KAOS KAKI & KORUPSI
Saya dahulu sekolah di SMP Negeri 3 Malang. Termasuk SMP Negeri paling favorit di kota Malang. Kabarnya para orangtua akan bangga dan suka-ria bila anaknya berhasil lulus tes masuk dan melanjutkan sekolah disitu. Bangga karena sekolahan tersebut punya prestasi akademik yang bagus, sehingga anak - anaknya bisa jadi bahan pameran para orang tua. Suka karena memang sekolah tersebut punya beberapa hal yang tidak dimiliki sekolah lain. Salah satu yang utama yang dimiliki sekolah kami adalah ketatnya peraturan sekolah. Kita tengok saja perihal sepatu. Sepatu yang dikenakan haruslah berwarna hitam. Hitam legam tanpa sejumput warna lain. Ireng thuntheng. Bila kita mempunyai sepatu dengan segaris warna putih, maka kita harus mengecatnya, atau menutup warna putih tersebut.
Pernah suatu masa sedang musimnya sepatu warrior. Kalao nggak salah sekitar tahun 1984 - 1986-an. Kala itu musik yang sedang populer adalah albumnya Genesis 'Invisible Touch', Europe 'The Final Countdown', dan Bonjovi 'Slippery When Wet'. Atau yang cukup progresif ada album trio 'Emerson, Lake, & Powell (bukan Palmer)'.
Hampir semua murid pria memakai sepatu warrior. Sepatu warrior adalah sepatu berbahan kanvas yang menutup sampai di atas mata kaki, dengan lingkaran putih pas di mata kaki bergambar kuda warrior. Ada tulisan latin 'W A R R I O R' sebagai merek disitu. Sepatu ini juga memiliki tepi sol warna putih dan ujung sepatu berwarna putih pula. Nah, demi tegaknya peraturan sekolah, maka tak luput sepatu kayak gini juga musti di cat hitam kelam. Ada yang ditimpa tinta spidol hitam.
Entah karena lekang musim, sepatu - sepatu itu setelah sekian bulan muncul warna asli putihnya, cat hitam-nya pada mengelupas. Spidolnya pada luntur. Hampir semua pemakai sepatu ini mengalami hal ini. Dan.... mereka pada teledor tidak melakukan pengecatan ulang.
Maka tibalah masa inspeksi mendadak itu ! Pagi itu laksana teror dari polisi militer, dewan guru merazia kaki - kaki kami. Semua murid mendadak dikeluarkan dari kelas dan di bariskan. Murid yang tidak memenuhi aturan 'persepatuan' dipisahkan dan dibariskan tersendiri. Semua sepatu yang tidak hitam polos harus di lepas dan dimasukkan ke peti raksasa di tengah lapangan voli. Peti itu setinggi dua meteran, jadi harus dengan cara melemparkannya agar sepatu - sepatu itu bisa masuk ke dalam peti. Muridnya ya sekolah dengan telanjang kaki. Karena banyak, mereka sempat bersenda gurau cekikikan di sana - sini.
Ternyata pemakai sepatu itu bisa dua puluh orang dalam satu kelas. Ada lima belas kelas yang belajar pagi itu. Berarti ada sekitar lima ratus potong sepatu -- kanan kiri-- yang ditumpuk terhumbalang campur-baur dalam peti. Baunya bukan main.
Sepulang sekolah, mereka para pelanggar peraturan sepatu itu dijemur dan diwejangi. Bertelanjang kaki. Setelah itu mereka disuruh memilih sendiri sepatu yang berjubel dalam peti itu. Mbok ! Lima ratus sepatu yang hampir - hampir mirip itu disuruh mencari punya masing - masing. Siang - siang. Panas terik, memanjat peti guna berebutan sepatu butut. Rasain ! Pasti saling tertukar tak terhindarkan lagi.....
Selain sepatu juga ada peraturan kaos kaki. Kaos kaki harus putih polos tanpa warna lain. Kalau putri harus separuh kaki - dengkul, bila pria seperempat kaki tapi harus menutup mata kaki. Jadi nggak ada kaos kaki yang cuma sebatas mata kaki doang. Yang melanggar ya dihukum jua.
Ada yang lucu pada razia kaos kaki ini. Ada seorang murid yang dihukum karena hanya memakai kaos kaki di kaki kiri. Kaki kanan tanpa kaos kaki. Selen, tetapi kaos kaki kirinya betul, putih polos. Ketika diklarifikasi mengapa dia tidak memakai kaos kaki, dia menjawab bahwa dia sudah mengenakan kaos kaki warna putih sesuai ketentuan. Kita semua yang nonton sambil lewat kegelian juga menyaksikan ini. Sang murid bukannya nekad, dia secara lugu sebenarnya berusaha memenuhi aturan yang ada, tetapi sayangnya, rupanya kaos kaki sebelahnya ketlisut.
Jadi, bila kaki kirinya sudah benar, maka kaki kanannyalah yang tidak memenuhi aturan. Karena tidak memakai kaos kaki juga nggak boleh. Kiri oke, kanan tidak ! Maka kaki kanannyalah yang dihukum. Menggelikan juga.
Ya begitu juga dengan kemarin lalu, yang katanya adalah hari anti korupsi. Kampanye satu hari tanpa korupsi. Rupanya ini perayaan tahunan anti korupsi. Tetapi jangan lupa, ini nih di Indonesia. Kaos kaki kiri bisa oke, tetapi yang kanan bermasalah. Demikian juga dengan hari anti korupsi. Satu hari berlalu benar, tanpa melakukan korupsi. Padahal dalam setahun masih ada tiga ratus enam puluh empat hari lagi. Gimana ? [] haris fauzi - 8 Desember 2006
salam,
haris fauzi
haris fauzi
Everyone is raving about the all-new Yahoo! Mail beta.
No comments:
Post a Comment