TERNYATA IBU TAU Mbosenin emang sih kalo saya cerita soal sekolahan melulu. Tapi mau bagaimana lagi ? kali ini saya masih pengen cerita soal sekolah saya dulu. Sekali lagi yah. Soalnya ada hal yang membuat saya ngak bisa melupakan untuk cerita di bawah ini. Bukan karena kelakuan saya, tetapi respon dari Ibunda yang ternyata di luar dugaan saya. Alkisah saat itu saya duduk di kelas satu SMA. Target jangka pendek adalah dapat pacar...eh, ga...tapi naik kelas. Naik ke kelas dua. Semudah itu ? Tidak, bro ! Because amergo karena sebab SMA-nya cukup favorit, maka jelas-lah, saya keteteran buat bersaing dengan para teman - teman yang para jawara dari asal sekolah masing - masing. Dan lagi, ada hal yang tidak boleh dikau abaikan, kenaikan dari kelas satu menuju ke kelas dua berarti penentuan penjurusan. Maksudnya, jaman saya dulu, kelas dua SMA adalah kelas penjurusan, ada tiga jurusan metromini.....ala....bukan, maksudnya jurusan Fisika (dengan kode A1), Jurusan Biologi (kode A2), dan Jurusan Sosial (A3). Di sekolah kami ada tiga jurusan itu. Dan bukan berlagak keren - kerenan semata, saya kepincut dengan jurusan Fisika. Tok Cer, mbok ! Saya lihat kakak saya yang satu tahun di atas saya, wuih....mantab pula pelajarannya....rumus yang bertumpuk - tumpuk...asli keren, dan buku dengan rumus seperti itu pasti bisa buat gagah - gagahan. Hahahahaha.... Dasarnya saya memang males, tapi saya pengen masuk jurusan fisika. Pengen jadi insinyur. Ikut - ikutan kakak saya. Lha kakak saya memang jagoan rumus - rumusan kaya gitu. Saya ini agak kedodoran. Rumus bertingkat dua kayak persamaan Bernoulli aja udah membuat saya megap - megap. Di kasih kalkulator nggak tau mana pula yang musti dikerjain duluan. Jawaban akhir ya musti nyontek. Beres. Oke. Target sudah dikibarkan, kudu tembus jurusan Fisika. Fisika or Burst ! Walah. Masalah kedua muncul, ternyata di kelas satu, saya kurang bisa mengerti pelajaran Fisika. Yang ngajar namanya Pak Ridwan. Nilai ulangan saya jeblok melulu. Padahal mata pelajaran inilah yang memegang kunci kalao saya pengen masuk jurusan Fisika. Nilai Fisika kudu apik. Setengah mati saya belajar dan nyontek untuk urusan yang satu ini. Dasar bego kali yah. Yang bikin kecut adalah kenyataan bahwa penempatan jurusan di kelas dua itu bukan pilihan murid, tetapi hasil analisa dewan guru. Kalo kita memang dianggap cocok ke jurusan Fisika, ya pasti kita suka nggak suka akan ditempatkan di jurusan itu. Demikian juga untuk jurusan - jurusan yang lain. Gawatnya adalah mata pelajaran Ekonomi dan Koperasi. Kenapa gawat ? karena saya merasa cocok dengan Pak Basuki, guru mata pelajaran tersebut, maka nilai saya cukup bagus. Ulangan harian rata - rata untuk mata pelajaran Ekonomi & Koperasi saya adalah delapan. Jadi gawat karena saya bisa jadi bakal di tempatkan di jurusan Sosial, karena mata pelajaran Ekonomi adalah mata pelajaran utama jurusan Sosial. Saya gak mau. Bagaimana dengan mata pelajaran Biologi ? Saya bego total. Udah, klop pokoknya ga pengen masuk jurusan biologi, nilainya-pun sering dapet angka kursi terbalik. Jadi ga ada problem disini, selain amarah Ibu yang selalu muncul ketika nilai saya jeblok. Ibu nggak peduli untuk mata pelajaran apapun, pasti saya dimarahi bila nilai saya berantakan. Suka atau tidak. Untuk mata pelajaran penunjang, jurusan Fisika musti keren di nilai matematika. lagi - lagi saya kelabakan. Sementara untuk jurusan Sosial, saya malah dapet nilai cukup keren untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kimia ? Sama dengan biologi. Bego abis. Oke...oke...Cita - cita musti tercapai masuk jurusan Fisika di tahun depan. Bagaimana skenario selanjutnya ? Saya punya rencana nekad. Apabila nilai Fisika saya tak kunjung membaik, maka saya harus berjuang supaya nilai Ekonomi saya ambruk. Sebisa mungkin di bawah nilai Fisika. Apapun halal haram udah masuk skenario. Tapi ini gak gampang. kalau semua nilai jelek, saya bisa - bisa malah ga naik kelas. Ide edan ini nggak saya sampaikan ke Ibu. Dia bisa marah besar bila mengetahui hal ini. Tahun ajaran kelas satu berjalan cepat, namun berat. Ujug-ujug tibalah saatnya raportan. Dan saya naik kelas....dengan jurusan FISIKA. Vonis yang menyenangkan. Amboiii.......cita - citaku berhasil. Saya seneng setengah mati. Saya bisa melangkah masuk pintu gerbang sekolah dengan gagah : "Rek...saya ini pengikut ajaran Sir Isaac Newton...Tau siapa dia ? Newton adalah orang terhebat nomer dua di dunia setelah Nabi Muhammad.....". Saya merujuk dari buku " 100 Tokoh yang Paling berpengaruh dalam Sejarah", karya Michael H.Hart. Punya kakak saya. Top, bukan ? Namun, Ibu yang selalu mengamati nilai raport, ternyata sungguh teliti. Dia melihat bahwa ranking saya yang udah jelek makin buruk saja. Jauh lebih buruk dari ranking raport sisipan (tengah semester), dan semester ganjil (semester satu). Kalao nggak salah ingat, saya rangking 10 besar dari bawah kali ini. Dari sekitar 50 siswa. Di usut oleh Ibu, ternyata nilai yang selama ini mengantungi angka 8, yakni Bahasa Indonesia dan Ekonomi & Koperasi, kali ini terpuruk. Sementara nilai Fisika yang langganan 6, tetep 6. Gak lama setelah saya masuk kelas dua, tentunya jurusan Fisika...sekali lagi, FISIKA Pak De !!!!, -- saya musti mengembalikan raport ke sekolahan. Sebelum saya bawa ke sekolah, Ibu memeriksanya sekali lagi, dan bilang," Saya tau kamu pengen bener masuk jurusan Fisika...dan udah kesampaian....tapi...kayaknya nilai Ekonomi kamu bikin jeblok supaya kamu bisa masuk Fisika ya ?". Nyelidik. Waduh. Ternyata Ibu tau. Siapa yang mbocorin aksi saya yah ? []31 Juli 2008 salam, haris fauzi |
Thursday, July 31, 2008
kenisah : ternyata ibu tau
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment