SI PEMAAF DAN SI PENJAGA Entah tradisi apaan, yang jelas Bapak - Ibu saya memiliki empat anak, dimana keempat - empatnya memiliki tiga kata dinamanya masing - masing. Dan dari ketiga kata dalam nama saya, kata pertama dan kata ketiga memiliki kesamaan arti dengan nama kakak saya. Yang berbeda adalah nama tengah. Nama tengah saya berarti Si Penjaga, nama tengah kakak saya berarti Si Pemaaf. Kesamaan nama, bukan berarti trus kami mirip. Rupanya selisih jarak kelahiran dua tahun bisa mengubah segalanya. Kami berbeda total. Dari sisi perangkat keras, warna kulit, bentuk wajah, potongan rambut --walau rambutnya sama lurus-- , hingga cara berjalan, kami tidak memiliki kesamaan. Prosesornya-pun berbeda, kakak saya jagoan akademis hingga lulus sarjana, sementara saya jadi juara kelas hanya sempat di bangku SD, selebihnya melempem seperti petasan kena siram air, bahkan raport saya pernah ada angka lima, dan surat kelulusan memuat kursi terbalik alias angka empat. Dalam hal ini kesamaannya mungkin cuma sama - sama kurus. Dari sisi perangkat lunak, sungguh mencolok. Saya lebih sering meledak, sementara dia kalem aja. Urusan kantor juga bisa diredamnya dengan baik. Sementara saya kala bercerita hal yang sama, bisa sambil berdiri, kalo perlu pake peragaan tendangan segala. Seorang teman pernah menertawakan perbedaan kami yang begitu mencolok ini. Andai kami berjalan berdua, hampir semua orang mengira kami bukanlah saudara. Yang satu gondrong, baju dikeluarkan, gerakannya responsif. Satunya lagi penampilan rapi standar, pelan gerak dan volume suaranya. Beda total antara Si Pemaaf dan Si Penjaga. Tapi jangan salah, diantara setumpuk gepokan perbedaan, kami berdua memiliki kesamaan. Sama - sama hidup sengsara maksudnya...haa..haa..haa..... Atau, paling tidak masing - masing rumah kami memiliki kesamaan tetangga. Tetangga kanan memiliki rumah yang sangat mewah di banding rumah saya, sementara tetangga kiri tidak dihuni hingga rumputnya merimba. Rumah kakak saya-pun begitu. Bukan hanya itu. Suara kami sama, kata orang sih kalau di pesawat telepon boleh dikata hampir persis. Kasus pertama yang membuat saya tertawa tergelak - gelak adalah ketika kakak saya menelepon ke kantor saya dan diterima oleh sekretaris ruangan. Sektretaris ini namanya mbak Tiwi. Dia mengenal suara dari orang se-ruangan tentunya dan banyak lagi lainnya, dan juga suara saya. Dan ketika kakak saya menelepon bilang bahwa dia mencari dan hendak bicara dengan seseorang bernama 'Haris', kontan mBak Tiwi membalas,"...ah, jangan bercanda..Haris kok nyari Haris, sih ?". Kontan kakak saya bingung. Dan ketika mBak Tiwi melihat saya sedang berjalan di koridor dia lebih bingung lagi,"...lha itu Haris, ....lha yang nelpon ini siapa ?", gitu pikirnya. Ada beberapa contoh lagi, seperti ketika saya menelepon rumah kakak dan diangkat oleh penjaga rumahnya saya dikira tuannya. Dia bingung, ngapain tuannya telpon, kan sedang ada di rumah ? Dan yang paling ga bisa dipercaya adalah setiap ketika saya menelepon Ibu di Malang. "Halo...Assalamualaikum...", gitu Ibu biasa memulai pembicaraan ketika menerima telepon. "Wa'alaikum salam, ....Ibu sehat ?", saya balas begitu. "...ini...Haris ya ?.. atau Ghufron...?", Ibu tebak - tebak buah manggis. [] haris fauzi - 4 Juli 2008 |
Friday, July 04, 2008
kenisah : si pemaaf dan si penjaga
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment