingin menguras kantong saya saja. Maka saya membiarkan saja supaya tidak makin runyam....Yah... kamera tersebut saya biarkan mendekam di toko tersebut, .. dan saya-pun menikmati musik - musik kesukaan saya...[] 8 Maret 2005



KISAH PETUALANGAN YANG HILANG

"...Si Ripin mulai memanjat. Diikatnya tangkai nangka itu dengan tali timba, yang mereka pinjam dari rumah Bang Umar. Lalu si Ripin menutuhnya dengan sebuah parang panjang.
Nangka itu tergantung ! Saba, Jupri, dan Lodan yang memegangi ujung tali timba itu, lalu mengulurnya perlahan - lahan. Nangka itu tiba di tanah tanpa bantingan...." (Seri Si Saba - CM.Nas)

Minggu lalu saya terima paket. Ceritanya gini, kebetulan saya punya teman yang bekerja di sebuah majalah. Dan lagi, saya dulu jaman SD juga berlangganan majalah tersebut, kira - kira tahun 80-an. Saya pengen bernostalgia membaca cerpen - cerpennya. Keinginan saya itu saya sampaikan kepada teman saya. Dan teman saya akhirnya harus mengobrak - abrik ruang dokumentasinya sambil berbangkis - bangkis, sebelum akhirnya mengirimkan paket yang berisi kopi dari dokumentasi majalah era tahun 80-an yang saya maksud. Tentunya cerita-ceritanya sudah kuno. Sudah duapuluh tahun lalu.

Cuplikan di atas merupakan gambaran petualangan anak - anak tempo lalu. Mereka dolan ke kebon nangka, atau meniti tepian sungai, juga memanjat pohon jambu monyet dan membakar bijinya. Itulah apa yang dilakukan bocah pada dua -puluh tahun yang lalu.
Mungkin bocah sekarang akan berbeda cara mainnya, cara bertualangnya. Mereka memanjat di arena bermain, menembak di time-zone, atau seharian 'menthelengi' play station. Jaman memang berubah, tapi alangkah nikmatnya bila petualangan tempo lalu itu bisa diikuti oleh anak generasi sekarang. Suatu petualangan yang bersahabat dengan alam. Saya yakin hal itu sangat bermanfaat, setidaknya ketimbang seharian mencet - mencet tombol PlayStation.[] 29 maret 2005



SECOND OUT

Saya baru mendapat kiriman DVD konser salah satu grup musik kegemaran saya, yakni konser Genesis bertajuk 'Second-Out'. Konser ini digelar tahun 1976 - 1977. Sebetulnya ini konser yang istimewa, tetapi karena kuno membuatnya beberapa gambarnya memang tidak menarik buat ditonton, walau tetap sangat exiting buat didengarkan. Konser ini istimewa baik secara materi maupun 'rohani'. Konser ini menyimpan muatan 'semangat kebangkitan' yang patut dicontoh.

'Second Out' merupakan perwujudan eksistensi. Ya. Karena inilah konser akbar pertama dari Genesis setelah sang-'jiwa' Peter Gabriel menyatakan mengundurkan diri sebagai anggota. Peter Gabriel adalah sosok pemrakarsa Genesis, leader, konseptor seluruh album yang dirilis dari awal hingga tahun 1976, dan dia juga penulis hampir seluruh lagu yang pernah ada.
Keluarnya Sang Gabriel disinyalir dapat membawa dampak keruntuhan grup musik yang tengah berkibar itu. Genesis diambang petaka.

Namun konser 'Second Out' menjawab semuanya, bahwa kepergian Sang Gabriel tidak membuat Genesis terpuruk. Inilah pembuktian mereka, bahkan mereka mengklaim diri sebagai 'Genesis era II", yang lepas dari bayang - bayang Sang Gabriel. Semangat 'Second Out' yang berapi-api untuk tetap eksis.

Demi eksistensi, mereka lantas mengubah haluan musik mereka menjadi lebih 'easy-listening'. Sejatinya saya lebih sreg dengan pola musik jaman Sang Gabriel, tetapi saya disini sangat mengagumi Phil Collins, Tony Banks, dan Mike Rutherford untuk tetap bersatu dan berjuang menegakkan panji Genesis yang sempat terancam ambruk.
Juga peran Tony Banks yang sadar diri bahwa sifat introvert-nya membuat dia dengan legowo menyerahkan mandat 'front-man' kepada yuniornya, Phil Collins untuk maju ke depan. Sejatinya Banks lebih senior ketimbang Collins. Hingga akhirnya dikalangan penggemar Genesis muncul semboyan "Collins Saved Genesis".

Dalam keseharian, kita kadangkala dililit problem yang seringkali meruntuhkan usaha kita. Tetapi sebenarnya kita mampu bertahan dan berkibar kembali bila kita memiliki semangat 'Second Out'. Tidak ada salahnya kita belajar dari sekelompok musikus yang bernama Genesis, walau untuk tahun - tahun ini Genesis sendiri tidak kuasa untuk menahan keruntuhannya sendiri.[] 5 Mei 2005



MINI COMPO

Minggu lalu saya menyempatkan mengutak - atik sebuah mini compo tua. Pada tahun 1986 saya dibelikan perangkat tersebut oleh orang tua saya dengan sebuah syarat:"....tidak boleh mengganggu prestasi sekolah...". Maklum, saat itu saya memang merengek - rengek kepada ibu supaya dibelikan mini compo.
Harganya seingat saya sekitar seratus lima belas ribu rupiah, merek Nasional.

Mini compo tersebut sempat pensiun beberapa tahun karena saya lebih respek memutar keping CD, yang tentunya tidak bisa diputar menggunakan mini compo uzur tersebut. Jaman itu belum tren CD.
Mujur nian itu mini compo, ternyata tidak ada kerusakan yang berarti, cuma ada sirkuit tenaga yang putus di sekitar amplifier. Dengan beberapa puntir setelan head, bereslah sudah saya mengoprek alat tersebut. Saya cukup puas dengan keluaran suaranya. Cempreng khas compo. Namun set-up mini equalizer bisa sedikit memperindah suara yang dihasilkannya.

Yang dahsyat adalah ketika saya mencoba memutar salah satu kaset koleksi saya, Genesis album MAMA tour. Saya membelinya tahun 1987, bertepatan dengan prosesi penerimaan saya di SMA. Saya ingat betul, dimana saya harus mengganti sampul kaset tersebut gara - gara rusak setelah dipinjam teman sekelas saya. Gondok sih jelas, tapi saya berhasil memendam amarah karena dia adalah teman baru saya, sesama murid baru di sekolah. Saya mengganti sampulnya dengan potongan kertas kalender.

Dahsyat, --karena diluar dugaan,-- suara yang keluar dari speaker mini compo tersebut seakan tercurah berikut dimensi masa dan ruang-nya.
Saya seakan terbawa ke masa dua puluh tahun lalu, dan terseret menuju kamar saya di Malang, 800 kilometer letaknya dari posisi saya sebenarnya.
Segera saya merasa ketagihan, saya lanjutkan dengan memutar album - album lawas yang lainnya. Diantaranya adalah album Emerson, Lake, & Powell yang merupakan kaset ketiga paling awal yang saya beli setelah VeryBest YES dan VeryBest RollingStones.

Orang - orang boleh bilang bahwa koleksi kaset saya sudah lapuk dan renta. Bahkan saya sendiri telah mereformasi sebagian kaset saya ke format CD. Namun perpaduan kaset dan mini compo tersebut ternyata merupakan keajaiban bagi telinga saya. Disadari atau tidak, mereka adalah ornamen dari penggalan sejarah hidup saya. Mereka memiliki posisi unik dalam hidup saya.[] 6 Juni 2005



KEAJAIBAN BOCAH

Salma, anak saya berumur hampir 5 tahun. Dia bermain, sekolah, bercanda, dan rewel seperti kebanyakan anak lain seusianya. Memang ada hal - hal spesifik, tapi tidaklah terlalu banyak. Namun, kali ini saya sungguh - sungguh yakin bahwa anak - anak --tidak hanya anak saya,-- merupakan suatu keajaiban.

Ditengah rasa dongkol karena susunan acara yang (menurut saya) tidak karuan, saya mengikuti acara pementasan sekolahan anak saya. Di siang bolong menjelang waktu Dzuhur, anak - anak tersebut memunculkan keajaibannya. Beberapa tarian yang ditampilkan membuat saya heran. Soalnya saya selama ini menganggap anak - anak adalah sekumpulan makhluk yang gemar bermain sahaja.
Tetapi pentas itu berkata lain, mereka bisa menghafal dengan baik gerakan - gerakan tarian lebih dari yang saya duga semula. Padahal, setahu saya waktu persiapannya tidaklah lama. Belum lagi mereka telah didera kelelahan akibat prosesi seremonial yang memakan waktu sebelumnya. Dandanan wajah mereka telah luntur, beberapa anak bahkan sudah menangis di lepas pagi karena kegerahan. Pukul sebelas, setengah jam sebelum tampil, anak saya sudah merengek pulang tapi ditahan sama Ibu-nya.
Ternyata mereka telah hafal betul tarian dan iringan musik-nya. Bahkan sebagian mereka juga hafal tarian lain jatah temannya hanya gara - gara latihan bersama. Praktis mereka menontonnya dan menghafal tanpa sengaja. Amazing.

Dalam pentas itu, setiap kelompok anak kebagian menari sekitar 5 - 7 menit. Ada satu dua anak yang pentas lebih dari satu kali. Bukan hanya tarian, ada pidato dan menyanyi juga. Anak saya juga kebagian deklamasi dalam bahasa Inggris. Ini juga diluar dugaan saya. Se-ingat saya, untuk urusan bahasa Inggris Salma cuma bisa melafalkan sepenggal lagu Genesis : The Musical Box, "...Why Don't You Touch Me, Now..!..Now..!...Now...!". Itu saja. Tetapi dalam pentas itu dia berdeklamasi cukup panjang dengan dua rekannya. Hafal dan kompak.

Sebelumnya saya sempat heran juga dengan kelakuan gerombolan bocah di kampung saya. Anak saya bersama teman - temannya kadang melakukan hal yang saya kira di luar kemampuannya. Namun setelah ditelusuri dengan baik, mereka ternyata memang mampu melakukannya. Kadang saya memang terlalu memandang bahwa bocah --anak saya-- adalah makhluk yang tidak mampu. Saya terlalu meremehkan mereka. Tapi pandangan ini ternyata salah, anak - anak adalah manusia yang bertanggung-jawab. Ini adalah keajaiban yang harus kita terima. [] 8 Juni 2005




JOR-JORAN SATE KAMBING

"Sumber dari segala penyakit adalah menumpuk makanan dalam perut..." (Al-Qur'an)

Sekitar dua tahun lalu, saya dan rekan - rekan dari kantor pernah 'kemaruk' sate kambing. Lagi demen-demennya sate kambing, maklum di dekat kantor ada yang jualan. Sering kita berombongan ke kedai sate tersebut pas makan siang. Disana terjadilah balapan adu banyak makan sate kambing, jor - joran tanpa ukuran. Ada yang habis 20 tusuk, trus dilewati pesaingnya yang menelan 25 tusuk. Kapan lagi dilewati yang lain. Barangsiapa yang menjadi penyantap paling sedikit, akan jadi bahan ledekan sampai perlombaan babak berikutnya. Kita semua --pasti-- tidak sudi menjadi pecundang seperti ini.

Begitulah, sampai akhirnya saya terkena malapetaka kecil. Saya terindikasi potensial hipertensi karena kolesterol. Ngakunya ke istri dan ke dokter, saya kebanyakan minum sereal-susu. Tapi dalam hati saya yakin benar, sate kambing inilah musabab utamanya.
Biaya pengobatannya cukup mahal. Dan juga lama. Lama karena saya memilih pengobatan alternatif, bukan menenggak obat kimia karena saya was - was terhadap ginjal saya. Saya jarang olah raga, dan konon obat hipertensi itu termasuk obat dosis tinggi.

Dengan kasus tersebut, saya menjadi pecundang dan bahan ejek-ejekan. Ga pa-pa, yang penting sehat. Saya mundur dari ajang per-sate-an ini.
Tak berjarak lama, seorang peserta mengundurkan diri pula. Dia harus opname karena ter-terjang tekanan darah tinggi juga. Sebabnya sih mungkin tidak hanya sate, tapi paling tidak kontribusi sate kambing cukup nyata disini. Satu lagi pecundang lahir, rupanya dia lebih parah dari saya.

Tak lama kemudian, ajang perlombaan sate tersebut berakhir. Sebab musababnya adalah satu peserta lagi – Sang calon Jawara-- terkena penyakit 'tidak bisa tidur'. Tidak bisa tidur hanya gara - gara pada saat makan siang dia menghajar sekitar 30 tusuk sate kambing. Katanya selama semalam hingga menjelang subuh kepalanya puyeng hebat.[] 10 juni 2005



MANTU MARATHON

"menikahlah kamu bila sudah mampu, atau berpuasalah..." (Muhammad SAW)

Pemicunya adalah adik perempuan saya, nggak ada sinyal kuat tau-tau orang tua saya merencanakan untuk menikahkannya. Kabar ini mencuat di pertengahan tahun 1998 bagai petir di siang bolong. Usut cerita, ternyata memang orang tua saya menjodohkan adik saya dengan putra rekan se-profesi-nya. Sifat orang lama : Kenal, Klop, Beres, Jalan.
Nggak perlu memakan prosesi cukup lama, lamaran langsung digelar diakhir tahun 1998 dan langsung diterima tanpa banyak persoalan karena kedua calon besan sudah saling dan sangat mengenal.
Sebagai pihak pengantin perempuan, maka disusun pula oleh orang tua saya rencana pernikahan tersebut, yakni bulan Agustus 1999.

Dengan adanya petir di siang bolong itu, maka bergulirlah masa penjajagan perkawinan diantara kita bersaudara: adik perempuan saya, saya sendiri, dan kakak sulung saya. Kami bertiga 'gembleleng' merasa cukup 'mampu' untuk dinikahkan saat ini juga. 'Kemlinthi'-lah pokoknya,-- apalagi saya,-- karena saya sudah pernah mengajak pacar saya untuk bersilaturahim dengan keluarga saya di Malang. Sementara Adik lelaki saya masih terlalu muda untuk ikut 'musim nikah' ini.
Kami berdua juga beramai - ramai minta dilamarkan calon istri. Kakak saya lamaran (seingat saya) sekitar bulan April 1999, sementara saya kurang - lebih sebulan sesudah itu. Namun pelaksanaan kawinannya saya jatuh bulan September 1999, sementara kakak sulung menikah bulan Nopember 1999, persis sebelum puasa Ramadhan.

Jadi, orang tua saya marathon tiga kali mantu dalam empat bulan. Acaranya-pun keliling Jawa. Adik di Malang, saya di Solo, dan Kakak resepsi di Bandung.
Ada tradisi Jawa yang bilang, bahwa tidak baik mantu dua kali dalam setahun. Tetapi Bapak saya menjawab diplomatis bahwa beliau tidak melakukan hal tersebut, ' Saya mantu tiga kali dalam empat bulan. Bukan dua kali dalam setahun'. Sip-lah. Saya sangat setuju dengan jawaban tersebut.

Capek ?
Jelas orang tua saya berkali - kali mengungkapkan ke-capek-annya. Ungkapan sambil tersenyum lega. Tetapi apa yang terjadi setahun setelah 'mantu marathon' itu ? Yang terjadi adalah panen cucu di abad milenium.[] 11 juni 2005




KECETHIT

Kecethit, itu bahasa Jawa. Punggung kecethit, sakitnya minta ampun. Bahkan saya sampai pingsan gara - gara punggung saya kecethit. Ceritanya begini : Pagi itu saya mencuci mobil. Selama tiga bulan ini memang saya tidak pernah olah raga. Dan keletihan sepulang nyetir mudik Solo - Bogor pp itu masih terasa.
Ketika saya harus mencuci ban, saya tidak jongkok. Saya melakukannya dengan membungkuk. Pada salah satu gerakan, punggung ini terasa salah urat, kontan saya bereaksi bangkit. Eh, malah makin sakit. Akhirnya mata saya kabur dan saya tersungkur. Saya sempat pingsan sebelum dipapah oleh tetangga masuk rumah.

Salah seorang tetangga baik yang profesinya dokter mencoba memeriksa. Dugaan ginjal terabaikan karena saya cukup rajin minum air putih. Ginjal juga bis bikin sakit di punggung ternyata. Dugaan tulang keseleo-pun gugur karena setelah diperiksa, tulang saya tidaklah mengapa. Ya berarti ada otot yang melintir dan tidak balik. Itu sebabnya. Salah urat tingkat elit.
Kata dokter tersebut pengobatan medis ada, yakni suntik dan perlakuan pemanasan. Saya dianjurkan cek ke rumah sakit.

Tetangga yang lain bilang bahwa ada tukang pijat yang mumpuni. Dalam pembaringan karena nggak bisa berdiri, saya memutuskan memanggil juru pijat. Tukang Pijat kampung sebelah, namanya Pak Bohir, cukup baik kerjanya, tapi saya tetap saja belum bisa duduk. Akhirnya usulan untuk memanggil tukang pijat tuna netra dilakukan hari berikutnya.
Dengan sedikit kebentur pintu karena dituntun anak saya, Mang Aseng menunaikan pijatannya. Bilangnya dia sering meluruskan otot para atlet lokal yang keseleo saat bertanding. Mang Aseng memang agak sakti. Terbukti setelah itu saya bisa duduk.
Mang Aseng tiba lagi tiga hari setelah kunjungan pertama. Cukup sakti juga. Setelah dipijat saya bisa berdiri namun belum tegak, agak miring ke kiri. Kontan saya telpon lagi dia untuk meluruskan punggung saya. Dia datang lagi dan menunaikan tugasnya dengan baik. Badan saya sudah tegak lagi.

Suatu malam, Fao -- karib saya-- menelepon saya. Kita-pun ngobrol juga perihal kecethit. Ternyata Fao juga pernah kecethit, dan dia opname di rumah sakit hampir sebulan dengan perlakuan pemanasan. Badannya ditarik dan dipanaskan punggungnya dengan mantel yang berisi air panas. Juga ada obat-obatannya. Namun tak kunjung sembuh jua.
"Sudah habis ratusan ribu, ....akhirnya saya mau pulang saja. Trus saya di bawa ke seorang tukang beras. Katanya dia biasa menyembuhkan keseleo. Saya manut saja. Walah. sakitnya minta ampun dipijat sama dia. Saya sampai teriak melung - melung. Tetapi setelah itu saya benar - benar pulih. Bayarnya-pun cuma sepuluh ribu. Tenaga profesional seharga ratusan ribu di rumah sakit tidak menyembuhkan. Tetapi seorang tukang beras bisa menyembuhkan hanya dengan sepuluh ribu. Ini aneh...", gitu jelas Fao.[] 14 juni 2005



In My Mind





SI PENYAYAT ULU HATI ITU BERNAMA TAGORE

Jika demikian kehendakmu, aku akan berhenti bernyanyi.
Jika membuat hatimu berdebar, aku akan mengalihkan mataku dari wajahmu.
Jika menyebabkan jalanmu tertegun tiba-tiba, aku akan menyisi dan mengambil jalan lain.
Jika mengacaukan hatimu dalam merangkai bunga, aku akan menjauh dari kebunmu sunyi.
Jika menyebabkan air bertingkah dan ganas, aku tak akan mengayuh bidukku menyusuri tepi sungaimu.
("Tukang Kebun" - Prosa ke 47)

Karena kebetulan minggu lalu saya menulis email buat rekan saya yang memuat Tagore, maka malam itu juga saya berhasrat ingin mambaca --walau sekilas-- buku "Tukang Kebun" karya Rabindranath Tagore. Yang saya punya adalah edisi bahasa Indonesia terbitan Pustaka Jaya 1996 terjemahan Hartojo Andangdjaja.

Tagore adalah penulis intelek yang lahir tahun 1861 di India dari kalangan pecinta seni. Tagore cenderung kalem dalam berekspresi. Tidak tajam seperti Albert Camus, namun tidak cengeng.

Entahlah kata orang, bagi saya Tagore merupakan seniman --tepatnya penulis prosa & puisi-- yang bisa memadukan keindahan kata milik Kahlil Gibran, menyusun skema suasana hati seperti cerpenis Anton Chekov, dan menguntai kalimat spiritual layaknya Jalalludin Rumi.
Dengan penggabungan seperti ini, tulisan Tagore rasanya bisa menyayat-nyayat hati pembacanya. Mungkin Anda tidak, tetapi Tagore telah berhasil menyayat ulu hati, minimal saya.[] 26 juli 2004



KODIFIKASI DAN BENANG MERAH

Sekarang ini di depan saya ada dua buku yang bersifat kodifikasi. Yang satu berjudul "Sejarah Islam" tulisan Ahmad al-Usairy terbitan PT.Akbar. Buku ini memuat sejarah ringkas Agam Islam mulai Nabi Adam AS, hingga era modern termasuk kisah heroik Revolusi Islam di Iran yang mengagumkan itu.(Mengagumkan ?....ya !!! walau saya penganut Islam Sunni, saya memang sangat menokohkan para revolusioner Iran yang menganut Islam Syiah: Imam Khomeini, Ali Syariati, dan Murtadha Muthahhari. Saya menganggap mereka sebagai Pahlawan Islam dan Imam Tauladan abad modern).

Buku kedua adalah "Teori Sosiologi Modern" tulisan George Ritzer & Douglas Goodman terjemahan Alimandan (terbitan Kencana-2004). Buku kedua ini cukup populer karena mengurutkan kiprah para pakar sosiolog dengan cukup komplit. Comte, Durkheim, Giddens, Faucault,.....
Tetapi bagi saya yang kurang populer adalah harganya, soalnya mahal.

Buku kodifikasi adalah buku yang terfokus memuat ringkasan-ringkasan kejadian tetapi disajikan secara urut. Buku ini amat bermanfaat bagi Anda yang ingin menarik garis merah dari segala yang anda baca atau alami.

Kalau dalam istilah musik, ini mungkin mirip dengan apa yang biasa disebut diskografi, dimana memuat tentang urut-urutan album/disk dirilis sehingga kita mengerti pola kreasi musisinya dari awal hingga sekarang berkiprah.

Anda bisa bayangkan betapa kacaunya pikiran dan pengetahuan kita, bila ternyata kita tidak faham bahwa Nabi Adam AS terlebih dahulu lahir ketimbang Ibrahim AS, dan kita juga belum jelas kalau Rasul Muhammad SAW adalah Rasul terakhir.
Untuk ini kita perlu buku sejarah ringkas Nabi & Rasul. Perkara Anda akan membeli buku lagi perihal masing - masing kisah Nabi, atau Anda punya hasrat memiliki buku Sejarah Hijrah, atau pembuatan Ka'bah Suci, itu sangat bermanfaat bagi wawasan dan referensi Anda.

Fungsi buku kodifikasi lebih kurang seperti itu, menjelaskan duduk zaman sehingga kita lebih faham duduk perkaranya.[] 28 juli 2004



SENIMAN SEJATI

Tahun - tahun kuliah, saya pernah memegang amanah menjadi Pemimpin Umum Majalah Mahasiswa Fakultas Teknik, namanya Majalah SOLID. Karena inilah saya juga sempat mendapat julukan "Haris Solid".

Saya memiliki beberapa staf, salah satunya bernama Endro. Dia adalah penggemar berat grup hard-rock Van Halen. Endro di organisasi kami berfungsi menjadi tukang gambar, ilustrasi, dan desain - layout.
Kenapa harus Endro ? Pilihan dijatuhkan karena dia adalah termasuk Juara Karikatur tingkat Propinsi (saya lupa juara berapa dan tahun berapa). Tetapi, saya memiliki alasan yang lebih kuat dari sekedar juara karikatur, kenapa saya memilih Endro untuk duduk di jabatan tersebut.

Endro orangnya khas Jawa Timuran. Ceplas - ceplos menilai orang, blak - blakan mengkritik dan memuji karya orang lain. Bahkan beberapa teman sering tersinggung ketika karyanya setengah dilecehkan oleh Endro. Atau saya-pun kadang kurang sreg dengan gaya seminan dia yang ngerokok sembarangan di ruang komputer.
"Disatu sisi Endro memang perfeksionis seperti saya....", gitu komentar Pimpinan Redaksi Solid.
"...dia khas Arema....dia khas Van Halen.....", timpal saya.

Suatu saat, diluar dugaan pernah timbul kritik dari rekan reporter junior (...sangat junior...!!!) terhadap hasil karikatur yang dibikin oleh Endro. "...Mas, karikatur ini kok nggak bagus ya....", gitu katanya. Saya sempat kaget juga. Lha wong jagoan Karikatur kok dilecehkan sama junior kacang bawang kayak gini.
Yang bikin lebih surprise adalah respon rekan Endro. Ternyata dia sangat apresiasi terhadap kritik bawang tadi. Dia respon dengan positif dan mau memperbaiki karyanya, walau kritik itu dari anak bawang.
Dalam hati saya berpikir,"...inilah the Great Maestro....".

Dari kejadian itu saya menarik hikmah, bahwa seniman sejati adalah seniman yang memiliki poin "bersedia divonis sekejam apapun dan bersedia memberikan kritik selengkap-lengkapnya". Ini dimiliki oleh Endro. Dan alasan inilah yang memantapkan saya untuk memposisikan dia di fungsinya, walaupn saya terus terang kurang sreg dengan ulah "ngerokok-sembarangannya" itu.[]30 juli 2004



ABE, PENENTANG PERBUDAKAN

Hari Minggu kemarin saya sempat membaca buku kecil, yang saya beli saat saya berusia sekitar 10 tahunan. Judulnya "Abraham Lincoln - Penentang Perbudakan" rilis tahun 1982 oleh PT.Djambatan. Buku tersebut ditulis oleh A.Soeroto.

******
....Keluarga Pencari Kayu Hutan Thomas Lincoln hari itu tengah merayakan kecil-kecilan kelahiran bayi lelakinya di gubuknya. Mereka memberi nama dengan Abraham. Kakaknya memanggil dengan "Baham". Hari itu tanggal 12 Februari 1809. Penduduk Amerika masih 7.2 jt jiwa. Dari jumlah tersebut 1.9 jt adalah kaum budak yang di datangkan dari Afrika. Mereka lebih terkenal dengan sebutan "negro". ( hal.3 ).

.....Tampak Abe kecil sedang membaca buku tebal.
"Dari mana ia mendapat buku itu?", tanya Ayah Abe kepada Istrinya.
"Tadi ada orang lewat. Kantongnya berisi buku itu. Abe lalu memintanya". (hal 7).

.....Pada kesempatan lain, Abe berkenalan dengan Jack Kelso. Orang inilah yang membukakan dunia puisi untuknya. Sering berjam-jam lamanya ia membicarakan keindahan Shakespeare dan pujangga - pujangga lain. "Inilah duniaku," gumamnya.
Mungkin karena merasa cukup terkenal, maka ketika musim semi tiba Abe mencalonkan dirinya untuk wakil daerah di Dewan Perwakilan negara bagian. Pada waktu itu umurnya menginjak 22 tahun. (hal 13).

....Pada musim panas tahun 1834 sekali lagi ia mencalonkan dirinya menjadi wakil rakyat. Ternyata kini ia berhasil dipilih.
"Mulai sekarang kamu harus belajar Hukum, Abe", kata mayor John Todd Stuart...(hal 16).

....Lincoln mencoba mencalonkan dirinya sebagai Anggota senat. Lawannya adalah Stephen A.Douglas. Pokok pembicaraan kedua orang itu berkisar pada pro dan anti-perbudakan. Lincoln menderita kekalahan. Douglas tersenyum puas.
Lincoln menjawab :"...Jalan gelap lagi licin. Dan saya berjalan diatasnya.Sekonyong-konyong saya tidak bisa menguasai kaki saya lagi dan sebelum tahu apa yang terjadi saya sudah berlutut di atas jalan tersebut. Saya tahu saya terpeleset, akan tetapi.... saya tidak jatuh." (hal 22).

....Tanggal 26 Juni 1857 Lincoln mengadakan pidatonya di Springfield: "Sejak diproklamirkan Kemerdekaan Amerika Serikat keadaan orang negro tidak pernah sejelek sekarang... alih-alih meningkatkan martabat orang negro sesuai dengan isi deklarasi. Saya yakin jika Bapak-Bapak pendiri negara ini mendengar di dalam kuburnya mereka tentu akan meringis kecut." (hal 25).

....Dikala itulah seorang gadis cilik berumur 11 tahun bernama Grace Vedell menulis surat kepadanya. Gadis itu menganjurkan supaya ia memakai jenggot. "Muka Bapak terlalu kurus," katanya. "Dengan jenggot kekurusan itu tidak kan tampak". Anehnya Lincoln menurut. Baru kali itulah ada seorang presiden AS yang berjenggot. (hal 28).

....Beberapa menit kemudian ia diambil sumpahnya sebagai Presiden baru ke 16 menggantikan Buchanan. Akan tetapi pada tanggal 12 April 1861 meriam penduduk daerah selatan yang pro-perbudakan menghujani benteng federal fort Sunter. Perang saudara-pun mulai (hal 30).

******
Terus terang saya adalah orang yang tidak begitu menyukai sepak terjang negara AS. Namun, salah satu produk Amerika, yakni Mr. Abe, merupakan sosok yang menarik untuk disimak, kalau perlu diteladani.[] 23 agustus 2004



PETUALANGAN VIRTUAL (?)

Sekarang jamannya virtual. Modal cukup seadanya, petualangan bisa mengasyikkan. Saya juga menerapkan hal ini. Media yang saya pilih adalah lagu.
Caranya gampang. Contohnya begini: Super grup asal Jerman, Helloween tempo lalu sempat konser di Ancol.
Saya nonton, dan jingkrak - jingkrak (plus teriak - teriak tentunya biar afdhol...) pula sampai tengah malam. Asik. Sebelumnya bahkan saya sempat beli kaos "Helloween - Live In UK.". Kaos hitam --khas heavymetal-- ini yang saya pakai untuk nonton.
Nah, bila saya ingin menikmati masa - masa itu, saya punya media virtual. Seorang rekan baik memberi saya satu kaset berisi track-list lagu-lagu yang dimainkan di konser Ancol tersebut. Saya tinggal memutarnya, maka memori saya akan melayang - layang mengenang jingkrak - jingkrak di Ancol menyaksikan konser tersebut.

Contoh kedua yakni saya pernah kelayapan di Singapura selama dua minggu. Sepanjang itu saya maen ke Benteng Dinasti Tang (?), tamasya ke Pulau Sentosa, mengunjungi Hard-rock, WarnerBros dan Planet Holywood, Menginap di Phoenix Hotel, gelapnya Sea World, Museum of Singapore, atau sekedar belanja CD dan jalan - jalan di trotoar OrchardRoad. Yang jelas, saya sering menggunakan kereta MRT, dan sepanjang itu saya cuma membawa satu kaset, yakno Boston "WALK ON".
Bila memang pengen, saya tinggal memutar kaset tersebut sambil memandangi foto album. Jauh lebih murah dibanding harus mengulanginya secara riil.

Masa mahasiswa di Malang saya sering mengingatnya dengan memutar album-album Gary Moore (jaket saya kuliah bertuliskan:"Still Got The Blues", album Gary Moore yang dirilis saat saya menjalani Opspek). Masa pacaran saya kenang dengan album Mike+The Mechanics yang saya beli di Galeria-Yogyakarta, atau lagu-lagu RestlessHeart yang dulu sering kami dengarkan berdua.
Dan banyak yang lainnya......... []6 september 2004



BILA TIDAK ADA

Hari ini, terus terang saya tidak ada ide untuk menulis. Kalau toh ada sejumput ide ternyata soal acara bikin sumur di rumah. Atau di pikiran saya sekarang juga ada tentang meninggalnya Mas Munir,SH. Ah... sudah terlalu banyak yang membahas (kehebatan) Mas Munir.

Tidak bisa dipaksakan. Itulah keadilan. Saya tidak mungkin bisa memaksakan ide sembarangan dalam menulis.
Dan, --disamping mendengarkan lagu – lagu Rolling Stones,-- akhirnya saya hanya menuliskan perihal "ke-tidak-menulis-an" saya hari ini. [] 8 september 2004



IMAJINASI

Saya termasuk gemar berimajinasi. Soalnya lucu. Semalam saya berimajinasi dan mencoba merangkai sebuah "flash-back-scenario". Saya banyak terinspirasi, diantaranya oleh film yang dimainkan oleh Mel Gibson --yang jadi sopir taksi-- kalau nggak salah judulnya "Conspiracy Theory".

Dalam imajinasi saya, saya memulai dengan peristiwa jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Agustus 1945. Jepang memang penjahat perang saat itu, dimana harus menanggung perbuatan jahatnya. Anjing nyolong daging, kena gebug.
Namun itu dahulu kala. Tapi sekarang opini yang terbentuk berbeda. Bangsa Jepang modern bisa memanfaatkan peristiwa pengeboman tersebut untuk meraih simpati sebanyak - banyaknya, kini. Dan menurut saya, simpati itu mengalir terus - menerus dari tahun - ke tahun, apalagi peringatan dilakukan setiap tahun, jelas untuk menggali simpati dan iba nestapa yang terus dibangkitkan.
Hingga saat ini, mungkin dosa bangsa Jepang sudah terpendam oleh milyaran simpati yang ditangguk setiap tahunnya.

Amerika merupakan bangsa yang pengen mendapatkan untung. Maklum agama mereka adalah kapitalisme. Agama duniawi (ciptaan mereka sendiri), bukan samawi. Mereka melihat sisi untung bila negara mereka di bom. Tapi siapa yang berani ? Akhirnya mereka menyusun skenario untuk meledakkan diri sendiri, namun seakan - akan dilakukan oleh orang lain (bisa langsung tuduh, bisa juga orang tersebut dikasih imbalan....).
Tapi saratnya tentu dengan menyelamatkan asset mereka dahulu. Itulah kejadian meledaknya WTC beberapa tahun lalu.
Untuk mengubur dosa atas kekacauan yang mereka bikin di Iraq, Afghanistan, Vietnam, dll, bangsa ini butuh milyaran simpati. Untuk ini butuh even peringatan. Makanya mereka juga mengatur skenario supaya simpati ini bisa didapat dalam jumlah yang melimpah pertahunnya. Skenario tersebut diwujudkan diantaranya dengan bikin ledakan - ledakan berkala setiap tahun. Waktunya pun bisa dipilih, yang penting berdekatan dengan peledakan WTC tempo lalu.
Targetnya jelas, yakni mendulang simpati sebanyak - banyaknya. Karena dosa yang musti ditutup juga tidak sedikit.

Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 01.30 dini hari. Saya masih terlalu asyik dengan imajinasi saya. Saya harus menghentikan, karena disamping saya belum sholat isya, saya juga belum makan malam. []10 september 2004



EVOLUSI BUDAYA

Mungkin terlalu muluk kalau orang sekere saya memiliki --atau setidaknya menganut paham "Evolusi Budaya, Revolusi Pemikiran". Biarlah apa kata orang, tetapi saya merasa bahagia memiliki dan tetap menikmati sebuah -isme.

Evolusi budaya bagi saya adalah perubahan "kebiasaan dengan "halus". Nggak perlu muluk - muluk ingin mengubah demokratisasi suatu bangsa...ah... itu urusan orang top. Saya cuma bisa bertindak dalam koridor saya sendiri.
Salah satu yang saya laksanakan adalah gemar-gemar menulis di kantor. Tulisan tersebut saya posting juga, tapi tidak keseluruh rekanan saya, hanya beberapa orang saja -- termasuk Anda.
Beberapa tidak tertanggapi (bagi saya tidak masalah...), beberapa menanggapi, bahkan beberapa mengikuti untuk menulis. Nah, ini sinyalemen keberhasilan suatu evolusi budaya. Roda evolusi yang saya gelindingkan mulai bergulir.

Seperti halnya lagu - lagu 'tak lazim', yang bila kita dengarkan -- kita perdengarkan -- atau kita sering-sering simak, maka kita akan terlarut juga perlahan - lahan. Dan akhirnya kita terbawa emosi untuk menyenandungkannya. []4 oktober 2004



NAMA

Seorang teman pernah menuliskan dalam e-mailnya perihal nama, nama dia sendiri. Memang, bagi kaum Asia - Timur, nama tidak bisa disepelekan. Termasuk bagi saya juga. Bahkan beberapa benda kesayangan saya, --benda mati-- saya memberinya nama.

Saya membeli rumah tahun 1999 di daerah Bogor Utara. Saat itu perumahan tersebut memang belum seramai sekarang. Salah satu tujuan yang saya idamkan dari rumah saya adalah harus menjadi tempat yang menyenangkan, -- tempat berlindung yang nyaman. Untuk itu, saya menyebut rumah saya dengan nama "dar-al-aman', artinya rumah yang aman. Untuk mempermudah, namanya direkatkan menjadi "Daralaman".
Setelah berjalannya waktu, rumah tersebut ada beberapa renovasi & inovasi, salah satunya pada tahun 2002 (?) saya membuat sebuah ruangan serbaguna selua 3x4 meter persegi yang saya beri nama "Road to Allah", karena disitulah kami biasa bersujud.

Benda lain yang saya beri nama adalah mobil tua bermerek toyota. Tidak ada alasan yang jelas, mengapa saya memberi nama dengan "ZulfiCar", selain memang ada potongan kata "car". Itu saja. Walaupun saya tidak memiliki alasan jelas, tetapi paling tidak mobil saya juga sudah menyandang nama.

Konon, Rasul Muhammad SAW juga sering menyematkan nama kepada benda - benda mati seperti pedang atau pena miliknya. [] 8 oktober 2004



BUKAN EUPHORIA SEMATA

Salah satu hal yang menarik dari masyarakat kita adalah kegemarannya pada hal - hal yang berkesan "euphoria", -- kegebyaran sesaat; tidak pada intinya; tidak esensial. Padahal, bila ditengok, maka euphoria bisa jadi malahan melenakan, menipu, dan menyesatkan.
Masyarakat kita sangat bangga kepada kisah - kisah heroik jaman Mojopahit, jaman Diponegoro. Masyarakat kita begitu bergembira merayakan peringatan kemerdekaan bangsa. Gembira Ria tanpa bisa mengerti esensi penjajahan itu sendiri. Sudahkah kita benar - benar merdeka ? Merdeka dari hutang ? Merdeka dari pengaruh negara asing ?....ah, entahlah... yang penting bergembira ria.

Pemilihan Presiden-pun mengalami nasib serupa. Habis kampanye, habis coblosan, habis penghitungan suara, maka habislah sudah ceritanya. Yang jagonya menang akan tersenyum, lainnya cemberut. Itu saja. Mirip pecandu sepakbola. Yang sudah taruhan menang, ya tersenyum. Besok cari kesebelasan lagi.

Anda lulusan sekolah ternama ? bila memang begitu, kadang kita-pun terbuai dengan nama besar institusi sekolah kita, alumninya merasa jadi orang hebat dan qualified. Apalagi gelar sudah berderet. Ah, benarkah ?
Bila kita sudah bekerja pada instansi besar dan ternama, apakah kita memang sudah hebat dan boleh dibanggakan ? Barangkali malahan instansi yang besar itulah yang kurang sehat dan merugikan masyarakat.

Demikian juga dengan paradigma masyarakat dalam menyambut bulan Ramadhan. Ramai bermaaf-maafan, beli sarung dan kopyah.
Sebenarnya semua yang dikerjakan itu tidaklah bermasalah, asalkan kita mengerti esensinya. Adalah lebih bermanfaat bila kita memfokuskan pada esensinya, bukannya malah mengaburkan dengan perbuatan - perbuatan yang namanya "euphoria semata". [] 12 oktober 2004



AA.NAVIS

Kenal nama di atas ?
Saya cuma bisa menulis teramat pendek tentang penulis kita yang sangat saya banggakan itu. Mulai dari "Robohnya Surau Kami", " Kemarau", "Bertanya Kerbau kepada Pedati", dan sekarang saya sedang membaca kumpulan cerpen "Kabut Negeri Si Dali".
AA.Navis memang jenius dan ahli dalam mengemas kata.
Saya tidak akan berpanjang lebar, karena saya ingin meneruskan membaca "Kabut Negeri Si Dali". [] 25 oktober 2004



PENJARA

Sumpah saya tidak ada hasrat sama sekali untuk disekap dalam penjara. Rightplaced Childhood saya tinggal di perumahan tentara yang sangat berdekatan dengan tangsi - tangsi militer; ada batalyon kavaleri, detasemen keuangan, Kompi Angkutan Darat, Perhubungan, hingga markas Polisi Militer. Agak jauh sedikit ada Zeni Tempur dan Lintas Udara. Bila saya pulang sekolah, atau sekedar ngelantur pulang jum'atan, saya sesekali bisa menengok rumah tahanan di tangsi tersebut. Ah, kusam dan lembab.

Di beberapa benteng peninggalan jaman perang, seperti di Benteng Batavia di tengah Kota Jakarta, atau-pun Benteng Vredeburg di sisi jalan Malioboro Yogyakarta saya masih sempat melihat ruang bawah tanah yang sempit dan lembab, lengkap dengan bola besi yang dilengkapi rantai bakal pemberat kaki.

Membaca beberapa tulisan dari para penulis sosialis, lebih kusam lagi mereka menggambarkan tentang rumah tahanan atau penjara. Memang, kesimpulan saya, penulis - penulis dari negeri sosialis paling jagoan dalam menggambarkan depresi politik, penjajahan, dan ketertekanan. Maklum, aliran kiri memang sedang tidak di atas angin.

Penulis lokal-pun sungguh cerdas menggambarkan tentang penjara ber-jendela jeruji ini. Mochtar Lubis dalam buku "Catatan Subversif"-nya cukup bagus menggambarkan rumah tahanan di Jakarta. Konyol juga malah. Soalnya diimbuhi dengan ilustrasi yang di attach langsung dari buku hariannya selama ditahan. Lucunya, yang digambar adalah kamar mandi massal yang hanya terdiri dari tong besar berisi air di tengah halaman yang cukup terbuka. Beberapa orang digambarkan dalam sketsa dalam keadaan telanjang, antri mau mandi.

AA.Navis dalam cerpen "Sang Guru Juki" juga menggambarkan tentang penjara dalam masa peperangan. Navis menggambarkan seorang bekas tahanan yang sudah bebas :"...Kulit tubuhnya yang biru memar oleh bekas pukulan dan tendangan tidak terlihat lagi. Tapi dagunya miring ke kanan dan sebagian giginya rontok".
Mantab bukan penggambarannya ?

Sedemikian asing-kah kita dengan "penjara" ?
Mungkin kita belum pernah dipenjara, atau seperti saya -- memang tidak ingin dipenjara--.
Tetapi hemat saya sebenarnya setiap manusia bisa jadi adalah berada di dalam penjara.
Penjara itu adalah hawa nafsu. [] 26 oktober 2004



PATTY GARRETT

Hey Patty Garrett that's what I used to call you
They tell me you want me but I hear they've got you
They made you a lawman with a badge made of silver
They paid you some money to sell them my blood.....

("Blood Money" - Jon Bon Jovi)

Masih ingat legenda petualangan Billy The Kid & The YoungGuns ?
Sekelompok anak muda berandalan berusaha menentang ke-angkara-murkaan para tuan tanah; menentang dengan caranya sendiri. Mereka kucing - kucingan dengan para jongos-begundal dan sherriff bayaran, hingga akhirnya kelompok YoungGuns memasuki fase paling krusial, yakni "berpindah"nya salah satu rekan mereka; Si Garrett ke pihak para tuan tanah.

Jadi apa Si Garrett ?
Garrett didaulat oleh para tuan tanah untuk menjadi sherriff yang bertugas khusus menguber kawanan YoungGuns. Tentunya dengan bayaran yang setimpal sesuai negoisasi. Dengan berbekal legitimasi hukum, silver badge dan tentunya pasukan kavaleri lengkap, Garrett tentunya leluasa mengejar kawanan bekas gerombolannya, karena Garrett faham betul ulah dan perangai Billy The Kid. Kawanan YoungGuns pontang - panting mencari perlindungan, beberapa dari mereka akhirnya bergelimpangan terbunuh dalam masa pengejaran.
Akhir dari legenda Billy the Kid memang kabur, tetapi yang jelas merupakan anti-klimaks; tersungkur - sungkur menjadi buron dan selalu dalam kelana - kegetiran.

Apakah yang dilakukan Garrett ini merupakan bentuk penghianatan ?
Beribu alasan boleh dikemukakan. Bagi Garrett mungkin beralasan masalah pragmatis, sementara Billy akan bersikukuh dengan idealisme.

But you saya this ain't about me, this ain't about you
Or the good and the bad times we've both been through
When the lines between brothers and justice have changed
You do what you've got to cause you can't walk away.....
[] 28 oktober 2004



HUKUM SELALU MEMILIKI CELAH

Ketika duduk dibangku Sekolah Menengah, kami sering bekerja sama untuk mencapai hasil nilai ulangan yang memuaskan. Banyak cara dilakukan, termasuk cara - cara "haram". Mulai dari hal sepele seperti menjiplak, perburuan bocoran soal, bocoran jawaban, hingga praktek manipulasi pemeriksaan ulangan.
Dalam memeriksa ulangan secara massal, beberapa guru akan membuat aturan pertukaran deret bangku. Deret bangku pertama hasil ujiannya akan diperiksa oleh murid yang duduk di deret ketiga, demikian dipertukar - tukarkan.
Tapi berbekal sedikit kelicikan, kami bisa bekerja sama. Pokoknya satu kelas kompak harus membuat up-grading nilai sesuai kesepakatan. Biasanya kami satu kelas sepakat untuk mencapai nilai diatas 60. Up-grading sekitar 25%. Jadi jawaban yang salah harus dikoreksi secepatnya oleh rekan yang memeriksa. Kami sepakat memanipulasi jawaban ulangan.
Pernah ditengarai oleh Guru ada praktek manipulasi jawaban ulangan ini. Dan Guru-pun menambah aturan dengan melihat hasil tulisan dan kesamaan warna tinta yang digunakan. Ini-pun akhirnya kami akali dengan menyeragamkan tinta bolpen yang digunakan, atau bila ada warna khusus, kami bersegera me-"lempar"-kan bolpen khusus tadi kepada rekan yang memeriksa lembar ulangan.
Memang ada beberapa rekan yang sok suci tidak mengikuti regulasi mursal ini. Mereka cuma beberapa siswa dan kami kucilkan begitu saja.

Suatu saat Guru melakukan peraturan baru, yakni menukarkan dengan kelas sebelah. Nah, ini agak sulit kerjasamanya, karena kita tidak mengenal seluruh siswa dalam satu sekolah dengan baik. Boro-boro ngajakin curang dalam ulangan.
Tapi, beberapa kami masih bisa mencoba approach. Saya coba menghubungi satu rekan di kelas tersebut. Pokoknya gimana caranya rekan ini bisa memegang kertas ulangan saya. Apapun caranya. Bila berhasil, kita-pun juga akan mengusahakannya bila hasil ulangan kelas tersebut dikoreksikan ke kelas kami. Bahkan beberapa teman ada yang mengiming-imingi dengan traktiran segala.

Ah, ternyata polisi punya 1000 hukum, tetapi maling punya 1001 cara untuk melewati celahnya. [] 1 nopember 2004



MITOS PENCIPTAAN MANUSIA ALA BARAT

Awal diciptakan alam semesta, Amor melengkapi dengan tumbuhan dan hewan. Prometheus dan Epimetheus lantas membuat bakal manusia dari tanah liat, berikutnya tugas Amor untuk meniupkan nafas dan Minerva Putri Zeus menganugerahkan jiwa.
Untuk memberikan keistimewaan kepada manusia ciptaannya tersebut, Prometheus mencuri sebagian api yang semula hanya ada di Olympus dan memberikan kepada manusia. Api ini adalah simbol penerang dan ilmu pengetahuan yang hanya dimiliki oleh Dewa Agung Zeus.
Manusia sangat berterima kasih atas usaha Prometheus, namun belakangan ulah ini ketahuan oleh Zeus dan Zeus menghukum Prometheus dengan merantainya di gunung Kaukasus dimana hanya ditemani burung nazar yang terus - menerus menggerogoti hatinya.

Zeus juga berhasrat ingin menguji manusia, maka diciptakannya wanita yang bernama Pandora. Pandora yang ciptaan Zeus malah dinikahi oleh Epimetheus. Dengan adanya Pandora, manusia bisa berkembang biak. Dan malah makin banyak bikin kekacauan. Too many people make too many problems.
Dengan alasan inilah Zeus akhirnya menghukum manusia dengan bencana. Dalam bencana ini yang selamat hanya sepasang, yakni Deucalion putra Promotheus dan Pyrra putri Epimetheus.
Keduanya mohon ampun kepada Zeus, lantas Zeus menganugerahi mereka anak yang bernama Hellen.[] 2 nopember 2004



MITOLOGI PENCIPTAAN MANUSIA ALA ALI SYARIATI*)

Manusia pertama adalah Adam. Tuhan menciptakan fisik manusia dari bahan tanah liat, bahan yang dilecehkan oleh setan yang terbuat dari api nan menyala. Bahkan malaikat-pun sempat mempertanyakan materi tersebut. Lantas Tuhan meniupkan ruh-Nya, ruh dari Sang Tuhan itu sendiri. Itulah mengapa manusia menjadi makhluk yang sangat istimewa, karena mengandung Ruh Tuhan dimana hanya manusia sajalah yang memiliki sifat "kehendak" yang merupakan miniatur dari "Maha Kehendak Tuhan", makhluk lain tidaklah mempunyai.

Dua materi bahan penciptaan manusia; "tanah liat" dan "Ruh Tuhan"; keduanya mengandung konsekuensi. Tanah liat merupakan bahan yang dilecehkan sehina-hinanya oleh setan, sementara Ruh Tuhan merupakan wujud kemuliaan. Dalam manusia selalu terjadi pertempuran untuk memilih salah satunya: terjerembab dalam pelecehan si setan, atau mewujud ke-arah kemuliaan Tuhan.

Ilmu Pengetahuan juga hanya dibagikan oleh Tuhan kepada manusia. Tuhan-lah guru pertama manusia. Tuhan mengajarkan "nama-nama" kepada manusia, dan hanya manusialah makhluk yang juga mampu memberi "nama - nama". (Bila dalam mitos Yunani, ilmu pengetahuan dicuri dari Api milik Zeus).

Turunnya manusia dari surga ke bumi, salah satunya disebabkan oleh pelanggaran aturan surga karena bujukan setan, saat itu setan tertawa penuh kemenangan. Namun Tuhan memberi kesempatan lain. Untuk membuktikan bahwa manusia memiliki kapabilitas mengalahkan setan, maka "bumi"-lah tempat yang paling fair untuk melaksanakan duel selanjutnya. Duel tidaklah mungkin dilakukan di surga.

Dan bukan hanya itu saja, sebab lain turunnya Adam ke bumi adalah karena ketiadaan makhluk selain manusia yang mampu mengemban amanah sebagai Khalifah, "Perwakilan Tuhan di Bumi". Gunung, laut, dan makhluk lain menolak amanat menjadi khalifah karena ketidak-mampuannya. Dan memang, hanya manusia-lah yang mampu memegang amanat Tuhan tersebut karena memang hanya manusia yang memiliki unsur "Ruh Tuhan".
Dan karena kedudukan sebagai khalifah inilah maka manusia "harus dan harus" turun ke bumi, karena tidaklah mungkin menjadi khalifah di surga. [] 3 nopember 2004
*) disarikan dari buku "Ali Syariati-Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern" karya Ekky Malaky-Teraju2004



FAVORIT "ASMARADANA"
Semahal Apakah Sekarang ?

Kemarin rekan kantorku mencoba ngobrol tentang puisi, dan spontan saya sambar dengan kumpulan puisi Goenawan Mohamad "Asmaradana" yang menjadi salah satu favorit saya.

Dulu, sekitar lima tahun yang lalu kami berkeliling Kwitang --atau manapun-- sering bertiga. Sekarang kami sudah berpencar. Saya di Bogor, Gaguk di Bali, dan Fao masih sering berkelana. Kabar terakhir Fao ada di Pulogadung - Jakarta.
Dari buku "Asmaradana" ini, kami punya favorit yang akur, yakni puisi yang berjudul "Perjalanan Malam". Berikut saya kutipkan lengkap.

PERJALANAN MALAM

Wer reitet so spat durch Nacht und Wind?
Er ist der Vater mit seinem Kind -GOETHE

Mereka berkuda sepanjang malam,
sepanjang pantai terguyur garam.
Si bapak memeluk dan si anak dingin,
menembus kelam dan gempar angin.

Adakah sekejap anak tertidur,
atau takutkan ombak melimbur?
"Bapak, aku tahu langkah si hantu,
ia memburuku di ujung itu".

Si bapak diam meregang sanggurdi,
merasakan sesuatu akan terjadi.
"Kita teruskan saja sampai sampai,
sampai tak lagi terbujur pantai."

"Tapi 'ku tahu apa nasibku,
lepaskanlah aku dari pelukmu."
"Tahankan, buyung, dan tinggallah diam,
mungkin ada cahaya tenggelam."

Namun si hantu tak lama nunggu:
dilepaskannya cinta (bagai belenggu).
Si anak pun terbang ke sebuah cuaca:
"Bapak, aku mungkin kangen di sana."
(1976)

Menurut kami bertiga, puisi itu menceritakan tentang meninggalkan seorang anak yang begitu dicintai oleh bapaknya. Si anak sakit (dingin - tertidur) dan si bapak tak ada putusnya berusaha menyelamatkan nyawanya.

Saya membeli buku tersebut tanggal 1 ramadhan 1419H. Tergurat jelas di bawah tandatangan saya. Harganya Rp.6.500,- korting 40% di toko Gunung Agung. Nomer barcodenya juga masih ada : 5736350048.
Asli, saya nggak nyangka harganya "cuma" segitu. Tapi itu dulu, lima tahun yang lalu. Untuk tulisan sekapasitas karya Goenawan Mohamad, semahal apakah sekarang ? [] 8 nopember 2004




GREAT RADIO CONTROVERSY

Tolong dikoreksi judul di atas. Yang saya maksud adalah judul album dari grup-rock Tesla. Grup ini memang sengaja mengunakan nama seorang penemu, yakni Nikola Tesla (1856-1943). Maksudnya untuk provokasi bahwa penemu "radio" adalah Nikola Tesla.
Sejauh ini, siapa penemu radio memang masih merupakan kontroversi dimana melibatkan ilmuwan - ilmuwan besar seperti Thomas Alva Edison (1847 - 1931), Markis Guglielmo Marconi (1874 - 1937), dan Nikola Tesla sendiri.

Sejauh sepengetahuan saya, Edison adalah maha-penemu dibidang elektrolistrik. Edison diantaranya menemukan fonograf, distribusi listrik, lampu listrik, kinetograf, mikrofon, dan alat cetak telegrafis. Telegram ganda sendiri ditemukan oleh Alexander Graham Bell (1847 - 1922), Penemu Telepon. Radio telegrafi ditemukan oleh Guglielmo Marconi, seorang Italia yang juga penemu antena. Salah satu penemuan Edison yang penting adalah Distribusi Listrik Arus Searah.

Siapakah Nikola Tesla ? Tesla adalah keturunan Serbia yang bekerja di perusahaan Edison. Lantas keluar dan bekerja sama dengan Westinghouse mengembangkan "distribusi listrik arus bolak - balik". Penemuan ini menjadi saingan berat "distribusi arus searah" yang merupakan penemuan Edison. Penemuan Tesla lainnya adalah motor induksi, kumparan Tesla, komunikasi tanpa kawat, dan lampu tabung tanpa kawat pijar.

Nah, radio sendiri awalnya malahan dikembangkan berdasarkan penemuan Tabung Audion oleh Lee De Forest (1873 - 1961). Mangkanya sebagian orang menisbatkan De Forest sebagai Bapak Radio. Penemuan De Forest diperbaiki oleh Edwin Howard Armstrong (1890 - 1954) sehingga tabung hampa tersebut lebih baik kualitasnya. Armstrong juga menemukan FM radio.

Era radio tabung akhirnya beralih menjadi radio transistor. Hanya karena alasan simplifikasi. Transistor sendiri ditemukan oleh Walter Houser Brattain (1902- ?) pada tahun 1947. Brattain adalah kelahiran Cina. Brattain menemukan transistor bersama William Shockley dan John Bardeen.

Nah, sekarang ..., siapakah penemu radio ?
Saya lebih cenderung memilih De Forest .... entah Anda... [] 9 nopember 2004



POLITIK

Jokodolog alias Kertanegara (1268-1292) adalah raja yang berkuasa di kerajaan Singasari. Termasuk raja yang memiliki balantentara terkuat dimasa itu. Ekspansinya hingga ke Maluku. Dan memiliki nyali untuk melecehkan utusan kerajaan Tiongkok. Konon saat itu Kubilai Khan (1260-1294) , raja Tiongkok, mengirim utusan agar Kertanegara menyetor upeti berkala ke Tiongkok. Jokodolog ogah dan malah menganiaya sang utusan.

Masalah bagi Jokodolog muncul ketika dia terlalu sibuk ekspansi ke luar Jawa. Pemberontakan demi pemberontakan muncul tanpa dia cermati. Yang paling dahsyat adalah pemberontakan Jayakatwang, Bupati Kediri. Pemberontakan ini memaksa Jokodolog untuk sementara menunda ambisinya ber-ekspansi. Jokodolog harus pulang kampung. Namun apes, Jokodolog pulang malah terbunuh oleh Jayakatwang. Maka, berantakanlah Singasari. Wijaya, putera Jokodolog melarikan diri ke Madura.

Suasana tambah ruwet ketika Kubilai Khan sebagai raja Tiongkok ingin menamatkan murkanya kepada Jokodolog. Khan mengerahkan 20 000 balatentara untuk menyerbu Singasari, padahal Jokodolog sudah mampus. Ke 20 ribu tentara itu mendarat di Jawa tanpa mengerti siapa yang harus diperangi. Sampai akhirnya, Wijaya mengendus sebuah peluang. Wijaya keluar dari persembunyiannya dan berpolitik.
Wijaya menghubungi Panglima Tiongkok dan menyuruhnya menyerbu Jayakatwang. Provokasinya :"Jayakatwang merupakan penerus tanggung jawab Kertanegara!". Panglima Tiongkok termakan provokasi dan meluluh lantakkan tahta Jayakatwang. Pasca perang, ditengah kecape-an, tentara Tiongkok akhirnya diserbu tentara Wijaya.
Lewat politiknya, Wijaya berhasil menuntaskan dendam terhadap Jayakatwang sekaligus memupus ambisi Kubilai Khan. Akhirnya Wijaya mendirikan kerajaan baru bernama Majapahit.[] 29 nop 2004



ORANG EROPA PERTAMA

Setelah Bartholomeus Diaz berlayar hingga "hanya" mencapai ujung selatan Afrika, Diaz menyebutnya Tanjung Topan. Karena Badai Topan-lah yang menggagalkan ekspedisi Diaz untuk dilanjutkan menuju India dan Malaka. Pupuslah separoh cita - cita Diaz.
Vasco da Gama, seorang penjelajah Portugis juga,-- akhirnya melanjutkan cita - cita Diaz. Nama Tanjung Topan diganti dengan Tanjung Harapan, karena dari situlah gerbang harapan meraih ladang rempah-rempah di Malaka. Tahun 1498 da Gama berhasil mencapai port berikutnya, Kalikut - India. Tanpa dinyana, niat da Gama ternyata harus pupus sampai Kalikut saja. Pedagang Gujarat dan Parsi memberlakukan embargo terhadap pedagang Eropa. Mereka tidak hendak menyerahkan jalur perdagangan Kalikut - Malaka.

Seperti juga bangsa Perancis dan Spanyol, selain terkenal sebagai Penjelajah, Bangsa Portugis juga terkenal sebagai Penakluk. Mereka tak berhenti usahanya untuk mencapai Malaka. Bukan hanya hendak membongkar embargo sahaja, kalau perlu malah merebutnya. Maka tahun 1511 disusunlah armada penaklukan dibawah pimpinan Alfonso de Albuquerque untuk merebut bandar Malaka.
Dalam sekejap, bandar yang berdiri tahun 1350 dan selalu ramai disinggahi para pedagang itu akhirnya jatuh ke genggaman Albuquerque. Albuquerque dinobatkan sebagai orang Eropa pertama yang menaklukkan Nusantara.

Begitulah seperti tertuang dalam buku - buku sejarah tentang penaklukan Nusantara oleh bangsa Eropa.
Tetapi, siapakah sebenarnya orang eropa pertama yang menginjakkan kaki ke Nusantara kita ini ?

Al-kisah, pada tahun 1280-an seorang penjelajah dari Venesia bernama Marcopolo melakukan perjalanan darat menuju Tiongkok. Marcopolo melintasi Turki, Parsi, dan akhirnya menetap di Tiongkok karena diangkat menjadi penasihat penguasa setempat, Kubilai Khan.
Pada tahun 1292 seorang Penguasa Parsi meminang puteri pejabat Tiongkok. Dan untuk memberangkatkan pengantin wanita tersebut, Khan mengutus Marcopolo untuk mengantarkan ke Parsi. Marcopolo menempuh jalan laut. Di selat Malaka, rombongan pengantin tersebut didera topan badai sehingga Marcopolo memutuskan untuk singgah sementara di pulau terdekat. Mereka mendarat di Pulau Sumatera.

Albuquerque memang orang Eropa pertama yang menaklukkan Nusantara, tetapi Marcopolo-lah yang pertama kali menginjakkan kakinya ke Nusantara.[] 30 nopember 2004



INDUSTRI

Sebelum meledaknya revolusi industri di Inggris pada abad 18, masih banyaklah ceritera tentang hutan yang lebat tempat dimana Merlin the Magician atau Robin Hood bersemayam. Sebuah revolusi memang menghendaki suatu perubahan drastis. Pasca revolusi industri kota Manchester menjadi kota berasap karena pabrik - pabrik pengolahan besi terus melelehkan bijih dengan bahan bakar kayu. Kayu ini adalah hasil pembantaian hutan - hutan di Inggris, Merlin dan Robin Hood entah melarikan diri kemana. Besi olahan ini sendiri digunakan untuk konstruksi industri dan pembuatan mesin - mesin. Mesin - mesin ini secara berkala mengalirkan limbah ke sungai - sungai dan laut.

Salah satu masalah terbesar adalah ketika keberadaan mesin ini secara struktural malahan membelah manusia menjadi dua kelompok, yakni kelompok "cerdas", dan kelompok "pinggiran". Kelompok cerdas adalah manusia yang memegang kendali proses industrialisasi dan mengatur perputaran mesin - mesin industri. Sementara kelompok pinggiran adalah kelompok manusia yang tersingkirkan oleh keberadaan mesin - mesin itu sendiri. Kelompok pinggiran menempati kasta terendah, dibawah kasta - kasta mesin - mesin besi tersebut. Kaum cerdas sebagai kasta utama, lebih menyukai "mesin - mesin" ketimbang para kaum pinggiran tadi.

Sejak itu, kota - kota tumbuh dan memiliki titik - titik pusat bisnis dan industri. Titik bisnis ini dikelilingi oleh lingkaran - lingkaran semacam lajur orbital. Pada lingkaran awal terdapat pabrik dan berderetnya mesin yang kelam, sementara ring terakhir terdapat pagar pembatas. Diluar pagar itulah bergentayangan manusia pinggiran tadi. Mereka mencoba bertahan terhadap keganasan industri, mereka mencoba mencari nafas dan bertarung melawan sergapan asap, ....dan terutama mereka menangis tanpa air mata ketika nurani tercabik - cabik digantikan dengan keganasan sebuah kultur baru: kultur industrialisasi.[] 1 desember 2004



GANDHI

"...memakai nama ahimsa padahal dalam hatimu ada pedang, hal ini bukan saja munafik dan tidak jujur,.... tetapi juga pengecut !" (Mahatma Gandhi)

Selain mengajarkan ahimsa (pantang-kekerasan), sang Mahatma juga mengajarkan setidaknya dua aspek penting kepada umat manusia di dunia ini. Yang pertama adalah ajaran untuk kembali ke sifat alamiah manusia (fitrah). Beberapa sifat fitrah itu diantaranya adalah kebenaran, keadilan, kebebasan, dan "pantang kekerasan". dan hal berikutnya yang diajarkan oleh Gandhi dalam perjuangannya adalah "konsistensi dalam mencapai tujuan".

Ketiga aspek tersebut tidaklah terurai terpisah - pisah. Ahimsa adalah perlawanan terhadap "himsa" (kekerasan). "Kekerasan" oleh Gandhi dianggap sifat-non-alami, sehingga merusak peri kemanusiaan itu sendiri. Bagi gandhi, manusia secara kodrati dikaruniai salah satu sifat alamiah; yakni sifat "pantang kekerasan (ahimsa)".
Sifat ahimsa itu terdapat dalam diri manusia sendiri, ya begitulah fitrah itu. Fitrah merupakan default alamiah.
Mengapa ahimsa oleh Gandhi dipandang sebagai fitrah ? Hal ini tak lain karena "himsa (kekerasan)" adalah sifat yang destruktif bagi kehidupan. Di dalam sifat fitrah tidaklah ada hal - hal destruktif, karena Tuhan memang menciptakan manusia tidaklah untuk saling merusak.

Sedemikian lembutnya Gandhi, hingga dia-pin tidaklah berminat dalam perdebatan - perdebatan menjemukan. Seperti tertuang dalam salah satu petuahnya,"...ahimsa tidaklah dapat dibuktikan melalui perdebatan. Ia akan dibuktikan oleh orang - orang yang menghayatinya....".
Menakjubkan, bukan ?
Jangankan bertukar bogem mentah atau senjata. Bahkan bersilat lidah-pun bagi Gandhi dianggap sebagai "kekerasan".

Dengan gaya "pantang-kekerasan"-nya yang begitu menawan, seakan - akan tidaklah masuk di akal bahwa ternyata beliau berhasil membawa kemerdekaan bangsanya dari ketercengkeraman kolonial Inggris. Bila ditelusuri, keberhasilan ini ternyata tidak lain disebabkan oleh sifat "konsisten" yang benar - benar diterapkan oleh Gandhi. Karena ahimsa tidak bisa diperoleh serta - merta begitu saja. Ahimsa hanya bisa didapatkan melalui perjalanan spiritual menggali jati-diri secara konsisten, dan harus diperjuangkan secara konsisten pula untuk memperoleh hasilnya. Sifat inilah yang membuat Gandhi sedemikian jujur, berani, sekaligus perkasa. Dengan ahimsa, Gandhi mengorbankan hidupnya demi kemerdekaan sebuah bangsa anak benua Asia, India.[] 02 desember 2004



BUKU

Jadikanlah dirimu manusia bermartabat
Yang tak mau menerima upeti dan suap
Jangan sodorkan piala kosongmu kendati kau dahaga ditengah lautan
("Asrar I Khudi" - Dr.Mohammad Iqbal)

Kemarin di kantor ada acara silaturahim. Hidangannya cukup komplit, termasuk hidangan rohani yang dibawakan oleh seorang Ustadz. Salah satu yang menarik ingin saya jadikan oleh - oleh adalah beberapa petik ujaran sang Ustadz tadi. Beliau mengutip salah satu buku karya Dr. M. Iqbal, judulnya "Asrar I Khudi". Konon buku ini termasuk inspirator buku " Tasawuf Moderen", masterpiece karya M. Hamka. Dalam ceramah tersebut, yang banyak dibahas oleh pak Ustadz adalah ihwal dari "Tasawuf Moderen".

Awalnya saya "ragu - ragu" terhadap buku "Asrar I Khudi" tersebut. Soalnya rasanya saya pernah memergoki sedang dibahas di sebuah milis. Ataukah saya pernah membelinya ? Atau bahkan cuma melihat sejenak di salah satu toko buku.
Bukunya Hamka ? Rasanya saya juga punya.

Pulang dari silaturahim saya hanya mengingat - ingat judul- judul buku tersebut, berharap menemukan di perpustakan pribadi saya. Mengingat - ingat ditengah perjalanan sambil mendengarkan lagu - lagunya DIRE Straits. Akhirnya yang keingat malahan teks lagu "Money for Nothing" dan "So Far Away".
Sehabis solat lail, barulah terjawab semuanya. Ternyata saya tidak memiliki buku "Tasawuf Moderen". Saya mungkin pernah membacanya sepintas di rumah saudara saya. Yang saya punya dari tulisan Hamka adalah "Risalah Tasawuf".
"Asrar I Khudi" setelah saya buka-buka ternyata bukan buku literasi, lebih condong ke untaian prosa setengah puisi. Cuma sayangnya buku yang saya beli 29 Juni 2001 (seperti tertera dalam bon yang terselip) ternyata kurang bagus terjemahannya. Walau saya yakin pastilah isinya bagus.

Yang surprise adalah ternyata saya memiliki dua buku lagi berkaitan dengan Dr.M.Iqbal, yakni "Pengantar ke Pemikiran Iqbal" tulisan Miss Luce-Claude Maitre terbitan Mizan, saya membelinya di Maruzen tanggal 18 Juli 1998. Buku ini cukup bagus, terbukti banyak "sign" pinsil di kiri-kanan paragraf. Buku ini biarpun tipis namun banyak menekankan masalah pemikiran Iqbal yang cenderung metafisis dan filosofis. Buku ini sudah lama sekali tidak saya sentuh lagi.

Buku yang pernah dibahas di milis itu ternyata berjudul "JavidNama". Ini salah satu masterpiece dari Dr.M.Iqbal. Begonya, buku tersebut sejak saya beli belum pernah saya baca. Bahkan saya bubuhi tandatangan-pun belum.
"JavidNama" merupakan kumpulan prosa juga. Seperti tertera dalam anak judulnya; "ziarah abadi", buku ini bertutur tentang petualangan ke segala penjuru alam dan perjumpaan dengan berbagai "para penjawab misteri alam 3 desember 2004



MILESTONE

Saya tidak bisa memainkan alat musik, saya hanya gemar mendengarkan lagu - lagu. Kalau kata teman - teman, saya itu suka musik rock. Dalam menikmati musik, saya memiliki milestone sejarah, ya tentunya berkaitan dengan lagu - lagu yang mempengaruhi saya dalam mendengarkan musik.
Salah satu milestone itu terjadi pada tahun 1986. Kaset yang terkait dengan milestone itu ada dua buah, yakni The VeryBest of YES rilis Bilboard, harganya rp.2500,-. Kaset kedua adalah album "Emerson, Lake, & Powell" rilis YESS-Bandung, harganya tertera di sampulnya 2k25, artinya rp.2250,- . Kedua kaset tersebut memang memuat lagu - lagu rock; tepatnya art-rock.

Begitu-pun dalam membaca buku, saya mulai menyukai ceritera sastra dimulai ketika pada tahun 1980-an Bapak saya menghadiahi saya buku kumpulan karangan "Bunga rampai Pelangi" yang di susun oleh St. Takdir Alisjahbana. Buku tersebut diterbitkan oleh suatu instansi penerbitan negara, saya lupa nama dan tahunnya. Saya juga tidak tahu pasti dimana Bapak saya membelikannya.
Milestone penguat saya untuk menyukai dunia sastra berada pada tahun 1986 ketika dengan uang sendiri saya mampu membeli "Kumpulan Cerpen Anton Chekov" terbitan Pantja Simpati. Sebuah buku yang amazing, sukar ditandingi. Anton Chekov memang brilian.

Nah, bila saya kadang tertarik dengan biografi tokoh - tokoh dunia, yang paling saya ingat adalah ketika dengan modal tabungan sendiri sebanyak rp.6000 pas, lantas mbolos sekolah dan berjalan kaki menuju toko buku untuk membeli buku "Kamus Penemu" susunan A.Haryono terbitan Gramedia yang memang baru saja rilis. Asli saya ngebet banget untuk memiliki buku tersebut.

Kedua kaset di atas masih ada, hanya sampulnya ada yang hilang. Dia berdua nangkring menunggu antrian untuk diputar. Buku "Pelangi" sudah berganti sampul juga, sementara Kamus Penemu masih aman karena memang disampul plastik. [] 21 desember 2004



SETELAH BENCANA (SEMOGA TIDAK) TERJADILAH BENCANA

Bantuan untuk para korban bencana itu mulai berdatangan. Ada yang dimuat dalam barisan truk beriring - iringan. Ada yang berhumbalangan dilemparkan dari helikopter. Tampak para pengungsi korban bencana itu keteteran. Keteteran bersaing untuk berebut mendapatkan kodi - kodi bantuan tadi. Maklum, yang "tidak mendapatkan musibah"-pun ikut beramai - ramai memperebutkan "berkah dari langit" tadi. Mereka bukannya menjadi penolong dan pemberi bantuan, tetapi malah ikut berebutan
logistik. Aji mumpung, karena memang dana bantuan itu pendataannya kurang akurat.

Selang beberapa waktu, keluarga yang terpisahkan mulai mendapatkan informasi mengenai anggota keluarganya masing - masing. Ada juga yang disertai dengan biaya yang harus ditebuskan agar bersua kembali dengan keluarga yang hilang. Sebuah kenyataan yang tidak mudah untuk diterima begitu saja.

Setelah para pengungsi dipersilakan kembali ke tempat tinggal semula, mereka menyaksikan bahwa betapa rumah tinggal mereka rata dengan tanah. Babak persaingan-pun dimulai lagi. Sesama korban bencana, kali ini secara kompetitif bersaing untuk berebut kayu - kayu bahan pembangun rumah. Mereka juga berebut mengkapling posisi rumah mereka, semakin lebar tentunya semakin baik bagi mereka. Kalo perlu lahan tetangga diciut - ciutkan. Inilah kehidupan baru, era baru, rumah baru, dan lahan baru. Tidak perlu terlalu dipusingkan dengan akte tanah yang lenyap terseret bencana, juga tidak peduli dengan salinan sertifikat di Badan Pertanahan. "Ini era baru, Bung!".

Beberapa kelompok pria juga tampak bergerombol disana - sini. Beberapa kelompok sudah menunjuk pimpinan gerombolannya. Gerombolan yang merasa lemah berusaha mencari afiliasi untuk bergabung, berusaha mendapatkan bagian lahan operasi. Bila terjadi perjumpaan antar gerombolan, tidak tertutup kemungkinan terjadi baku kekerasan, entah dengan alasan apa.
Anak - anak kecil berseliweran tanpa perhatian, menjadi saksi akan lahirnya komunitas baru, hukum baru, aturan baru, yang belum tentu menguntungkan bagi mereka.
Seperti setelah terjadi peperangan, selain bencana wabah penyakit biasanya bencana fisik juga diikuti dengan bencana moral. Namun, tidak semuanya harus terjadi.[] 24 Januari 2005



SIKLUS DISCORSI NICCOLO MACHIAVELLI

Segerombolan orang membentuk suatu komunitas. Mereka mungkin pengungsi, mungkin pula pencari lahan. Dengan berjalannya waktu, mereka melewati segenap tantangan dan marabahaya bersama - sama. Kelompok ini akhirnya membentuk suatu masyarakat. Suatu kelompok pastilah menghendaki adanya pimpinan. Wajarlah bila dalam masyarakat "liar' tersebut menunjuk seseorang sesepuh atau pahlawan mereka menjadi pemimpin.
Berkembangnya tatanan masyarakat, maka pimpinan tersebut meningkatkan fungsi menjadi 'raja'.

Seorang Raja digantikan seorang putera mahkota, demikian terus - menerus. Hingga tibalah saatnya Putera Mahkota yang "tidak becus" bertahta. Guna menutupi ketidak-becusannya, sang raja bertindak lalim dan tiran.
Tindakan tirani ini mengusik segolongan cendekia yang berinisiatif menggulingkan monopoli sang Raja. Kaum elite tadi bergerak secara sistematis dan berhasil menuntaskan ambisinya menggulingkan raja. Dan jadilah kaum elite tadi menjadi "sekelompok" manusia yang 'paling berpengaruh'. Kepala Negara-pun tunduk kepada kelompok ini. Kelompok dominan ini adalah sekumpulan aristokrat, yang menentukan skenario sebuah bangsa.

Dengan berjalannya waktu, kelompok aristokrat ini ternyata sangat rentan terhadap praktek kolusi dan nepotisme, hingga akhirnya kedudukan / posisi aristokrasi diisi oleh kaum kerabat yang mementingkan diri dan kelompoknya saja. Status oligarki ini menimbulkan kesenjangan antara kaum jelata dan kaum aristokrat. Kesenjangan yang makin timpang menyebabkan menguatnya perlawanan akar-rumput massa untuk melawan kaum elite tadi.
Gerakan massa ini cenderung liar dan hanya dipimpin oleh 'pimpinan jalanan'. Mereka makin tidak percaya kepada kaum aristokrat yang nyata - nyata sewenang - wenang.
Sang bangsawan gemerlap, dan Si Jelata liar dan tidak lagi percaya!

Gerakan Massa biasanya mampu menggulingkan pemerintahan aristokrat yang sudah tidak kredibel. Massa menuntut pemilihan pemimpin secara demokratis.

Sistem negara yang demokratis, juga memiliki kerentanan. Yakni rentan terhadap euphoria 'gerakan massa". Pada masa - masa berikutnya suatu keompok akan terbiasa melakukan gerakan massa dengan mengatas-namakan 'demokrasi'. Gerakan - gerakan seperti ini mengarah ke anarki yang tidak terkendali. Bila gerakan - gerakan ini tidak terkendali, maka akan ada friksi antar golongan yang sama - sama mengatas-namakan demokrasi. Hal ini berakibat kekacauan dan perpecahan. Perpecahan yang menciptakan kelompok - kelompok masyarakat kecil, yang ingin menyusun sistem masyarakat dan memilih pemimpin mereka masing - masing.[] 14 maret 2005




PENCAK HUKUM

".....jangankan Sipadan-Ligitan, jangankan perairan Ambalat. Pulau Jawa sekalipun kalau diklaim oleh Malaysia atau Singapura,...."

Tulisan di atas adalah penggalan pendapat kawan saya --namanya Emabdalah-- . Intinya dia mengeluhkan bahwa bangsa kita ini selalu terbelakang dari sisi hukum, sehingga pulau Jawa-pun kalau akan di klaim oleh negara lain secara hukum, maka Indonesia akan kalah. Sindiran yang sungguh cerdas. Bangsa ini memang lemah secara hukum bila berhadapan dengan bangsa lain. Kita pontang - panting menghadapi kelihaian "pencak hukum" para pejabat bangsa - bangsa lain. Indonesia -- yang diwakili oleh pejabat - pejabat dan duta kebanggan kita terlihat bodoh secara hukum.

Memang di tataran hubungan antar bangsa dan antar kekuasaan, masalah hukum sekarang ini sedang 'di-atas angin'. Bahkan sepak terjang hukum internasional sendiri bisa berada di atas nurani, atau malah mengangkangi kebenaran publik itu sendiri. Kita lihat bangsa Amerika walaupun lemah secara 'aturan Hak Asasi Manusia' dan jelas - jelas ditentang publik luas, tetapi secara hukum kekuasaan dia berhasil dan terlegitimasi meng-invasi Irak. Tidak ada sangsi hukum kepadanya, artinya Amerika memang direstui secara hukum untuk melakukannya. Itu salah satu contoh. Demikian juga dengan kasus Ligitan yang mutlak - mutlak memenangkan secara hukum kepada Malaysia, dan mungkin akan di ulang untuk pulau atau blok - blok yang lain.
Memang pada awalnya belum tentu Ligitan adalah milik Indonesia, pun juga belum tentu milik Malaysia. Karena inilah maka disebut wilayah sengketa. Namun karena kelihaian para pejabat dan punggawanya ber-'pencak-hukum'-lah yang membuat Malaysia sukses menggondol Ligitan. Sementara pejabat kita menyerah straight-set. Menyedihkan sekaligus menggelikan.

Sebenarnya saya tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat kawan saya itu. Karena menurut saya, bangsa kita tidaklah begitu goblog tentang hukum. Saya yakin diantara kita ada beberapa orang yang punya kepintaran hukum. Yang selama ini saya saksikan paling tidak politikus - politikus dan pejabat kita masih banyak yang begitu hebatnya ber-'pencak-hukum' sehingga bisa lolos dari jeratan sangsi hukum, padahal jelas - jelas menggelapkan uang negara, jelas - jelas menggaruk uang negara. Jelas - jelas korupsi merajalela dan lolos hukum. Cuma masalahnya, kepintaran mereka ber-'pencak-hukum' dimanfaatkan untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk kesejahteraan bangsa yang makin terpuruk ini. [] 17 maret 2005



SIARAN PERCOBAAN

Kira - kira sebulan yang lalu, saya dikabari bila bermunculan banyak sekali saluran televisi swasta baru. 'Diantaranya masih siaran percobaan, bahkan ada yang masih colour display aja...', gitu katanya. Maklum, saya orang yang jarang nonton siaran televisi, jadi kurang tau perkembangan televisi berikut sinetron dan gosip tetek bengek-nya.

Saya mencoba menyempatkan untuk melakukan pencarian saluran - saluran tersebut. Ditengah - tengah pencarian saluran baru, saya sempat berharap ada saluran yang menyiarkan musik - musik rock kesukaan saya.
Mungkin lima saluran ! Tapi memang belum ada yang meng-khusus-kan nyetel musik rock. Tidak jadi mengapa. Soalnya nemu lima saluran sudah merupakan kejutan juga nih. Memang diantaranya masih merupakan 'siaran percobaan'.
'Siaran Percobaan' memiliki misi uji coba tentunya. Tujuan lainnya terserah yang membuat 'percobaan' tadi. Yang jelas merupakan acara penjajagan. Berkenaan dengan itu, saya juga baru saja dikabari bila tulisan - tulisan saya --kenisah-- sudah mulai ditayangkan lewat fasilitas web. Adapun teman - teman saya di jurnalistik kampus-lah yang menggerakkan ini semua.
Sebenarnya saya tidak ada hasrat yang menggebu untuk tampil di web, atau dibukukan. Karena memang saya menulis kenisah sekedar untuk kesenangan sahaja. Tetapi jurnalistik kampus --Majalah Mahasiswa SOLID-- bukan media sembarangan. Majalah inilah yang menyita waktu dan perhatian saya selama kuliah. Dan bila seri kenisah ditampilkan untuk mendukung Majalah SOLID versi web, maka saya sangat girang. Walaupun per-hari ini masih bersifat 'siaran percobaan'.[] 18 Maret 2005





PURBASANGKA

Sudah lama sekali saya tidak menjumpai kata 'purbasangka'. Sampai beberapa bulan lalu saya membacanya dalam salah satu buku terjemahan tulisan Albert Camus.
Saya menduga, atau saya ber-prasangka bila kata 'purbasangka' merupakan dugaan - dugaan sebelum 'pra-sangka'. Stratanya dimulai dari purbasangka; trus prasangka; trus sangka. Ini dugaan saya. Pokoknya 'purba' itu mengindikasikan terjadi sebelum 'pra-'. Mirip jaman purba adalah sebelum pra-sejarah.

Kata 'pra-sangka' masih populer digunakan dalam percakapan sehari - hari diantara kita, tetapi kata'purbasangka' sudah terlalu jarang. Jarang diucapkan atau dituliskan, tetapi 'purbasangka' malah sering digunakan. Hingga 'purbasangka' itu sendiri menjadi salah satu ciri budaya bermasyarakat kita. Dalam penggunaan sehari - hari, 'purbasangka' lebih sering --atau masih sering-- diterapkan tanpa diucapkan atau dituliskan.

Dalam masyarakat kita, bila muncul suatu simptom atau sekedar nuansa baru, masih sering menebak tanpa melakukan pengujian akurasi data. Salah satu ciri budaya terbelakang adalah tidak melakukan klarifikasi atau pengecekan, namun langsung melakukan eksekusi terhadap purbasangka - purbasangka.
Repotnya, 'purbasangka' seperti ini sering digunakan untuk melakukan eksekusi - eksekusi ke arah yang negatif, sehingga tidak memberi kesempatan kepada obyek yang terlibat simptom tadi untuk membela diri.

Purbasangka yang negatif cenderung menjurus ke komunikasi yang tidak sehat. Bila kita melihat seorang yang menggunakan mobil baru, bisa jadi kita ber-purbasangka negatif bahwa mobil tersebut adalah hasil korupsi. Belum melakukan klarifikasi apapun - kita sudah menyangka obyek tadi adalah koruptor atau maling. Hebat bukan ?

Hal ini malahan kebalikan dengan penerapan hukum di negara kita, dimana diterapkan azas 'praduga tak-bersalah' yang lebih sering memiliki celah untuk dimanipulasi. Begitu positif-nya 'purbasangka' yang diterapkan oleh sistem hukum kita sehingga malah sering mengecewakan rakyat kebanyakan.
Mungkin ada yang salah dalam sistem bermasyarakat kita ini [] 22 maret 2005



ISTILAH 'BORJUIS'

Saya tidak tau benar, apa arti secara 'kamus' dari sebuah kata 'borjuis'. Salah satunya karena saya memang malas untuk mencoba buka - buka kamus.
Beberapa minggu lalu, saya dibilang sebagai 'orang borjuis' oleh kenalan saya hanya gara - gara saya tidak ikut dalam antrian pom bensin menjelang kenaikan harga BBM. Entah, apa korelasinya antara mengantri pom bensin dengan julukan borjuis, mungkin hanya kenalan saya itulah yang mengerti.

Dalam buku yang ditulis oleh Frantz Fanon, disitu ada kata pengantar dari filsuf Jean-Paul Sartre yang memuat sedikit kupasan soal 'borjuis', tentunya dengan definisi versi Sartre.
(Sebenarnya saya sudah pernah mengutip tulisan ini dalam tulisan saya sebelumnya). Begini petikannya :
"... Yang disebut pertama menciptakan kata; yang lain mengikutinya. Antara keduanya terdapat para kinglet sewaan, yang terdiri para pangeran dan borjuis yang selalu menampilkan kebohongan sejak awal hingga akhir....".

"...Untuk bisa menang, revolusi nasional harus sosialis; jika kariernya terputus, jika borjuis pribumi mengambil alih kekuasaan, negara baru --meskipun memiliki kedaulatan formal--, tetap berada di bawah ketiak imperialis".

Nah, kalau merujuk dari tulisan Sartre tersebut, maka kaum borjuis adalah kaum yang memihak kepada para penjajah / imperialis, demi kesenangan dan kepentingan pribadi. Kaum borjuis akan mengkampanyekan propaganda penjajah, dan berpihak kepada mereka walau harus bertentangan dengan bangsanya sendiri.
Yang disebut borjuis pribumi adalah manusia pribumi yang pro-imperialis. Dan biasanya mereka adalah kepanjangan tangan kekuasaan penjajah. Memelihara jarak senjang dengan kondisi bangsanya sendiri. Begitu yang saya tangkap dari tulisan Sartre.

Memang sebuah istilah bisa saja didefinisikan secara subyektif. Seperti pernah seorang rekan saya mengartikan kata 'knight' sebagai 'kendaraan'. Padahal artinya bukanlah seperti itu. Tetapi dalam istilah catur, buah 'kuda' memang diistilahkan 'knight'. Lha 'kuda' itu-kan kendaraan ?

Kembali ke istilah 'borjuis', maka sedikit-banyak saya faham dengan apa yang dimaksudkan Sartre dengan kapasitas filosofi Sartre, dan saya-pun cukup faham dengan kapasitas kenalan saya yang mendefinisikan secara subyektif istilah tersebut menurut versi dia sendiri. Sekali lagi, semuanya bisa saja punya definisi versi masing - masing. []7 april 2005





KETIKA PEJABAT MINTA DILAYANI

Lebaran tahun 2004 kemarin, Ibunda saya datang dari Malang untuk singgah di rumah saya di Bogor. Dari Bogor, beliau berencana untuk berkunjung pula ke rumah kakak saya di Bekasi. Ya. kali ini memang Ibu ingin jalan - jalan menengok cucu - cucu-nya.
Salah satu programnya juga ingin silaturahim dengan adiknya dan juga besannya --mertua Kakak saya. Keduanya tinggal di Bandung. Untuk itu beliau akan berangkat dari rumah saya, Bogor. Dan saya memilih lewat jalur Puncak.

Macet ? Sudah maklum. Ditengah kemacetan, beberapa kali ada forerider Polisi yang membawa rombongan orang penting, kemungkinan besar adalah pejabat. Mereka meraung - raung minta jalan, meminggirkan antrian, membelah jalan, dan menerobos ke depan. Kemacetan tentu jadi tambah gerah. Informasi yang saya terima menyatakan mereka adalah 'para orang penting yang akan bertetirah di vila-nya'.

Saya jadi ingat Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khomeini, dimana harus ikut regulasi pendaftaran perpustakan umum sebelum beliau diperbolehkan untuk memasuki ruang pustaka. Kontan ajudannya minta dispensasi, tetapi Sang Ayatullah malahan ingin tetap mengikuti regulasi. 'Aturan dibuat agar semuanya teratur', begitu ujar Khomeini, dan sang ajudan-pun nurut.
Juga Presiden Iran, Khatami, yang beberapa kali harus naik bis umum karena kendaraannya tidak diperkenankan memasuki jalur bis umum.

Syafii Maarif di harian Republika sempat menulis tentang aktivis --atau pejabat Indonesia tahun 1950-an. Syafii merujuk dari buku karya Hamka.
Salah satunya adalah kata - kata M.Roem ketika dia diangkat kembali menjadi menteri pada kabinet Wilopo,'...Menjadi menteri adalah pengorbanan. Hampir setahun saya tidak menjadi menteri, telah dapat saya membina kembali rumah tangga yang telah kosong dikurbankan semasa revolusi. Sekarang saya menjadi menteri kembali, maka terhenti pula pembinaan harta benda yang telah habis di zaman yang lampau...' [] 13 april 2005




TIDAK PERCAYA

Bila Anda tidak percaya bahwa Al-Qur'an diciptakan oleh Tuhan, maka sebaiknya Anda tidak percaya bahwa Tom Sawyer adalah buatan Mark Twain.


Kemarin saya berbincang - bincang dengan rekan saya. Percakapan ngalor - ngidul yang cukup 'gayeng'. Saya menikmati dan selalu menyukai perbincangan seperti itu, karena disamping akrab, juga setidaknya saya bisa menemukan tema - tema yang cukup asik buat ditulis.

Ya. Intinya memang keraguan itu selalu menyelimuti kehidupan manusia. Manusia memang tempatnya 'ragu - ragu'. Sedemikian 'ragu-ragu'-nya manusia, sehingga sering dimanfaatkan oleh iblis. Apapun bisa di-'ragu'-kan atau dipertentangkan. Hal yang nyata - nyata 'hitam-putih'-pun bisa menyimpan sisi abu-abu. Belum lagi bantahan - bantahan terhadap keterbatasan otak. Manusia juga tempatnya 'ngeyel', bahkan berani ngeyel kepada Tuhan.

Apalagi hal - hal yang kurang bisa diterima rasio, hal - hal spiritual, pasti dicibir oleh pemuja logika...karena memang belum masuk akal. Cuma kadang-kadang hal itu diakibatkan oleh keterbatasan akal. Dan repotnya kita tidak menyadari kekurangan akal kita sendiri.
Coba tengok peristiwa Isra' Mi'raj, perjalanan Muhammad dari Makkah ke Madinah lantas dilanjut ke langit menghadap Tuhan. Pasti hal tersebut tidak masuk akal, apalagi perjalanan bolak - balik dilakukan dalam semalam. Memang tidak logis.
Begitulah. Kenapa tidak logis ? ya karena memang bukan santapan logika. Itu bukan menu logika, melainkan menu spiritual, ujian keimanan semata. Jadi ya memang kurang klop bila dianalisa dengan memakai logika semata. Gagal pisan.

Nah, bila Anda meragukan peristiwa Isra' Mi'raj, maka sebaiknya Anda tidak perlu percaya terhadap akta kelahiran anda, yang mencantumkan nama orang tua kandung Anda. Toh Anda juga tidak bisa menemukan bukti-bukti kuatnya. 'Anda tidak melihatnya sendiri, bukan ?'
Anda bisa saja dilahirkan oleh siapapun. Dan catatan sipil-pin bisa saja membuat akta kelahiran sesuka - suka mereka.[] 26 april 2005



GLOBALISASI ADALAH BOLA SALJU

Menurut saya, pada dasarnya alam dan manusia ini universal seutuhnya. Jiwanya sama, kehendaknya sama. Banyak orang kuno diAztec ternyata nggak berbeda jauh dengan apa yang terjadi di India. Siapa yang ngajari mereka ? Kok bisa mirip gitu ? Ya itulah. Pada awalnya manusia itu secara global adalah sama. Orang bodoh di muka bumi manapun terlihat sama. Bayi dimanapun terlihat universal.

Suatu saat, seiring perkembangan pemikiran manusia yang makin pintar ini, muncullah keinginan dan kepentingan dalam benak manusia - manusia. Mulai bikin alat, seni, aliran pikiran / -isme dan lainnya. Tentunya menurut masing - masing versi orang atau kelompoknya. Sampai pada akhirnya muncul berbagai kelompok berdasar kepentingan-kepentingan. Dari jutaan kelompok manusia, ternyata di beberapa kelompok masing - masing memiliki kepentingan - kepentingan yang sama.
Di masa inilah muncul pemikiran tentang 'penguatan diri' melalui koalisi. Konsep pemenangan kompetisi.Lantas mereka berkoalisi dan mempromosikan dan mengkampanyekan kesamaan versi kelompok tersebut untuk mendapatkan dukungan kelompok lain, atau barangkali ada kelompok lain yang ternyata juga punya item kepentingan yang sama. Tujuannya : membola-salju-kan kepentingan yang sama tadi. Bola salju yang berintikan kepentingan yang sama. Diharapkan makin membesar - dan membesar.

Seiring berjalannya waktu, semua kelompok - kelompok dan koalisi - koalisi kelompok melakukan hal yang sama dengan masing - masing kepentingan mereka. Bola - bola salju ada yang makin membesar, tapi tak jarang pula ada yang makin lumer mengecil karena kehabisan konstestan, karena lekang zaman, atau memang sudah tidak aplikatif lagi. Yang sering terjadi adalah bola salju yang kecil terlindas oleh bola es yang besar.
Kepentingan - kepentingan ada yang makin bersayap dan melebar , bahkan ada yang bertautan dengan kepentingan yang lain, namun ada juga yang tercerai- berai,... sekali lagi : sangat mirip bola salju. Bola salju yang makin dan makin membesar itulah yang dikampanyekan pendukungnya sebagai "Kepentingan Global" agar semakin mengglobal dan membesar, mengesampingkan dan menyingkirkan bola salju yang terburai, melindas yang lain, menyingkirkan kepentingan orang minoritas.

Seringkali bola salju global itu berintikan kepentingan yang relatif baik, namun aplikasinya --sepeti saya urai di atas,-- kadang - kadang juga melindas kaum minor. Kadang kepentingan yang sudah terlanjur besar pengikutnya ternyata kejam terhadap kepentingan kaum minoritas.Lepas dari itu semua, kadangkala bola salju yang sudah besar itu menyusut juga, layaknya bola salju yang menjumpai api unggun. Layaknya faham komunis yang sempat menjadi idola pasca Perang Dunia II, toh bangkrut juga di Pasca Perang Dingin.[] 12 juni 2005




FILSAFAT MODERN,
( MENURUT SAYA )

.......
Anda kenal saya sebagai penggemar filsafat atau sebagai penggemar musik rock?..:-)Tentang pertanyaan anda: "hubungan antara masyarakat modern dengan filsafat ?", wah... saya akan coba uraikan semampu saya, ya...Kalau menurut saya, masyarakat modern ini menuju ke materialistis. Dan cenderung kurang nilai spiritual. Cenderung menafikkan keimanan. Apalagi sejak Nietszche mengumumkan kematian Tuhan.Tren ini menurut saya kurang menguntungkan bagi kelangsungan "filsafat" itu sendiri.Karena menurut saya, filsafat itu ada berada diatas logika, dibawah keimanan. Terletak diantara pemahaman otak dan kearifan iman.Filsafat tanpa otak hanyalah omong besar, mengawang-awang tanpa dasar logika. Sementara filsafat tanpa iman hanyalah kesombongan belaka, sehingga meniadakan Tuhan. Tapi, "filsafat tanpa iman" inilah yang banyak terjadi sekarang. Maka tidak heran kalo tokoh-tokoh filsafat era modern sebenarnya --sepanjang keterbatasan pengamatan saya-- malah kurang berbobot. Pernyataan-pernyataannya pun sangat cepat kadaluarsa.Ya karena itu, hanya berpijak pada pondasi logika --tanpa bergantung kepada keimanan. Kalau sudah begini, filsafat hanya menjadi "untaian kalimat pembenaran" bagi masing2 pemikir. Tidak ada saripati hikmah dan mutiara kebijakannya. Dangkal, dan mudah dikeruhkan.Sementara agama-agama samawi (atau apapun) yang ada juga kurang bisa diadopsi untuk menggapai keimanan itu sendiri. Nggak bisa menjawab tantangan jaman, akhirnya terpinggirkan.....Tantangan jaman dijawab oleh -isme-isme baru yang bermunculan.... Pada akhirnya -isme-isme "penjawab tantangan" ini (liberalisme, demokrasi,komunisme, dll) bahkan menjadi lebih utama dan menjadi substitusi dibanding agama itu sendiri. Maka, sebenarnya -isme2 itulah agama orang modern sekarang ini.Dengan konteks seperti ini, maka semakin jauhlah "gantungan iman" yang diharapkan oleh filsafat.Kita tau -isme-isme itu adalah produk logika yang menjadi pijakan filsafat. Tapi apa daya, pada akhirnya filsafat modern gagal mencapai keimanan. Sehingga dia seperti pinsil yang ditegakkan di atas meja. Dia punya dasar, tapi tidak punya ikatan di atas. Dia akan rentan.

Salam - Haris Fauzi-Pink Floyd:Shine On You Crazy Diamond
.............

Sebelumnya, saya menerima surat dari seorang rekan yang meminta masukan untuk skripsi filsafat-nya.
Tentang filsafat modern. Filsafat ? Wah, ini bukan masalah sepele. Apa yang saya ketahui, apa yang saya jawab, adalah apa yang saya tuliskan di atas.
Di akhir korespondensi, saya baru sadar, bahwa Si Penanya yang akan menyelesaikan skripsi tersebut adalah seorang musisi progressive-rock Indonesia: Hafid Huriawan. Yang bersama kelompok musiknya Paradigma, akan merilis album di akhir tahun ini. Seperti diketahui, musisi pengusung aliran progresif di Indonesia amatlah langka, setidaknya bagi saya. Yang nampak barulah kelompok Discus, Pendulum, dan Imanissimo.

Ya sudahlah Bung Hafid, Selamat menyusun skripsinya, .....dan juga selamat bekerja keras di studio rekaman anda ! [] 13 juni 2005




PEROKOK

Alangkah hebatnya perokok itu. Dia bisa mengatur kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dia masih dapat membelanjakannya untuk membeli sebungkus rokok. Paling tidak ini adalah manajemen anggaran yang bagus dan konsisten. Saya selaku penggemar lagu dan buku, untuk menyisakan duit bakal pembeli buku atau CD saja susahnya minta ampun.
Tetapi seorang perokok bisa mempunyai budget untuk sehari sebungkus rokok. Sehari tarohlah lima ribu rupiah. Artinya sebulan ada anggaran 150 ribu rupiah. Jumlah yang sepadan dengan pembeli tiga buah buku, atau dua buah CD orijinal. Sementara saya sendiri rata - rata membeli dua buku dalam sebulan.

Bagi yang sudah berkeluarga, si perokok bisa dengan mantab meyakinkan keluarganya perihal pos anggaran yang satu ini. Sementara saya untuk membeli satu buku seharga 80ribu, belum tentu mencapai kata sepakat dengan istri saya. Atau misalnya kemarin saya membeli DVD Genesis seharga 200ribu, saya harus mengakalinya dengan patungan bersama rekan sesama penggemar Genesis. Jadi saya cuma keluar budget 100ribu, dan DVD itu jadi milik bersama.

Konsisten ? Jelas. Anggaran itu bisa tersedia dalam keadaan keuangan apa-pun. Juga tersedia dalam jangka panjang. Konsistensi anggaran ini sulit ditandingi oleh pos - pos yang lain selain pos sembako tentunya.
Saya jadi berpikir, "....andai saya memiliki manajemen anggaran sebaik perokok, bukan tidak mustahil buku - buku koleksi saya akan bertambah dengan konsisten".[] 16 juni 2005



FRUSTASI

Dalam analisa saya 'frustasi' menunjukkan cita - cita, ambisi, dan prestasi sekaligus juga indikasi kecilnya nyali. Seseorang bisa frustasi karena dia memiliki cita - cita yang terlalu sulit untuk diraih. Terlalu ambisius. Atau seseorang yang gagal mengulang prestasi puncaknya.

Seorang gitaris blues-rock, Eric Clapton pernah frustasi hebat. Nama Eric Clapton dalam blantika musik adalah identik dewa. Sebagai musisi grup besar Cream, konco Jimmy Page gitaris Led Zeppelin dan sobat Jeff Beck, Clapton juga ikut andil meng-orbit-kan gitaris negro Jimi Hendrix menjadi gitaris rock terbesar sepanjang masa. Hendrix sendiri menaruh hormat yang sangat luhung kepada Clapton.

Konon Clapton terlanda frustasi hebat ketika dia menganggap dirinya gagal mengulang prestasinya sebagai "dewa gitar dunia". Sang dewa yang menguasai komunitas musik rock dan mencetak lagu seindah "Wonderful To Night". Dia tau, kini dia bukan dewa lagi. Frustasinya berjalan beberapa tahun, sampai akhirnya dia sembuh setelah mendapat dukungan dari beberapa rekannya. Diantaranya adalah musisi Genesis, Phil Collins dalam menggarap album 'August'.
Sejak saat itu Clapton makin mambaik, sehingga dia makin tabah walau harus kehilangan seorang putra kesayangannya yang jatuh dari apartemen. Clapton mengungkapkan kesedihannya lewat lagu "Tears in Heaven". Lagu ini menjadi salah satu tonggak prestasinya di era modern. Ternyata Clapton mampu mengulang prestasinya setelah sembuh dari frustasi, walaupun harus lewat kematian anaknya.

Begitu kuatnya dampak kesembuhan frustasi terhadap kesiapan Clapton menghadapi tragedi anaknya. Bila masih dalam keadaan frustasi, mungkin Clapton tidak akan bisa mencipta "Tears in Heaven", atau bahkan hanya berkubang dengan botol - botol alkohol. Clapton masih punya nyali untuk bangkit dan mengejar prestasinya lagi.

Seperti saya sebutkan di atas, faktor 'nyali' terkait erat dengan frustasi. Seorang yang bernyali kecil, akan sangat mudah terlarut dalam frustasi berkepanjangan. Jimi Hendrix akhirnya harus bunuh diri dalam frustasi karena bernyali kecil. Dia mati muda disaat populer, karena ketakutan akan lunturnya popularitasnya. Semacam post-power syndrome. Hendrix tidak punya cukup nyali untuk menghadapi kenyataan, hingga dia harus berkubang dalam frustasi.

Dari satu sisi frustasi itu memang diperlukan. Karena dalam keadaan gagal, hampa, dan ketidak tahuan, kita membutuhkan waktu sejenak untuk merenung dan introspeksi. Introspeksi untuk kembali melangkah dan bertanding. Inilah yang dilakukan Clapton dan memutuskan untuk menggandeng si Jenius Phil Collins. Setelah kita mengambil langkah baru, kita bisa dengan mudah secara bertahap melupakan kekalahan kita. Clapton tau, prestasi tidak akan bisa diraih hanya dengan terjerembab dalam frustasi.

Apa yang terjadi bila kita tidak melakukan introspeksi dalam ke-frustasi-an diri ? Yang jelas, kita tidak akan mendapatkan langkah segar. Dan pula, apakah perlunya kita terlarut dalam frustasi ? Apakah prestasi yang melayang itu bisa kita dapatkan hanya dengan terbengong - bengong dalam frustasi ? Tentu saja tidak.
Frustasi yang berlarut - larut sejatinya malahan akan membuat kita terpuruk, makin kelam, dan makin bodoh. Dan bila kita bernyali kecil, maka tragedi kematian Hendrix mungkin akan menyergap kita. Jimi Hendrix, gitaris besar bernyali kecil itu terkikis oleh frustasi dirinya sendiri. Dia harus mati karena kebodohannya.[] 17 Juni 2005



SAJADAH TERLALU LEBAR


Sajadah adalah alas orang Islam untuk sholat. Terbuat dari kain, --biasanya lembut,-- dan terdapat bermacam ukuran. Ada yang berukuran kecil, hanya cukup untuk naroh kepala. Ada yang lebar atau panjang, biasanya digunakan di mesjid, semacam karpet. Yang normal sih seukuran orang sujud, seratus sepuluh kali enam puluh senti. Ukuran lebar sajadah ini tidak baku, ada yang lebih lebar --lebih dari enam puluh senti, ada juga yang cuma sekitar lima puluh senti.

Ukuran lebar sajadah ini sebenarnya tidak jadi perkara rumit ketika seseorang itu melakukan sholat sendirian. Namun hal ukuran lebar ini jadi perkara besar ketika dilakukan sholat berjamaah. Masalah timbul ketika dalam jamaah itu banyak orang - orang yang menggunakan sajadah yang terlalu lebar, melebihi 60 senti. Maka shaf (baris) sholat jamaah itu tidak akan rapat. Sajadah yang terlalu lebar itulah penyebabnya. Padahal bila tiga sajadah lebar dijajar, sebenarnya bisa digunakan oleh empat orang. Namun aktualnya tiga sajadah itu hanya digunakan oleh tiga orang saja. Satu sajadah untuk satu orang. Ini tentunya menyebabkan adanya celah.

Dampaknya adalah ketidak-sempurnaan sholat. Seperti kita ketahui, kesempurnaan sholat adalah bila sholat tersebut dilaksanakan secara berjamaah. Dan kesempurnaan sholat jamaah adalah bila shaf - shaf-nya terisi rapat dengan prioritas shaf terdepan. Dalam suatu dalil disampaikan bahwa sang Imam sebelum memimpin sholat jamaah hendaknya mengingatkan jamaahnya untuk mengisi dan merapatkan shat terdepan.

Saya pernah mendengar dari guru saya, apabila shaf pertama bercelah (tidak rapat), maka shaf - shaf berikutnya tidak masuk hitungan shalat berjamaah. Dengan dosa terbesar ditimpakan kepada shaf kedua --atau yang terdekat dengan shaf yang bercelah.[] 20 Juni 2005





In My Heart






DI DUNIA INI BUTUH DAHSYATNYA DOA

Tadi pagi di radio saya dengar berita tentang penyerbuan gila-gilaan pasukan Amerika ke pemukiman syiah Iraq, bahkan hingga mendekati makam khalifah Ali Bin Abi Thalib.

Menghadapi ketidak-adilan seperti di atas, harusnya kita sudah memaklumi, karena kita ini hidup di dunia fana. Dimana tidak menerapkan keadilan hakiki. Keadilan hakiki ini memang masih dalam rangka diperjuangkan.
Tetapi bila memang usaha meraih keadilan itu sudah menjumpai tubir jurang, maka disinilah peran kekuatan doa.

Saya akan cerita tentang pengalaman disaat saya dianiaya seseorang yang bernama Mr.X. Begitu tertekannya saya, hingga saya harus mengadu kepada guru spiritual saya yang tak lain adalah ayah saya.
Menyimak permasalahan yang saya hadapi, ayah akhirnya menyuruh saya untuk menghindari kekerasan dan menganjurkan berdoa di setiap salat malam agar Tuhan sajalah yang membalasnya.
Ibu saya juga menambahkan, "...ajak seluruh keluargamu berdoa. Insya Allah Bapak dan Ibu-mu dalam salat malam juga mendoakan agar Gusti Allah akan membalas sesuai takaran-Nya...."

Karena apa yang harus saya kerjakan hanyalah berdoa, maka hanya itulah yang saya kerjakan. Setiap malam saya usahakan bangun untuk salat malam dan membacakan doa "Memohon Kemenangan" berikut :"....Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, memberi kemenangan kepada tentara-Nya dan memberi pertolongan kepada hamba-Nya, dan mengalahkan musuh hamba-Nya, maka tidak akan ada bahaya lagi sesudahnya....."

Perkembangan selanjutnya saya sebenarnya hampir tidak peduli, hingga suatu saat saya mendengar berita bahwa Mr.X dilanda musibah. Saya-pun masih terus menjalankan instruksi ayah saya: berdoa dan berdoa.

Hingga akhirnya saya memutuskan untuk silaturahim dengan Mr.X. Saya benar - benar kaget betapa sengsaranya keluarga Mr.X kini.

Malamnya saya mengutarakan kepada orang tua saya tentang niat saya untuk menghentikan "serangan" doa ini. Dan kira-kira dua minggu setelah itu, keluarga Mr.X mulai recovery dari musibahnya.

Saya tidak gegabah mengatakan bahwa doa saya terkabul, ini bukan urusan saya. Tapi saya mengambil hikmah bahwa doa itu memiliki kedahsyatan. Bahwa doa itu membuat saya tidak membalas dengan cara yang keji. Dan terutama, saya jadi benar-benar sadar bahwa Tuhan memang mendengarkan doa kita.[] 13 agustus 2004



BAHASA NABI

"Nabi berbicara menggunakan bahasa kaumnya...."

Asbabunnuzul (sebab-sebab turunnya) atau diutusnya seorang Nabi adalah karena "kebejatan" suatu masyarakat. Sedemikian bejatnya sehingga Tuhan memutuskan untuk mengutus manusia pilihan-Nya untuk membenahi. Utusan ini bernama "Nabi".

"Nabi" sebagai makhluk pilihan, pastilah memang sempurna, intelektualitas terpilih, tata-krama, budi pekerti, fisik-spiritual nomer wahid. Beliau diutus untuk membenahi masyarakat bejat, tidak beradab, mursal.

Dengan kondisi kesejangan peradaban yang demikian jauh, maka menjadi "cara berkomunikasi" suatu tantangan bagi Sang Nabi. Sang nabi harus berbicara mengenai etika dihadapan orang tak bermoral, harus berbicara larangan dihadapan orang biadab. Tentunya tidak gampang.
Keberhasilan seorang Nabi untuk melakukan perubahan hingga implementasinya adalah salah satunya terletak pada "cara berkomunikasi". Nabi selalu berkomunikasi dengan "bahasa" kaumnya. Sehingga lontarannya bisa didengar, dimengerti, bisa difahami, dan akhirnya dapat terealisasi.

Cara berkomunikasi tersebut sebaiknya kita tiru dan terapkan. Kita sering melihat banyak hasil penelitian kaum akademis yang ternyata tidak aplikatif. Dan kita menyadari bahwa Kaum Akademis memang memiliki kesenjangan dengan Masyarakat. Kita kadang melihat ide-ide pemimpin sering dianggap angin lalu oleh bawahannya. Kita-pun mengerti bahwa antara Pemimpin dan Bawahan memang memiliki jarak.
Semua itu bisa terjadi disebabkan oleh karena Sang Akademis dan Sang Pemimpin tidak menggunakan bahasa yang dimengerti oleh audiensnya, sehingga apa yang dilontarkan tidak mewujud. Kesenjangan itu kemungkinan besar bisa dihapuskan oleh komunikasi.[] 20 agustus 2004



KITA MEMILIH FIRAUN

Ali Syariati --filsuf & cendekiawan Iran-- pada suatu hari pernah berkunjung ke Mesir. Sebagai Pakar Sejarah, Syariati juga menyempatkan untuk mengunjungi komplek mewah makam raja kuno yang disebut piramid.
Namun apa yang dilakukan Syariati bukanlah mengagumi bangunan piramid yang megah menjulang, Syariati malahan menangis di dekat gundukan batu. Gundukan itu adalah kuburan massal dari pekerja paksa (rodi). Kaum rodi ini mati dalam nestapa kerja paksa tanpa makan-minum yang layak, nestapa ketertindasan suatu tirani. Tirani yang menindas rakyatnya untuk membangun kemewahan piramid sang Firaun.
"Kamulah saudaraku, yang gugur tertindas karena keserakahan Firaun terkutuk...", isak Syariati dikuburan tadi.

Disitu ada dua kuburan. Yang satu hanyalah seonggok timbunan batu untuk mayat-mayat pekerja rodi yang saling timbun juga. Mereka mati dalam kesengsaraan. Yang satu lagi adalah kuburan Firaun. Firaun merupakan pencerminan gaya tiran, yang bermewah - mewah dengan menginjak - injak dan menindas kaum nestapa.

Kuli rodi, Syariati, dan Firaun tersebut ketiganya sudah mati dan sudah dikubur. Tetapi sekarang dan disini --di Indonesia-- kita bisa melihat para kuli rodi dan para Firaun versi Indonesia. Mereka ada di depan mata.
Krisis ekonomi mencekik leher rakyat. Beban hidup sangat berat. Namun rakyat tetap harus membayar pajak. Di sisi lain, para anggota legislatif bermewah - mewah dan saling berlomba menangguk korupsi besar - besaran.
Bangsa ini telah memilih Firaun untuk duduk di kursi legislatif. [] 24 agustus 2004



JANJI

Pagi tadi saya mendapat e-mail dari seorang rekan penulis. Berikut petikannya :
"........saya senang dapat tulisan-tulisan Anda. Tadinya mau kasih selamat sejak dulu, tapi nggak sempat bikin saja...."

Saya begitu terkesan. Bukan hanya karena saya diberi ucapan selamat oleh seorang Penulis, ...melainkan niat dari Sang Rekan dalam menepati janjinya. Ya..! Rekan saya itu telah berjanji bahwa beliau hendak memberi saya ucapan selamat. Memang janji itu tidak terucapkan dan tidak tersampaikan ke saya, tetapi dari kata-kata diatas,"....tadinya mau kasih selamat sejak dulu...", jelaslah bahwa dia berjanji hendak memberi ucapan kepada saya. Walau akhirnya pelaksanaannya tertunda.

Hebatnya, dia berusaha memenuhi janjinya, walau janji itu sendiri belumlah sampai kepada tujuannya.
Kenapa saya bilang "hebat"..?
Coba tengoklah sekeliling. Saya sendiri rasanya sudah sulit membedakan mana yang disebut janji dan mana yang disebut debu. Begitu banyak janji-janji berseliweran di sekeliling kita. Janji kampanye, janji perbaikan taraf hidup, janji tepat waktu, janji..janji... berjuta janji..... bahkan sekolahan-pun banyak yang sekedar mengobral janji bahwa alumninya akan gampang mencari kerja.

Lebih kramat lagi, janji - janji itu sudah tersampaikan dan sudah diterima oleh obyek-nya.

Dan saya-pun berani bertaruh, hampir seluruh janji itu bualan belaka. Karena paradigma masyarakat kita sekarang terhadap kegagalan realisasi janji itu ada beberapa :
1. Tidak bisa terealisasi karena tidak mengukur diri / gegabah sewaktu melontarkan janji.
2. Bila tidak ditagih maka janji tersebut sebaiknya tidak direalisasi.
3. Selama masih bisa dicarikan alasan untuk tidak direalisasi, maka sebaiknya janji tersebut tidaklah perlu direalisasikan.

(mungkin Anda bisa menambahkan lebih banyak....)

Tetapi, menurut hemat saya, suatu janji bila tidak direalisasi di dunia ini maka akan dihitung sebagai hutang. Dimana penagihannya akan dilakukan mungkin oleh Penyiksa Kubur, atau bisa jadi oleh Malaikat Penjaga Neraka. Semoga saya-kita-- terhindar dari petaka ini. [] 27 agustus 2004



RUANG KOSONG

"....diantara Tuhan dan masyarakat terdapat ruang kosong. Sang Pemimpin mengisi kekosongan tersebut sebagai perantara...."

Hampir semua kisah kebangkitan suatu bangsa selalu diawali dengan terbitnya seorang pemimpin. Pemimpin ini biasanya muncul karena keterdesakan dari kedzoliman , dan bersama rakyat berjuang untuk menegakkan nilai - nilai & cahaya Tuhan.
Jadi, disini Pemimpin merupakan pejuang nilai - nilai ke-Tuhan-an (--sebagai bukti komunikasi vertikal), dan memperjuangkan suara rakyat (--menifestasi hubungan horizontal). Pemimpin adalah semacam utusan Tuhan untuk merehabilitasi suatu komunitas masyarakat yang bobrok.

Tetapi janganlah dibayangkan bahwa kriteria pemimpin seperti ini akan muncul dalam organisasi bisnis --atau politik. Di dalam organisasi bisnis, target sisi material terlalu kentara dibandingkan target spiritual, sementara target "kepentingan golongan" selalu menjadi warna dominan dalam organisasi politik. Mungkin kita agak susah menemukan tipe pemimpin seperti ini dalam lingkup organisasi bisnis atau politik.

Dalam berbangsa, kemunculan pemimpin bukanlah merupakan rutinitas. Bukan pula merupakan suatu keniscayaan yang gratis. Apabila masyarakat tersebut belum tertindas, tersadarkan, dan membutuhkan sosok generator pembangkit, maka sosok pemimpin itu belumlah mewujud, mereka masih tenggelam.
Kemunculannya merupakan suatu reaksi munculnya kesadaran untuk merdeka dari dari rasa perih penjajahan.

Jadi, apabila ada yang berharap akan muncul pemimpin dari suatu proses mekanisme yang keduniawian semata, maka bersiaplah. Bisa jadi yang muncul bukannya pemimpin. [] 30 agustus 2004



SADAR DIRI SADAR JAMAN

Repot memang bangsa kita tercinta ini. Sampai detik ini komunitas kita masih belum sadar bila sedang dihantam dan di jajah oleh bangsa asing. Kita belum sadar sepenuhnya bila sedang diserang oleh budaya - budaya asing.
Pun pula kita belum pernah sekalipun berniat untuk melestarikan budaya - budaya kita sendiri, budaya asli kita yang bernilai luhung. Kita malah memilih untuk memelihara budaya kita yang tidak luhung. Lihat saja: Korupsi, Tidak Disiplin, dan Hutang merupakan budaya asli Indonesia yang malah dipelihara secara sistematik.

Budaya asing-pun yang masuk malahan budaya yang juga kurang luhung. Gaya hedonis; materialis; seks bebas dengan mudahnya diterima oleh masyarakat kita. Inilah asyiknya jadi bangsa Indonesia. Dan disinilah, saya yakin bahwa bahsa ini belum sadar diri.

Kitapun masih belum sadar akan jaman. Semua bangsa kebanyakan telah berancang-ancang melihat ke depan. Tetapi bangsa kita ini masih asyik terngiang - ngiang dengan kisah kejayaan jaman Mojopahit, atau bahkan ceritera dewa-dewi.
Bangsa ini masih melongo menikmati ode kejayaan masa lalu tanpa bisa mengambil hikmahnya dan tanpa ambil peduli dengan segala tantangan yang ada di masa depan. Alih - alih berusaha untuk maju.
Dan saya pun berusaha untuk mengerti, bahwa saya-pun ikut berada pada suatu bangsa yang tidak sadar jaman. [] 1 september 2004

-------
(kemarin ulang tahun kemerdekaan negara malaysia, negara yang sudah menemukan kesadarannya. kemarin kakak kandung saya juga merayakan ulang tahunnya)



BIMBANG

...setan berada diantara air dan tanah...
...setan berada diantara terang dan gelap...
...setan berada diantara siang dan malam...

Tiga bait di atas, secara tertulis memang bisa saja benar. Setan memang konon kabarnya berada di tepi sungai atau di pantai, disana sering terjadi orang kesurupan atau kecebur tanpa sadar. Juga bisa jadi setan berada diantara bayang - bayang, orang sering bingung dengan halusinasi. Pun pula katanya setan dibebaskan pada saat senja antara siang dan malam.

Dari sisi lain, saya beranggapan "tiga bait tulisan di atas" menggambarkan bahwa setan itu berada di-"antara keputusan". Setan berada pada "kebimbangan". Bimbang diantara pilihan - pilihan. Entah itu pilihan hitam - putih, pilihan panas - dingin, atau pilihan - pilihan yang lainnya....

Di saat manusia bimbang, maka setan mulai beraksi. Setan akan mengarahkan pada pilihan yang mendekati neraka. Dan, bukankan akal manusia mengalami posisi paling lemah di saat "penuh kebimbangan ?". [] 3 september 2004



EGO

Saya bersandar dibangku bis deretan ke-lima dari depan. Berdiri menghadap ke belakang. Saya pasang walkman saya. Musik egois kata orang. Klik ! playernya memutar "Cool The Engine" dari The Very Best of Boston. Sore itu saya pulang kantor memang naik bis umum. Cukup nyaman karena bis AC walau harus berdiri, "..biarlah ... hanya satu jam ini...satu kaset bolak-balik....", hibur saya dalam hati.

Jarak kira-kira setengah meter di muka saya ada seorang wanita berumur mungkin tidak lebih 40 tahun. Dia bersandar juga, berdiri. Bangku dimana dia bersandar tampak duduk laki - laki, mungkin berumur 40-tahunan juga.

Bis itu tak kunjung juga berangkat, padahal jarak yang bakal ditempuh sekitar 45 km --dalam tempo kurang - lebih satu jam. Secara imajiner, saya bisa mereka apa yang ada dipikiran wanita dan lelaki itu.

"Jaman sekarang ini, tidak ada lelaki yang gentle-man.... karena tidak ada lelaki yang mempersilahkan wanita - wanita untuk duduk di bis kota. Kalao toh harus duduk, lelaki pasti ingin agar wanita memohon memelas - melas untuk dapat tempat duduk. Inilah yang saya tidak sudi melakukan hanya untuk mendapatkan bangku dalam bis ini.....", begitu mungkin pikir si Wanita.

"Jaman sekarang, wanita sudah punya gengsi yang melangit, termasuk gengsi kepada lelaki. Wanita - wanita tidak bakalan mau ngomong permisi ketersediaan tempat duduk kepada lelaki. Sebetulnya mau saja saya kasih ini bangku...tapi wanita sekarang --sekali lagi-- sok gengsi !!!-- sok nggak butuh!!!..... Dan kalau-pun diberi, mungkin ucapan terima kasihnya juga tidak tulus... bahkan mungkin diimbuhi embel - embel "kenapa ?saya nggak pa-pa kok berdiri....", atau " iya... lelaki kan nggak perlu duduk..."..dst..dst.. Nah, kenapa saya harus memikirkan dia ?", mungkin begitu pikir si Lelaki.

Bis itu akhirnya berangkat, mengangkut seluruh penumpang dan egonya masing - masing. [] 7 september 2004



MENGAPA HARUS

Sudah menjadi kezaliman yang lazim bahwa kebanyakan orang menghakimi terlalu "keras" kepada dirinya sendiri.
Terlalu banyak orang yang menyesali keputusannya sendiri,
Terlalu banyak orang yang meratapi nasibnya,
Terlalu banyak kegelisahan terhadap garis kodrat,
Ujungnya hanyalah keputus-asaan.

Sebetulnya apakah harus terjadi penyesalan ?
Mengapa harus menyesal ?

Bagi saya, menyesal merupakan 'skenario-tanpa-tindak-lanjut". Ini hasil diskusi saya dengan karib saya.

Untuk itu --walau sulit-- , sekarang saya sedang berusaha mengubah paradigma "menyesal". Saya menggantikannya dengan "mengakui".
"Mengakui kebodohan diri" saya rasa tepat jadi pengganti "menyesali diri sendiri".

Dengan mengaku "bodoh", kita bisa mengambil tindak-lanjut. Bila anda dekat dengan malaikat maka anda akan "berusaha lebih pintar". Bila anda mepet dengan setan maka anda akan menindaklanjuti dengan "berusaha membalas orang yang membodohi anda".
Lucu bukan ?

Jadi, mengapa harus menyesal ? [] 9 september 2004

--------
aduh... ada bom lagi.
kenapa masih banyak manusia yang menyukai adu kekerasan seperti hewan ?
_____



CITA-CITA

Saat itu saya sedang berkendara dari Plered hendak ke rumah kakak saya di Bekasi. Waktu menunjukkan sekitar saat dzuhur. SMS bertubi-tubi dari kakak saya mengesankan ada berita penting yang harus tersampaikan. Dalam hati saya berujar:"..oke..oke... saya lagi ngebut liliput nih..... satu jam lagi saya tiba di Bekasi...".

Sampai depan rumah kakak, ternyata kakak saya sekeluarga sudah ada diluar rumah. Istri saya yang keluar duluan langsung dipeluk istri kakak saya, sementara kakak langsung nyerobot masuk mobil saya lewat pintu kiri sambil berujar, "....Bapak sudah tidak ada...".

Saya terus terang saja kaget sampai mesin mobil belum sempat saya matikan, untung persneling sudah free.
Setelah agak tenang, saya segera konfirmasi berita tersebut. Ternyata benar, Bapak saya terkena serangan jantung dan meninggal hampir seketika itu juga. Saat itu Bapak sedang memberi khotbah melepas Calon Jemaah Haji.
Bapak biasa berkhotbah selama 20 menit, dan saat itu baru memasuki 10 menit langsung ambruk.

Peristiwa tersebut, -- wafatnya Bapak-- merupakan suatu pukulan bagi keluarga kami. Tetapi saya memiliki catatan tersendiri. Bagi saya, Beliau sudah menempuh perjalanan hidupnya hingga akhir dengan sangat elegan. Dan karenanya kisah wafatnya bisa jadi merupakan suatu kebanggaan, bangga karena Beliau konsisten terhadap cita-citanya hingga akhir hayatnya. Inilah yang saya maknai dengan "cita-cita" yang sesungguhnya.

Bapak saya tidak bercita-cita menjadi orang kaya, tidak pula bercita-cita menjadi pejabat, tidak pula mencari berderet gelar. Bapak saya memang cuma bercita-cita menjadi juru dakwah hingga akhir hayatnya; ....dan dia mengusahakannya, dan dia melaksanakannya, dan dia meraihnya hingga detik terakhir.[] 28 september 2004




AGAMA KITA HARI INI

Sekali lagi soal Ali Syariati. Syariati mengganggap bahwa ide fanatik yang paling mendasar dalam diri manusia bisa disebut dengan "agama". Untuk itu Syariati membedakannya menjadi dua, yakni "Agama" (dengan awal huruf kapital) untuk ideologi yang mutlak kebenarannya (versi Syariati sendiri tentunya...), dan "agama" (tanpa huruf kapital) untuk ideologi buatan manusia yang me-nuhan-kan sesuatu siapapun (yang jelas bukan me-nuhan-kan Tuhan itu sendiri).

--dalam hal tulisan ini saya tidak mempermasalahkan agama yang dianut Syariati itu sendiri--

Mengapa harus "ide fanatik yang paling mendasar" ?
Alasan yang dikemukakan Syariati adalah bahwa bila ada seseorang yang mengaku beragama Islam, tetapi dia lebih memprioritaskan si-fulan ketimbang Allah SWT, maka sebenarnya si-fulan itulah tuhannya, dan bukanlah Islam Agamanya. Karena Islam ber-Tuhankan Allah SWT.

Dalam agama selalu tiga unsur utama yakni adanya tuhan yang merupakan sembahan, adanya ajaran yang merupakan pedoman, dan tentunya adanya ritual peribadatan sebagai bentuk-bentuk implementasinya.

Sebetulnya pola pikir yang ditawarkan Syariati cukup gampang. Bila hari ini kita menghamba kepada uang, maka uang itulah tuhan kita. Dan agama kita adalah "pencarian uang". Bentuk ritualnya adalah habis-habisan berdaya upaya untuk mendekati, mendapatkan, dan meraup uang sebanyak-banyaknya.

Nah, apa agama kita hari ini ? [] 1 oktober 2004



KUALITAS DIRI

Banyak parameter terhadap kualitas diri, diantaranya yang sempat saya tulis disini adalah:
1. sifat dermawan
2. sabar menahan amarah
3. pemaaf
4. tobat

Sifat dermawan ini hanya kentara di saat sempit, di saat miskin. Karena bila dalam keadaan kaya, semua orang bisa dipastikan akan ringan kocek dalam berderma.
Sabar, makin sabar seseorang jelaslah makin berkualitas. Hampir semua Nabi memiliki tauladan sifat kesabaran. Apalagi bila dilengkapi dengan sifat pemaaf.
Tobat adalah penyesalan dan janji untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut. Termasuk penyesalan atas kegagalan berbuat kebajikan.

Puasa Ramadhan berfungsi meningkatkan kualitas diri. Dan (harusnya) menampakkan hasil setelah sebulan menjalaninya. Diharapkan puasa mampu memberikan poin peningkatan pada keempat sifat parameter kualitas diri tersebut.
Bila makin ringan dalam berderma dalam keadaan lapang dan sempit,
Bila makin sabar dan mampu menahan amarah,
Bila makin ikhlas memaafkan orang lain,
Dan bila makin kongkrit menyesali kesalahan,
maka,
sedikit banyak puasa Ramadhan telah meningkatkan kualitas diri orang tersebut. [] 18 oktober 2004



JALAN REALITAS

Ada dua jalan. Jalan pertama adalah me-realisasikan suatu khayalan menjadi (...paling tidak mendekati) kenyataan. Jalan kedua adalah kebalikannya, yakni mendramatisir kenyataan sehingga menjauhi kenyataan sebenarnya.

Seorang sahabat saya pernah dengan jelas mengungkapkan permisalannya. "Siaran televisi kita ini, Ris....," begitu ujarnya,"...malahan menjauhkan dari apa yang seharusnya sudah nyata, sehingga tidak masuk akal sama sekali. Orang cuma sinetron drama keluarga anak SMP saja kok didramatisir sehingga semewah-mewahnya....sekali lagi.. sampai tidak masuk akal...", keluhnya. "Ada lagi... lha wong cuma pohon gitu aja kok di tahayul-tahayulkan dan dikesankan seram dan berkekuatan ghoib. Saya bukan orang yang anti alam ghoib, tetapi semua itu sudah keterlaluan... menjauhkan dari nalar dan logika...". Rupanya skenario film --sinetron-- dan tayangan televisi kita memilih jalan kedua.

"Padahal...," tambahnya lagi,"...film - film Eropa malah berusaha serealistik-selogis mungkin memvisualisasikan peristiwa fiktif Starwars sehingga masuk di nalar...".
Ah...rupanya skenario perfilman kita masih berbalik arah dengan film-film dari Eropa.

Contoh dari dunia film itu ternyata tidak berhenti sampai disitu. Saya sempat pula berpikir dalam kehidupan nyata ini. Dalam masyarakat kita ini. Jangan - jangan kita malah memilih menjauhi realitas, mereka - reka hal - hal nyata supaya ghoib dan tidak masuk akal, supaya berkesan superstitious.

Atau mungkin memang peri hidup kita semakin jauh dan semakin jauh dari realitas dan semakin pro- tahayul?
Ini sih namanya kemunduran peradaban.[] 27 oktober 2004



KERUPUK

Ada satu pelajaran yang baik dari sekeping "kerupuk". Sejak tahun 76-an hingga awal 80-an (tepatnya saya lupa...) saya berlangganan majalah sastra anak "Kawanku". ( Sekarang majalah ini sudah menjadi majalah gaya hidup ABG, sayang sekali...). Dalam salah satu pemuatannya, ada cerpen (saya lupa tulisan siapa, namun diilustrasi oleh perupa Syahwil) yang menceriterakan "penjual kerupuk".

Singkat ceritanya begini :
Ada seorang penjual kerupuk yang sudah tua. Dia selalu menjajakan kerupuk di pagi hari keliling desa. Suatu hari Pak Tua ini sakit dan tidak bisa berjualan. Agar asap dapur tetap mengepul, maka anak lelakinya yang tegap melanjutkan berjualan kerupuk. Dengan badannya yang tegap, sang anak mampu menjelajahi lebih banyak desa ketimbang Bapaknya. Hari itu Sang Anak berjualan lebih pagi, karena lingkup jelajahnya lebih luas, pulangnya-pun lebih larut. Tetapi anehnya, setiap malam sang Anak selalu bingung, entah kenapa hasil jualannya tidak pernah bisa melebihi hasil dari Bapaknya. Padahal Sang anak merasa lebih segalanya: lebih luas menjelajahnya, lebih lama berdagangnya, bahkan suara menjajakannya-pun lebih lantang.

Di akhir kisah, sang penulis menyampaikan ending yang indah sebagai berikut:
Di puncak kegalauannya, akhirnya Sang anak memberanikan diri bertanya kepada Bapaknya:"...Pak mengapa saya beroleh hasil lebih sedikit dari Bapak ? Padahal... padahal... padahal... ".
Sang Bapak tersenyum dan menjelaskan,"...selain kamu memperjauh jelajahmu, memperkeras suaramu, apakah kamu juga mempertajam telingamu....?
Mungkin kamu bersuara lebih keras, tetapi kamu bisa jadi tidak peka mendengarkan para calon pembeli yang memanggilmu....."

Insight yang ditawarkan oleh sang Penulis adalah :".....mendengarkan pendapat orang lain merupakan hal penting dalam mencapai keberhasilan...".

Nah, saya jadi ingat "kerupuk" bila berjumpa dengan seseorang yang ngotot tanpa mau mendengarkan omongan orang lain..[] 29 oktober 2004
_________
note : Ada yang masih ingat siapakah gerangan penulis cerita tersebut ?
_________



BAGAIMANA SETAN MENUNDUKKAN MANUSIA

Dua orang itu kira-kira se-umur. Yang satu namanya Gore, dia berbadan cukup tegap, yang satu lagi namanya Abun, perawakannya tidak beda jauh dengan Gore. Gore dan Abun bermusuhan dengan sengit. Belakangan ini Gore sering -- selalu malah-- berada di pihak yang kalah. Alah mau mengalahkan, Abun memang sejatinya terlalu kuat bagi Gore. Tapi bagi Gore permusuhan ini tidak akan dihentikan gara - gara ia kalah. Gore pantang mundur, namun Gore membentur jalan buntu.

Dalam keadaan buntu, Gore --seperti juga kebanyakan manusia-- dihadang dengan persimpangan pula. Persimpangan dua pilihan : Memilih untuk menyerahkan kebuntuan kepada Tuhan, atau memilih mengadopsi keberadaan setan.
Di antara kebimbangannya, Gore ragu - ragu memilih persimpangan kedua. Tetapi tekadnya sudah bulat. Gore membutuhkan bantuan setan untuk mengalahkan Abun. Gore meminang Juru Tenung.

Berhasilkah Gore ?
Secara statistik, bantuan setan memang memberikan garansi memuaskan atas keberhasilan suatu usaha, setidaknya bila dibandingkan dengan "usaha normal". Lewat Juru Tenung dan jampi sihir, akhirnya Abun berhasil ditaklukkan oleh Gore. Hal yang selama ini seakan musykil diraih oleh Gore, sekarang sudah diraihnya. Diraih dalam hitungan kejapan mata. Abun terkapar sudah sekarang dibawah kangkangannya. Gore menyeringai puas.

Keberhasilan ini bukan hanya semata kekalahan Abun, tetapi juga memastikan Gore makin mantap untuk menyusup lebih dalam ke dunia perewangan. Gore makin mengakrabi Juru Tenung, hingga akhirnya terjadi simbiosis mutualisme diantara keduanya. Gore selalu berhasil dalam setiap upayanya karena makin intens-nya bantuan Juru Tenung, dan Gore-pun menjadi juru kampanye keberhasilan kiat - kiat sihir. Beberapa konco Gore-pun sudah termakan bualan Gore yang selalu menceritakan keberhasilan demi keberhasilannya melalui bantuan Juru Tenung.

Setan-pun tertawa puas. Satu lagi keturunan Adam berhasil dia tundukkan. [] 4 Nop 2004



kencana masa memang bakal membawamu pergi

dalam kurun masa ini aku terlarut dalam kebodohan,
teledor, walau sekedar untuk melantunkan untaian kata bermakna,
hingga tidaklah tersadar,
berada dalam bayang-bayangmu,
namun hampa.

bisa jadi engkau menunggu terlalu lama,
atau mungkin malah melontarkan tanya,
"adakah kali ini kita berjanji untuk bersua ?"

pun ketika kau menawarkan kisah turunnya mu'jizat,
pun ketika kau menawarkan indahnya kisah 1000 bulan,
aku masih sebodoh biasanya.

hingga sang kusir hendak melecutkan cemetinya,
ah... aku baru terkesiap !
karena kencana masa memang bakal membawamu pergi,
lantas berlari semakin kencang,
dan semakin kencang,
menukarkan dengan sejuta takbir,
yang terlambat membangunkan aku.

ah,
kencana masa memang bakal membawamu pergi,
dan mungkin akan mempertemukan kita lagi,
dalam masa yang lebih bermakna,
atau tidak sama sekali.

seiring jejak roda yang masih basah,
hati ini tertegun,
menyisakan secuil asa,
semoga putaran matahari mengajak kita bersua kembali.
[] akhir ramadhan 1425H



BOCORNYA RAHASIA TUHAN

Segala apa yang bakal terjadi di dunia ini tertuang dalam sebuah kitab Tuhan yang bernama "Laufulmahfudz". Dalam sidang "pleno" para malaikat, buku ini dibahas bait demi bait. Celakanya, kadangkala jin atau setan "mencuri dengar" sidang para malaikat ini. Yang lebih celaka lagi, seringkali "bocoran" sidang ini dibawa oleh setan terbang melintasi jagad angkasa, menghindari sergapan malaikat penjaga, dan kemudian disampaikan oleh setan kepada manusia - manusia yang "bertapa" dan "berdupa", sehingga manusia tersebut bisa mengetahui apa yang bakal terjadi di hari esok. Para manusia yang berlaku seperti ini biasa disebut dengan "dukun ramal".
Padahal, apa yang dibahas oleh para malaikat tadi masih berupa "Top Secret Document" milik Tuhan. Dan Tuhan tidaklah menghendaki hal ini tersampaikan ke bumi sebelum waktunya diimplementasikan.

Apa maksudnya setan membocorkan info ini kepada manusia ? Setan memberikan bocoran ini bukan tanpa imbalan. Sekali setan tetaplah keturunan iblis. Apalagi tidaklah gampang si setan melakukan pengintaian terhadap sidang malaikat ini. Malaikat penjaga juga berjejer - jejer dengan segenap senjatanya. Senjata utama malaikat penjaga ini adalah bintang - bintang. Dimana akan dilontarkan kepada para setan yang terbirit - birit melarikan hasil curiannya.

Kejadian bintang meledak di angkasa, dari segi sains adalah benturan bintang dengan benda angkasa lainnya. Tetapi dari segi spiritual adalah meledaknya bintang mengenai tubuh setan pencuri dengar tadi. Dahsyat memang tindakan para malaikat penjaga Laufulmahfudz tadi. Kabar - kabarnya, setan hanya bisa mati dengan dua cara. Yakni mati karena akhir jaman, atau mati oleh senjata para malaikat tadi.

Begitu dahsyatnya "hukuman" yang diberikan oleh kerajaan langit kepada para setan pencuri. Dan, bagi dukun ramal yang menjadi para "penadah"-nya, akan diberi hukuman yang setimpal pula di Hari Pembalasan kelak.[] 22 nopember 2004



TAKARAN

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.
Orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi.
Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
....... (QS: 83;1-3)

Di Makkah Muhammad menerima wahyu tersebut, aslinya sebanyak 36 ayat. Dalam ayat tersebut, betapa diperingatkan dengan "sangat keras", bahwa perbuatan mengubah takaran merupakan perbuatan yang tercela dan akan di ganjar dengan hukuman setimpal; yakni "kecelakaan besar".

Kecurangan akan di balas dengan kecurangan. Itulah kenapa konon setan banyak berkeliaran di "pasar". Pasar merupakan suatu tempat dimana banyak terjadi transaksi dan banyak terjadi aktivitas takar - menakar. Sangat riskan kecurangan dan konflik. Bahkan di sana peredaran duit terjadi setiap saat. Setiap detik. Padahal "uang" merupakan salah satu benda yang paling didamba oleh manusia.
Ada manusia, ada uang, ada transaksi, ada penakaran, dan ada setan. Maka komplitlah sudah kerawanan di suatu tempat yang bernama "pasar". Pasar disini bisa pasar tradisional, pasar modern, pasar bursa, pasar gelap (apalagi...), ataupun pasar malam. Bahkan sempat dianjurkan untuk sesegera mungkin meninggalkan pasar apabila tidak ada keperluan.

Beberapa ujaran Muhammad juga pernah mengungkapkan bahwa menjadi manusia mulia merupakan hal terberat yang harus dicapai oleh manusia. Dimana selain "Pahlawan" (orang yang meninggal dalam peperangan membela Kebenaran), salah satu jenis manusia mulia adalah "pedagang yang jujur".
Sahabat beliau bertanya ,"...siapakah pedagang yang jujur itu ?".
"..adalah pedagang yang tidak mengurangi atau menambah takarannya...," demikian jawab Muhammad.
Mengapa demikian ? Salah satu jawabnya adalah karena masalah "takaran" memang menjadi masalah yang krusial. Bisa menjadi frase "adil" versus "zalim", dan menjadi penyulut pertikaian.

Betapa lengkap sudah peringatan yang disampaikan perihal kasus ini. Peringatan agar kita harus waspada terhadap godaan takaran, dan bagaimana kita menuju cita - cita menjadi manusia "mulia".
Dari sini kita tinggal berkaca dan menengok kondisi kita sekarang. Bagaimana kita dalam menakar, bagaimana kita dalam bertransaksi, dan seberapa lama kita berkeliaran di-"pasar".[] 25 nop 2004



SIAP GAGAL

"...bila yang engkau inginkan tidak terjadi, syukurilah yang terjadi...".--'Ali ibn Abi Thalib


Beberapa hari lalu saya sempat mengikuti rapat penyusunan rencana kerja tahun 2005. Tentunya berkaitan dengan perusahaan dimana saya mencari nafkah. Dalam rapat tersebut, sempat beberapa kali terjadi dead-lock. Salah satu musababnya adalah prediksi sengitnya kompetisi bisnis di tahun depan.
Singkat cerita, rapat tersebut akhirnya menelurkan statement, dimana menuntut kerja sangat - sangat keras untuk bisa berkompetisi di tahun 2005. Keluarnya statement tersebut disambut sumringah dan optimis para peserta rapat yang sudah kelelahan. Semua sambutan mencerminkan euphoria optimisme. Slogan - slogan yang sempat saya catat antara lain;"....kerja yang sangat keras akan menghasilkan mutiara...";"...bersatu untuk maju.."; atau "...Godbless us..", terus meluncur ditimpali tepuk tangan. Itulah slogan optimisme untuk meraih kemenangan dalam kompetisi.

Namun, sebenarnya bukan "persiapan untuk menang" saja yang harus diperhatikan. Mempertimbangkan kemungkinan untuk kalah merupakan penataan yang juga penting. Dalam pemilihan kepala negara, sering seorang calon mengungkapkan rencananya untuk memenangkan pemilihan sekaligus merencanakan bila berhasil memenangi pemilihan. Namun, ketika ternyata dia kalah, maka dia belum mengerti harus berbuat apa.

Saya tidak menganjurkan untuk menyusun rencana supaya menyerah kalah. Melainkan adanya kebutuhan sikap legowo bila ternyata gagal. "Siap untuk kalah" menjadi suatu perihal yang penting karena inilah salah satu esensi "bersyukur". Bagaimanapun juga, kalah ataupun menang merupakan suratan takdir. Apapun hasil takdir, selayaknya disyukuri dengan baik. []haris fauzi - 17 desember 2004

----------
ujaran Ali diatas saya kutip dari tulisan Bung AnwarHolid



TUHAN LEBIH MENGERTI

Hari itu saya berharap agar pekerjaan di kantor ringan - ringan saja. Pokoknya saya ingin sesimpel mungkin, lantas istirahat sebaik - baiknya karena keesokan paginya saya berencana untuk mengemudi kendaraan sejauh 600 kilometer -- mudik ke Jawa Tengah. Ini rencana skenario saya.

Bagaimanakah kenyataannya ? Walhasil malah berbalik. Hari itu cukup banyak kerjaan mendadak di kantor. Apalagi pas pulang kerja malah memakan waktu tiga jam perjalanan akibat macet. Malam harinya -- walau saya atur agar pukul 22.++ saya sudah istirahat-- malah sempat ada acara terbangun tiga kali. Pukul sekitar 23.++ saya menderita kelaparan sehingga perlu nenggak sereal di tengah malam. Pukul 03.++ dini hari anak saya ngelindur sampai saya terbangun. Dan sebelum subuh malah ada SMS masuk ke ponsel saya.
"Wah.... bencana nih ....", pikir saya.

Ngantuk ? jelas. Apalagi pagi itu saya mengemudi ke arah timur - dimana matahari memerah berada pas di depan. Pada sekitar pukul 09.++, setelah tiga jam mengemudi, rasa kantuk mulai menyerang. Walhasil saya tidak kuat lagi sehingga pada pukul 11.++ saya harus tidur di Mesjid di daerah Losari, sekitar perbatasan Jawa Barat - Jawa Tengah.
Ternyata tidur selama 15 menit tersebut sangat membantu saya menuntaskan perjalanan tersebut. Mata saya tetap bisa nyalang hingga sampai di rumah mertua, Solo, pada pukul delapan malam.

Tuhan lebih mengerti. Andai saja saya segar bugar pada pagi hingga siang, tentunya saya tidak bisa tidur di mesjid Losari tersebut. Kalau memang demikian, maka kantuk baru akan menyerang sekitar pukul 15.++ hingga berlanjut seterusnya. Pada jam - jam terakhir perjalanan, menjelang malam, di daerah Ungaran yang jalanannya naik -turun itu.

Sebaik - baik saya menyusun skenario, ternyata Tuhan malah menyusunkan skenario yang lebih baik dari yang saya perkirakan. Apa yang semula saya anggap bencana, ternyata malahan berkah. Sekali lagi, Tuhan lebih mengerti. [] 5 Januari 2005




TEMAN

"...lebih baik kehilangan mimpi daripada kehilangan teman". (Boston)

Sekitar sepuluh tahun lalu, di awal menapak kerja, saya memiliki sepeda motor yang mana lantas saya jual kepada rekan sesama alumni kampus. Kebetulan dia membutuhkan sepeda motor untuk berkendara menembus kemacetan Jakarta, sementara saya butuh numpuk duit bakal pembeli rumah. Tentunya segala dokumen berkaitan dengan motor tersebut adalah atas nama saya.
Berjalan waktu sepuluh tahun, kini saya tinggal di Bogor sementara sang teman menetap di Bekasi. Saya berkantor di Karawang, sementara Sang Teman tetap berkantor di Jakarta.

Sang Teman secara berkala meminjam KTP saya untuk kepengurusan STNK motor tersebut. Kami bersepakat janji untuk serah terima KTP tersebut.
Repot-kah saya ? Repot-kah Sang Teman ?
Tentu dong ! Hingga seorang rekan yang lain, yang kebetulan sekilas mengerti duduk perkaranya malahan pernah mengusulkan agar saya menekan si pembeli motor tersebut untuk segera melakukan proses balik nama STNK. Ya intinya supaya sudah tidak perlu repot - repot lagi ada seremonial serah - terima pinjam - meminjam KTP.

Sekilas ide balik-nama tersebut terlihat bagus. Tetapi setelah saya pikir masak - masak, akhirnya saya malah mengurungkan niat. Alasan kuat yang melatari pembatalan tersebut tak lain dan tak bukan adalah saya masih ingin bersilaturahim dengan si pembeli motor, karena dia adalah rekan satu kampus, rekan dalam banyak kepanitiaan, rekan satu camp saya dalam banyak kegiatan kemahasiswaan dulu.
Dengan adanya proses balik nama, maka bisa jadi saya akan sulit sekali bertatap muka dengan dia. Atau mungkin silaturahim akan terputus sama sekali. Karena sejauh ini silaturahim kami hanya dalam urusan KTP tersebut. Untuk itu saya memilih lebih baik sedikit repot, daripada harus kehilangan seorang teman.[] 6 januari 2005



KEBUTUHAN

Seekor burung tampak lemas karena didera dahaga, nafasnya terengah - engah. Lalu dia melihat intan di sebuah taman. Sebab teramat dahaga, burung tolol itu seperti melihat air. Karena tetap menyangka intan itu adalah air burung itu mematuk intan, yang tak mungkin membasahi batang lehernya.
Maka berkatalah sang intan: "Hai budak nafsu yang kosong ! Telah kau patuk aku dengan paruhmu. Tapi aku bukan titik air, aku tak mungkin memberikan minum...!" (Asrar I Kudhi - Dr. Mohammad Iqbal)

Coba Anda bayangkan, apa jadinya bila burung kehausan tadi tetap bersikukuh dan bernafsu menelan intan. Kerongkongan yang seharusnya dibasahi oleh air, malahan mungkin terluka oleh hasil gurat intan.

Dalam karyanya, Dr. Iqbal sejatinya berfilsafat tentang peri kehidupan manusia. Digambarkan bahwa kebanyakan manusia mengejar sesuatu yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhannya. Apalagi yang diupayakan sudah tidak jelas lagi antara sisi gelap dan sisi terangnya. Manusia sering bermain di wilayah kelabu, mengambil segala resikonya, demi memuaskan hawa nafsu. Mengupayakan sesuatu yang bisa jadi bukan merupakan apa yang sebenarnya dia butuhkan.

Kadangkala manusia --kita-- diperbudak oleh hawa nafsu untuk berlari kencang mengejar hal tersebut, tersandung - bangkit lagi - terjungkal - berlari lagi mencoba meraih hal itu. Padahal bisa jadi hal tersebut malahan menjerumuskan kita.
Nah, begitulah kira - kira makna dari tulisan Dr. Iqbal. Tulisan tersebut sedikit banyak memacu saya untuk berusaha melakukan introspeksi dalam perjalanan ikhtiar mengupayakan sesuatu. Menengok sejenak, untuk sekedar memastikan apakah memang hal tersebut yang saya butuhkan dan harus saya upayakan. [] 20 Januari 2005



MISKIN NURANI

Di perjalanan tadi saya sempat tersendat - sendat. Mungkin itu hal biasa terjadi sehari - hari. Yang bikin saya terkejut adalah selang 5-6 mobil di depan saya terjadi insiden. Saya sempat lihat ada mobil minibus berhenti di tengah jalan dan ada mobil minibox dibelakangnya, mepet. Mungkin mobil box itu nyeruduk mobil minibus.
Adegan tabrakan atau sundulannya mungkin tidak terlalu asyik, soalnya nggak nampak serpihan kaca berceceran. Mungkin atraksi berikutnya malah rame. Dua orang penumpang minibus itu langsung turun dari kendaraan dan ngeluruk ke mobil box. Buka pintu paksa dari luar dan langsung hajar. Brak ! Brak ! Brak !

Terlambat saya mengetahui, ternyata mereka para penumpang mobil box adalah para tentara yang memakai baju preman, karena salah satunya begitu sibuk memukul - mukulkan gagang pistol ke kepala pengemudi mobil box.
Macet jelas pasti, karena mereka tidak menyelesaikan perkara mereka dengan baik - baik. Terutama para tentara tadi. Mungkin para tentara tadi sudah tidak memiliki cukup kapasitas di otaknya untuk menyelesaikan persoalan tersebut baik - baik, bahkan untuk menepikan mobil-pun sudah tidak terpikir. Mungkin nurani mereka sudah tertinggal entah dimana. Saya-pun lantas meninggalkan begitu saja kejadian tersebut, disamping karena saya sedang memburu waktu, juga karena saya tidak memiliki nurani dan nyali yang cukup untuk membantu mereka memecahkan problem tersebut.

Saya jadi teringat peristiwa beberapa tahun lalu. Tanpa saya mengerti, sepeda motor di tengah jalan di depan saya kontan berhenti begitu saja berhenti tanpa menepi. Pengendaranya turun dan mengacung -acungkan ketupat bangkahulu-nya ke pengendara motor di depannya. Pengendara tersebut berhenti, karena takut. Dimana lantas dihampiri oleh pengacung tinju tadi. Dan berikutnya tinju tersebut mendarat bertubi - tubi di tubuh pengendara motor yang di depan tadi. Dalam pikiran saya, inilahpertunjukan "tukang ojek dihajar oleh tentara". Tentara tersebut terlihat begitu gagah perkasa menghajar si tukang ojek. Sementara saya hampir saja melindas motor tentara yang terparkir seenaknya di tengah jalan.

Sebegitu parahkah nurani seorang tentara ? Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. [] 28 Januari 2005



DAN GEMBEL ITU ....

05.46.
Pagi ini saya berjalan meniti trotoar yang masih sepi. Di sana - sini kelihatan jejak hujan semalam. Di sisi pagar pertokoan tampak ada bangku dan meja, dimana menumpuk nasi bungkus dan sekeranjang lauk-pauk. Memang, meja tersebut adalah bedak nasi uduk. Walau dagangan sudah siap tertata tetapi Sang Penjual belum "stand-by" di bedaknya, entah sedang mempersiapkan apa.

Dekat situ berdiri seorang gembel --kurus, kumuh, compang-camping--. Saya menduga dia lapar, dan hendak nekad mencomot salah satu bungkusan nasi uduk.
Saya sengaja memperlambat langkah menanti episode berikutnya. Sementara sekitar situ masih saja sepi. Hanya ada seorang gembel yang matanya terpaku ke gundukan nasi bungkus.
"Ternyata dia hanya menatap dan menatap. Dia tidak punya nyali untuk mencomot...", pikir saya.

Selang beberapa saat, muncullah Si Penjual nasi uduk. Si Gembel masih terpaku disitu.
Saya masih cukup penasaran untuk menanti reaksi berikutnya. Saya menduga (lagi), bisa jadi Gembel akan di usir oleh Penjual. Atau akan diberi uluran sebungkus nasi uduk.

Mereka berdua berdialog, saya tidak mendengar apa yang mereka percakapkan. Lewat percakapan singkat, akhirnya Gembel itu mulai menggerakkan tangannya, dan lantas mengeluarkan ....receh - recehnya !!!.
Diluar dugaan, ternyata sang Gembel itu hendak membeli sebungkus nasi. Dengan kondisi serba kekurangan dan situasi yang memungkinkan untuk nyolong, ternyata Sang Gembel tidak ingin nekad nyolong, tidak pula ingin meminta. Dia berkehendak untuk membeli sebungkus nasi uduk. Dia membayar.
Saya sedikit banyak terkejut juga, dan sempat berpikir andai dia menjadi pejabat di negeri koruptor ini.[] 17 Februari 2005



MACET

Semalam macet dimana - mana. Perempatan harus dibuat ferboden belok kanan. Semua harus mengikuti alur belok kiri. Entah mengapa, antrian pompa bensin begitu membludak. Mobil berceceran hingga jalanan. Mungkin perlu waktu satu hingga dua jam untuk bisa mengisi bahan bakar. Polisi tampak baru berdatangan, hendak mengatur jalanan yang padat itu.
Kabarnya memang per-esok hari bahan bakar bensin bakalan naik 600 perak per-liter.

Saya ikut terjebak di jalanan kota Bogor. Biasanya dalam setengah jam saya sudah tiba di rumah.
Dalam keadaan merambat, iseng-iseng saya mencoba menghitung keuntungan yang di dapat bila saya ikut mengantri untuk beli bensin. Tangki mobil saya muat sekitar 40 - 50 liter. Berarti dengan ikut mengantri malam ini, saya bisa mendapatkan harga lebih murah total sekitar 30ribu rupiah.
Lebih murah tigapuluh ribu ?
Antri satu jam ?

Ah,
Untuk menunggu polisi merapikan lalu-lintas, saya membelokkan mobil saya ke toko musik terdekat. CD album terbaru Imanissimo ternyata belum tersedia, jadinya saya membeli dua VCD seri tuntunan Rukun Islam terbitan Mizan seharga 50ribu. Saya tersenyum puas karena anak saya mengoleksi seri tersebut.
Dikala orang berusaha antri selama satu jam untuk berhemat tiga puluh ribu, saya malah melenggang 50ribu untuk mengusir kejenuhan.
Balik ke mobil, saya memutar RUSH memulai lagu "Spirit Of The Radio",
".....begin the day with a friendly voice...."
Alhamdulillah.....[] 1 maret 2005



JANJIAN

Banyak kalangan --hampir semua orang-- menganggap begitu pentingnya masalah 'janjian'. Janjian asalnya dari bahasa daerah, yakni kesepakatan untuk memenuhi sebuah keputusan bersama, misalnya janjian ketemu di alun - alun jam enam pagi. Salah posisi, atau meleset dari estimasi waktu yang sudah ditetapkan, bisa mengakibatkan kepercayaan menurun. Apalagi mengingkari dengan sengaja.

Ya. Janjian memang lebih menekankan kepada perihal "kesepakatan untuk bertemu".
'Janjian" menjadi begitu penting, karena melibatkan lebih dari satu pihak, mengandung suatu usaha yang harus diupayakan. Serta yang terpenting mengandung pengharapan dari masing - masing pihak.
Wajarlah bila timbul kekecewaan pada diri seseorang bila ada janjian yang telah disepakati tetapi tidak terlaksana. Tidak jadi berjumpa.

Kekecewaan ini makin dirasa sebagai setengah penghinaan ketika janjian itu terjadi antara dua pihak yang berbeda kedudukan. Seorang atasan jelas akan kecewa bila anak buahnya mengingkari janjian dengannya.
Seorang Guru akan kecewa berat bila anak didiknya mengingkari janjian dengannya. Seorang kakak akan memarahi adiknya bila adiknya terlambat memenuhi janjian dengannya.
Atas alasan ini jugalah, Gusti Allah menghukum dosa besar kepada para ummat Muhammad yang tidak melaksanakan sholat wajib lima waktu. Karena sholat merupakan janjian antara makhluk dengan pencipta-nya. Sang Pencipta sudah menyisihkan waktu untuk menjumpai makhluknya, namun si makhluk ini dengan sengaja dan tanpa uzur mengingkarinya, atau malah asyik dengan hal yang lain.[] 15 maret 2005



BAPAK

Saya memang harus mempertahankan posisi persneling mobil saya tetap di gigi satu, karena saya memang sedang tertarik dengan satu hal dipinggir jalan. Saat itu menjelang waktu isya, sekitar pukul tujuh malam.
Tampak disitu seorang lelaki berumur sekitar 50 tahun sedang menarik sebuah gerobak, gerobak barang bekas dimana dimuati banyak benda - benda --mungkin hasil mengais jalanan seharian. Ada gelas bekas air mineral, kursi plastik yang sudah ambruk, dan lainnya.

Tampak bocah keriting berumur enam tahunan, berlarian mengelilingi gerobak, sesekali ikut membantu dorong, namun sesekali juga malah bergelayutan menambah beban Sang Bapak yang sedang menarik gerobak tersebut. Saya buka jendela mobil saya begitu mobil mengiringi di tepi mereka.

'Pak... mau naik....', kata Bocah ke Bapaknya dengan nada riang.
Sang Bapak-pun menghentikan gerobaknya, memberi kesempatan Si Anak untuk memanjat gerobak dan duduk di atas tumpukan rongsokan. Si Anak ketawa - tawa riang diatas singgasananya, dan Sang Bapak-pun juga tersenyum ditengah gurat kepenatannya. Senyum penuh makna. Senyum karena telah menyenangkan anaknya, juga mungkin tersenyum karena hasil seharian ini akan membuat anggota keluarga yang menunggu di rumahnya bahagia.

Sang Bapak tersebut tersenyum ketika anggota keluarganya tersenyum. Sang Bapak tersebut bahagia bila seluruh keluarganya bahagia. Karena dia sadar, salah satu tugas seorang bapak adalah membahagiakan seluruh anggota keluarganya. Membuat mereka tersenyum. [] 8 april 2005





LEBIH BANYAK

Namanya Mang Gandi, kami sekeluarga memanggil dia begitu. Dia tinggal di kampung tetangga, profesinya tukang bangunan. Sering nongkrong di pos satpam atau berkeliaran di jalanan kampung saya. Cukup lihai mengatasi atap bocor atau tegel pecah, ganti kusen, dan pekerjaan sebangsa itu.
Sebulan lebih Mang Gandi memperbaiki rumah saya yang sudah mulai reyot dilahap rayap. Saya jadi sering bercakap - cakap dengan dia. Suatu hari, --selepas rembug masalah atap bocor,-- saya ngobrol perihal penyakit dengan dia. Penyakit apalagi bila bukan 'batuk', penyakit yang mendera banyak orang di masa pancaroba.

'Sudah seminggu ini saya batuk,... anak sulung saya juga.....', saya membuka pembicaraan.
'Anak saya juga pak..wah.. kalau batuk nggak putus. Ya sama, kejadiannya kira - kira seminggu lalu', timpal Mang Gandi.
'Ah...obat dan dokter sekarang mahal. Tiga hari lalu anak saya berobat ke dokter, saya sendiri minum jeruk-kecap sama air madu', papar saya perihal pengobatannya.

Saya pribadi berusaha menjauhi obat-obatan, karena tidak demen dan juga mahal harganya. Tetapi cukup kasihan kalau anak yang sakit dan tidak cepat diobati. Memang obat batuk dari dokter relatif lebih cepat menyembuhkan ketimbang minum jeruk-kecap. Terbukti anak saya lebih dahulu sembuh daripada saya.

'Anak saya kemarin mulai membaik... mungkin sebentar lagi juga sembuh...', lanjut saya.
'Anak saya juga sudah sembuh Pak.... batuknya dua hari...', jawab Mang Gandi.

Wah, surprise. Konon penyakit influenza dan sebangsa batuk di era modern ini mulai bandel dan sulit disembuhkan. Paling tidak butuh waktu cukup lama untuk sembuh, atau musti dihajar pake obat dosis tinggi, begitu urai dokter anak saya. Saya memilih obat dosis rendah untuk anak saya. Makan waktu lama biarin.
Tapi anak-nya Gandi cuma dua hari diobati langsung cespleng. Hebat bukan ?

'Dibawa ke dokter mana, Mang?', selidik saya
'Wah...dokter mahal, Pak.... anak saya sih cuma saya suruh minum air kencing satu sendok setiap subuh', jawab Gandi santai.
Entah bohong, entah tidak.

'Ini pengobatan cara mana lagi ?', pikir saya. Tibet-kah ? Mesir-kah ?... entah-lah....

Saya pikir, saya sudah cukup bangga punya dua solusi untuk 'urusan batuk' di rumah saya, yakni dokter dan jeruk-kecap. Ternyata masih ada solusi lagi, yang bahkan lebih manjur. Walau saya belum tentu mau menggunakan solusi gila tersebut.
Dari kasus ini, saya mengambil satu hikmah; 'Sebanyak - banyaknya problem, ternyata solusinya jauh lebih banyak. Karena satu problem memiliki lebih dari satu cara untuk menyelesaikannya'. [] 8 april 2005



KARUNIA ITU BERNAMA
'SIFAT TIDAK PERNAH PUAS'

Kata orang gaji berapa-pun tidak akan pernah cukup. Semewah apa-pun fasilitas yang didapat, orang akan mencari sesuatu yang lebih lagi. The world class is not enough.
Pernah ada cerita yang ditulis oleh Leo Tolstoy (tolong dikoreksi) tentang seseorang yang mengikuti semacam perlombaan yang diadakan oleh seorang kepala suku. Perlombaan itu adalah siapapun akan mendapat tanah seluas - luasnya, asalkan dia bisa mengelilingi luasan tanah tersebut hingga tiba dilokasi dia berangkat. Waktu yang diberikan adalah dari pagi hingga berbatas senja. Bila senja tiba namun dia belum kembali ke titik awal berangkat, maka dia tidak mendapatkan apapun. Sebaliknya, bila sebelum senja dia sudah tiba di titik awal, maka sekeliling tanah itu jadi miliknya.

Ada seseorang yang berlari sedemikian cepatnya, hingga menempuh jarah terjauh. Dia-pun tiba di titik awal bertepatan dengan turunnya tirai senja. Dia mendapatkan luas tanah yang tak terkira. Namun, nasib menentukan lain. Orang itu mati karena kepayahan. Dan dia akhirnya dikuburkan di ujung tanah miliknya itu. Tanah seluas beberapa desa itu ternyata hanya dipakai seluas dua meter persegi sebagai kubur dan lahatnya.

Menurut hemat saya, kebutuhan manusia itu ada dua kelompok: Materi dan Rohani. Biasanya, sifat 'tidak puas' ini diforsir untuk mengejar kebutuhan materi. Hal ini tidak lain karena peri hidup modern menuntut demikian. 'Sekular dan Materialistis,' kata orang. Dari keadaan inilah, maka beberapa orang arif akan menganggap bahwa 'sifat tidak puas' manusia adalah sifat negatif. Ya karena hal inilah maka manusia mengejar dan mengejar materi semata. Alhasil sifat ' tidak puas' menjadi pemicu keburukan. Bahkan dianggap sebagai 'sifat setan yang serakah'.

Dari sisi lain, apabila kita melihat bahwa kebutuhan akan rohani juga harus dipenuhi, bisa jadi kita akan berpikiran yang lebih sehat. Sebagai contoh kecil : alangkah hampanya bila kita dalam mengejar - ngejar pahala bakal berhenti karena dibatasi sifat 'puas'. Untuk hal ini, sifat 'tidak pernah puas' akan menjadi pemicu manusia agar meraup sebanyak-banyaknya pahala.
Demikian juga dalam hal belajar, alangkah membosankannya dunia ini bila kita telah cukup puas mempunyai ilmu yang telah ada di otak kita tanpa mencari dan mencari lagi.
Ini barulah contoh kecil.
Jadi jangan salahkan Tuhan apabila manusia dikaruniai 'sifat tidak pernah puas'. Karena sifat tersebut bila disetir dengan benar, maka akan sangat produktif. Tuhan memang serius dalam memberikan karunia-Nya.[] 8 juni 2005



PAK SAHAR

Ada seorang gelandangan. Dia sering lalu di depan rumah saya --biasanya waktu ashar. Saat itu umur saya belumlah sepuluh tahun. Jam segitu biasanya saya dan teman - teman lagi asyik bermain di pekarangan dan sering berhamburan lari masuk begitu melihat dia muncul di ujung jalan. Padahal biasanya dia lewat begitu saja tanpa mengganggu kami. Tapi tetap saja kami ketakutan.
Atau kadangkala dia minta duit dengan mengulurkan tangan di dekat pagar beluntas. Kami takut - takut menyambut dengan uluran receh seadanya.

Suatu hari, kami bersaudara sedang bermain di dalam garasi. Pintunya terbuka sebelah. Tanpa dinyana, Sang Gelandangan itu menyeruak masuk tanpa permisi. Kontan kami ketakutan. Berhamburan masuk menelantarkan mainan begitu saja, adik perempuan saya berteriak histeris. Bapak saya kaget dan menyongsong kami, mungkin dikira ada petaka.
Begitu tau bahwa ada gelandangan masuk, kontan Bapak saya nggak jadi panik. Dia malahan tersenyum, menyuruh gelandangan itu berhenti dekat pintu dapur. "..... Stop disitu. Nanti anak - anak pada takut...". Dan gelandangan itu berhenti berjalan, namun tidak berbicara.

"Kamu siapa ?", tanya Bapak saya.
Gelandangan itu masih membisu.
"Tolong lihat saya...", Bapak saya berkata lantas memberikan sikap penghormatan tentara.
Kami bersaudara bergerombol berlindung di balik punggung Bapak, melihat Gelandangan itu membalas sikat hormat Bapak.
"Kamu siapa ?", ulang Bapak saya.
"Saya Sahar...", dia mulai menjawab.
"Ada perlu apa ?"
"Mau makan..."

Bapak saya menyuruh satu diantara kami untuk mengambilkan sepiring nasi. Setelah itu dia mulai makan. Ditengah makan, Bapak saya mengajaknya bicara. Kami-pun mulai merubungnya --rasa takut kami mulai hilang, walaupun Pak Sahar tetap hemat dalam berkata - kata. Hemat dan tidak jelas.
Akhirnya Pak Sahar pamitan setelah menghabiskan sepiring nasi.
Setelah kejadian itu, kami sudah tidak takut lagi terhadap Pak Sahar.
Beberapa hari sekali, di saat sore, di antara kami ada yang berteriak,"...Tolong ambilin makan. Pak Sahar datengg.....". Dan Pak Sahar makan di dekat kami bermain - main. [] 15 Juni 2005




[ c o d a ]

100 TULISAN

Kira - kira setahun lalu saya mulai mencoba menulis artikel - artikel dalam kolom 'kenisah'. Walau nama 'kenisah' sendiri muncul sebulan setelah itu, yakni setelah saya membaca sebuah buku tentang Ayatullah Khomeini. Merunut sejarah seperti ini memang gampang - gampang susah, walau baru setahun. Tapi yang jelas 'kenisah' berulang tahun untuk pertama kalinya. Dan saya rencanakan untuk dibundel.

Sejatinya tulisan saya yang paling awal bukanlah "Hampir Saya Yakin Mereka Adalah Malaikat" yang saya posting tanggal 23 Juli 2004. Melainkan "Mensyukuri Pagi, Mensyukuri Klasik Rock" yang saya posting 7 Juli 2004 dan sempat dikometari oleh Bung GolaGong, penulis buku remaja-religius. Tapi dalam proses membundel tulisan ini tidak saya sertakan.

Perihal komentar - komentar, tulisan saya memang beberapa tulisan mengundang komentar. Mulai dari rekan kantor, rekan milis, rekan alumni, atau dari jajaran penulis atau aktivis tulis-menulis. Ada beberapa orang rekan kantor saya yang rajin mengomentari 'kenisah', salah satunya bernama Rio Nisafa. Ternyata dia orang yang berlatar belakang dunia tulis - menulis pula.
Selain dari rekan kantor, ada komentar Mas Imam dan Mas Purwanto dari grup Tempo. Juga ada penulis lepas yang kini berdomisili di Paris, Oom Aji Surya, yang rajin memberikan kritik membangun. Dan tentunya Bung Anwar Holid --kontributor Republika, eksponen Textour-- juga sempat berkomentar. Milis yang rajin berkomentar adalah dari milis alumni almamater, sesama lulusan Fakultas Teknik Jurusan Mesin Universitas Brawijaya Malang.

Seorang dosen di Bali, --karib saya-- berkomentar bahwa lini tulisan saya, berapapun, hampir sama saja muatannya. Selain 'kenisah', beliau juga saya kirimi tulisan saya bertajuk [bukutergores]. ".....saya kurang bisa membedakan tulisan-tulisan Haris dalam "kenisah" dan "buku tergores", kecuali bahwa yang grup kedua ini pendek-pendek lebih tajam dan menghujam", gitu katanya.
Tulisan yang paling banyak menuai komentar adalah "Lebih Banyak" dan "Tidak Percaya".

Sepenuhnya saya sangat berterima kasih atas segala komentarnya. Baik komentar positif maupun negatif, semuanya baik. Bukan hanya komentar, malah beberapa rekan balik kirim email menanyakan perihal isi tulisan-tulisan tersebut. Ada kecenderungan unik. Bila ada balasan (reply) terhadap tulisan saya, maka andai dia pria maka kebanyakan akan menyatakan komentar. Tetapi bila dari pengirim wanita, maka kebanyakan mempertanyakan tentang isinya. Bila pria cenderung 'menyatakan', namun wanita cenderung 'bertanya'. Mungkin sudah tabiat.

Dalam hitungan saya, selama periode penulisan tersebut saya telah menghasilkan setidaknya seratus tulisan 'kenisah'. Mungkin bagi orang seperti saya, seratus tulisan dalam setahun sudah merupakan hasil yang menggembirakan hati, hati saya sendiri tentunya. Ya, karena inilah hasil jerih menulis selama setahun. Sudah saatnya --dan belumlah terlambat-- untuk mengevaluasi diri.[] 23 Juli 2005

salam,haris fauzi

No comments: