Semisal kejadiannya seperti ini. Ada balai desa, yang lantainya terbuat dari keramik. Sebagian dari lantai keramik itu, sekitar dua puluh persennya, sudah pecah - pecah sehingga mengelupas di sana - sini. Pokoknya, berhubung sudah lima tahunan tidak diurus, balai desa itu jadi rungsep. Kondisi terparah adalah lantai.
Mendadak ada pak Aulia yang berinisiatif membersihkan balai desa tersebut. Setiap minggu pak Aulia menyempatan sambang ke balai desa. Minggu lalu dia menyiangi rumput, minggu sebelumnya memasang bohlam. Ulah pak Aulia ini akhirnya menarik perhatian aparat desa yang selama ini malah menelantarkan balai.
Minggu ini pak Aulia pagi-pagi membawa sak semen dan ember. Katanya bakal nyemen lantai yang mengelupas, tapi tidak dengan keramiknya. Dengar-dengar, pak Aulia sedang bersemangat mengerjakan semenan itu, karena dia mau pengajian sore-nya. Woro-woro pengajian kecil-kecilan sudah berhembus, atanya ba'da maghrib.
Siang hari bu bendahara desa mengunjungi balai desa, berikut beberapa stafnya yang lembur mendampingi bu bendahara. Pak Aulia tengah berkeringat memoleskan semen ke lantai.
Bu bendahara bilang," gak ditutup keramik, pak ?".
Pak Aulia menjawab," belum ada duitnya saya, bu. Saya semen saja. Saya rasa itu cukup".
"Wah, jelek doooong".
"Ya gimana lagi, bu ?".
"Besok-besok deh saya bawain keramik. Minggu depan saya ambil dana kas.".
"Harus sekarang, bu. Biar cepet kering. Kan ntar sore dipake pengajian".
"Minggu depan saja. Sekarang dibiarin saja, pak. Jangan disemen dulu, biar besok-besok gampang kalo masang keramik".
"Lha pengajian ntar gimana, bu ? Masa lantainya ancur".
"Ah.... Gimana ya ? Gapapa lah...." [] Haris Fauzi, 16 mei 2015
http://kenisah.blogspot.com
No comments:
Post a Comment