Thursday, April 19, 2007

kenisah : suara diri sendiri

 
SUARA DIRI SENDIRI
 
"... Betapa manusia kerap mudah bertindak dengan bekal keyakinan pandangan picik. Dia kesulitan mendapat perspektif lain, yang sangat mungkin melengkapi retakan anggapan, lebih utuh, dari sudut yang tak terlihat oleh pandangannya, terhalang oleh beberapa hal ..."
('Satu Pertanyaan Dua Cerita- seri halaman ganjil', Anwar Holid, 2 Juni 2005)
 

Suatu hari dulu kala, jaman saya SMP kadangkala saya mendengarkan siaran radio AM. Salah satu acaranya adalah kuis berhadiah. Jalannya kuis tadi seperti inilah kira - kira: Penyiar itu menyembunyikan nama suatu benda, dan hanya memberikan sedikit informasi 'trigger' --hints-- untuk soal benda tersebut. Para penebak yang menghubungi lewat telepon, diberi jatah tiga pertanyaan untuk melakukan verifikasi sebelum menjawab benda apakah gerangan. Jawaban akhir yang benar akan dapat hadiah.
 
"Benda yang harus anda tebak kali ini adalah sebuah perangkat informasi...", gitu sang penyiar memberi 'trigger' percakapan.
Dan ketika seorang calon penebak menelepon terjadilah pembicaraan seperti ini :
Penebak : "Apakah terbuat dari kayu ?"
Penyiar : " Ya"
Penebak : " Apakah berada di luar rumah ?"
Penyiar : " Ya"
Penebak : "Apakah berbentuk tabung silindris?"
Penyiar : "Tidak"
Penebak : "Jawabnya adalah kenthongan"
Penyiar : "Jawaban anda salah..."
 
Lucu. Pada pertanyaan pertama dan kedua, penebak berhasil menempatkan opininya nyaris sebagai pemenang, yakni dengan jawaban 'kenthongan'. Namun, situasi berbalik ketika pertanyaan ketiga ternyata salah. Nah, yang memperparah keadaan adalah ketika penebak tidak bergeming karena kesalahan jawaban ketiga, dia tidak ter-'koreksi' dan  masih 'memaksakan' untuk mengikuti kesuksesan opini atas jawaban pertama dan kedua. Terbutakan.
 
Pada pertanyaan ketiga, penebak ternyata salah, karena bahwa yang sebenarnya benda itu tidaklah silindris. Tetapi karena sang penebak itu ternyata terlanjur 'terbutakan' dan  kepengen menebak sesuai opininya -- tanpa berpikir , bahkan enggan untuk sedikit mendengarkan klarifikasi  penyiar,--  .... maka apapun yang terjadi tetaplah dia pengen menebak dengan "kenthongan".
Karena apapun klarifikasi penyiar, entah benar entah salah,-- sang penebak yang sudah terbuai dengan kesuksesan di pertanyaan pertama dan kedua,  tetaplah menebak sebagai 'kenthongan'.
Diakhir cerita, jawaban yang benar adalah 'baliho'.
 
Penebak tadi merasa opini yang hendak dia sampaikan kepada lawan bicaranya telah terjustifikasi sebagai hal benar yang paling benar. Pokoknya jawaban saya pasti benar. Sehingga dia tidak sempat untuk menelaah perspektif lain yang muncul pada pertanyaan ketiga, yang mungkin membelokkan opini penebak yang sudah terjebak ke jawaban 'kenthongan'. Walhasil, perasaan 'merasa benar' ini malah berbuntut kesalahan fatal.
 
Cobalah diandaikan bila penebak tadi sedikit berpikir atas apa yang terjadi pada pembicaraan ketiga: bahwa benda yang dimaksud tidaklah silindris. Menyadari fakta ini harusnya  dia tidak main tembak dengan menjawab sebagai 'kenthongan'. Karena kenthongan itu silindris, dan silindris adalah kesalahan.
Mungkin dia bisa mencari jawaban lain dan tidak memaksakan diri untuk menjawab dengan 'kenthongan'. Tapi itu bila kita berandai - andai. Repotnya ternyata penebak tadi terlalu 'mendengar' dan membenarkan opini atau suara diri - sendiri. Dia mengabaikan unsur 'fakta' yang disampaikan penyiar.
 
Fenomena yang mencuat disini ini adalah fenomena komunikasi. Kita kadangkala melihat kejadian antara dua orang yang sedang bercakap,  adu mulut,  pembicaraan telepon, diskusi, atau apapun namanya, -- dimana salah seseorang terus nyerocos bicara tanpa memperhatikan lontaran yang disampaikan lawan bicaranya. Maju terus, nyerocos terus. Kalau istilah teman saya menyebutnya dengan manusia "ber-mulut banyak tapi tak ber-kuping". Seakan dia hendak melakukan intimidasi dengan menembakkan seluruh kemampuannya memburaikan kata - kata, dengan maksud mendapatkan pembenaran atas opini yang hendak di paksakan untuk benar. Padahal belum tentu benar. Dan dia seakan menutup telinga terhadap apa yang disampaikan lawan bicaranya. Sama saja dengan penebak kuis tadi, dia itu terbutakan ... mungkin tepatnya ter-'tuli'-kan.
 
Dalam pembicaraan seperti ini, apabila dihadapkan pada satu orang yang lebih sabar, maka si 'sabar' akan menunggu sampai bombardir kalimat berlalu. Lantas dia baru berargumen, .... atau bisa jadi malahan meng'iya-kan saja opini 'fasisme' yang barusan dia terima dengan tengik tadi,--  untuk sekedar agar pembicaraan yang tak berguna itu segera terlewat....
 
Atau kemungkinan kedua yang bakal terjadi adalah lawan bicaranya akan melakukan interupsi dengan nada cukup tinggi, seperti:"... Tolong dengarkan saya dulu, jangan ngomong terus - menerus !".  Ini semacam 'moderasi'. Dan ini pulalah salah satu guna adanya jabatan moderator dalam suatu diskusi. Agar tidak terjadi bombardir kalimat yang simpang siur.
Dan yang parah adalah bila lawan bicaranya nggak punya cukup kesabaran sehingga yang terjadi sebenarnya adalah saling berondong kalimat tanpa makna sama sekali.
 
Itulah komunikasi lewat verbal. Hal seperti ini tidak akan terlalu mudah bila terjadi komunikasi melalui tulisan, seperti surat atau 'perang tinta' para jurnalis-politikus. Walau apapun medianya, setiap komunikasi idealnya adalah interaksi dua arah. Tetapi, memang sudah tabiat bahwa manusia memang kepleset kadangkala hanya merasa opininya sajalah yang hendak diperdengarkan kepada orang lain. Suara diri - sendiri. Padahal, untuk melengkapi, membenahi, dan mengkoreksi opini pribadi seyogyanya manusia membutuhkan adanya sumbang saran, membutuhkan masukan dari pihak lain, membutuhkan perspektif dan sudut pandang lain. James Hetfield --vokalis Metallica-- pernah berdendang dengan geraman 'darkvoice-nya' dalam salah satu bait lagu:".... open mind for a different view, ...and nothing else matter...".[] haris fauzi - 19 April 2007
-------------
Untuk keajaiban 17 Juli.
17 Juli adalah Ulang tahun Ayah dan Anak Sulung saya. Dan pada 17 Juli 2005 nama saya termuat dalam salah satu artikel  koran Republika bersanding dengan nama Richard North Petterson, penulis Writer's Digest. Apa nggak hebat tuuh...haa.. haa... haaa......


salam,
haris fauzi


Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
Check out new cars at Yahoo! Autos.

1 comment:

Anonymous said...

[url=http://cialisonlinehere.com/#miemi]cheap cialis[/url] - buy cialis online , http://cialisonlinehere.com/#mnjyx buy generic cialis