Tuesday, November 20, 2007

kenisah : kisah kuno

KISAH  KUNO
 
Saya anjurkan anda membaca buku komik bertajuk Serial Peradaban karya Larry Gonick. Bila anda masih terlalu kecil, tunggulah setelah dewasa --17 tahun lah kira - kira -- . Komik itu kayaknya diperuntukkan untuk orang yang sudah mapan pola pikirnya, karena banyak guyonan yang perlu pemikiran jernih. Bukannya saya menganggap anak - anak gak jernih pikirannya,  tapi saya khawatir bila sajian komik tersebut malah mengacak - acak pikiran bocah yang sedang ditata. Malah terjadi kekacauan. Soalnya komiknya celelek-an, termasuk celelek-an soal agama, para nabi, dan kitab suci. Nabi buat guyonan. Gebleg pokoknya. Dan, kayaknya Gonick memang hobi mempermainkan cerita nabi -nabi yang dulu pernah hidup. Mempermainkan dengan semau - maunya. Dituntut pikiran yang lebih tenang untuk membaca komik ini. Namun, bila memang pengen, batasan usia tidaklah bermasalah.  Soal resiko ditanggung masing - masing pembaca.
 
Kenapa saya anjurkan membaca komik gebleg tersebut ? Yang jelas urutan tahun kejadiannya lumayan enak untuk diikuti, jadi skenario melompat jarang ditemui. Kisah berbingkai gak terlalu banyak, cuma musti diimbangi dengan catatan kaki yang cukup berlimpah. Nah, jangan dilewati, lahap juga catatan kaki tersebut.
 
Namun, disini sebetulnya saya cuma pengen nulis tentang satu hal ihwal komik tersebut. Dalam buku pertama (ada tiga buku dalam satu seri) di bab kisah - kisah kuno Mesir, Gonick menyajikan hal yang bagi saya penting ini : Bahwa jaman Mesir kuno, para penduduknya menyembah berhala yang diletakkan dalam kuil. Semakin banyak kuil --tentunya banyak berhala atau patung juga. Demikian juga semakin banyak patung, menuntut sebaliknya. Maklum, orang Mesir  jaman itu memang kemaruk bikin patung. Patung itulah perlambang dewa pujaan mereka. Tuhan bikinan. Patung - patung itu diletakkan di dalam kuil. Disetiap kuil ada petugas pengelola kuil, layaknya marbot atau takmir mesjid gitu lah.....
 
Dalam komiknya, Gonick menyampaikan bahwa kuil - kuil tersebut saling berlomba - lomba untuk memper-indah patungnya, memeprhebat bangunannya, dengan harapan makin banyak pengunjungnya. Semakin banyak pengunjung yang memuja tuhan berhala, berarti semakin banyak koin yang bisa diambil oleh marbot, baik demi kelestarian kuil, atau perutnya sendiri. Jadi, praktek pungutan dalam tempat ibadah sudah berlaku kala itu. Dan tidak sekedar untuk kemaslahatan tempat ibadah mereka saja. Bisa jadi untuk perut dan kekayaan pribadi masing - masing pengelola kuil. Ya. Terjadi komersialisasi tuhan disini.
 
Alkisah, --masih dalam komik gebleg tersebut-- suatu ketika ada Raja yang muak dengan komersialisasi sesembahan ini. "Masa tuhan berhala kita dikomersialisasikan, sih ?", gitu gerutunya. Menurut Gonick, sang Raja ini lantas menghancurkan seluruh kuil dan tuhan - tuhan berhala yang ada. Sampai tibalah saatnya seluruh patung itu musnah. Dan, masyarakat Mesir menginginkan sesembahan. Mereka masih butuh sesuatu untuk disembah. Dan, dengan bijaksana sang Raja menganjurkan untuk menyembah matahari. Sesembahan yang tidak bisa dikomersialisasikan. Deal.
 
Begitulah salah satu episode Mesir kuno menurut Larry Gonick. Gonnick menyajikan dalam satu halaman, dan menurut saya sangat berarti. Benar salahnya, mari kita telusuri bersama - sama. Tidak kali ini, saat yang lain juga boleh.
 
Kembali ke ihwal komersialisasi dunia spiritual tadi. Mungkin kita sering mendengar adanya istilah 'penjualan ayat - ayat suci',.....kebanyakan terjadi di masa kampanye bila ada sebuah partai yang menyitir ayat suci berlebihan demi kemenangan partai mereka. 'Menjual ayat suci'. Kasusnya mirip dengan komersialisasi tuhan berhala orang Mesir tadi. Keduanya komersialisasi dunia spiritual. Kayaknya lebih aman saya meng-istilah-kan dengan seperti ini. Yang satu menarik untung dari tuhan, yang lainnya pemperdagangkan ayat Tuhan. Tuhan dengan huruf besar dan kecil disini tidaklah saya jadikan problem. Intinya ada jembatan komersialisasi antara dunia spiritual dengan dunia material.
 
Kita sering menjumpai para penagih sumbangan mesjid yang selalu ada di ruas jalan, yang selalu berjalan menyusuri perumahan, yang kadang melayangkan surat proposalnya. Mereka membuat kita bertanya - tanya dalam keraguan. Antara komersialisasi mesjid ...dan kerelaan bersedekah. Saya sungguh absurd dalam memutuskan hal ini. Ketika anak saya menanyakan hal ini, saya bersekukuh diam seribu bahasa. Ada  sebersit kecurigaan. Hampir sama ketika mendengar kampanye partai politik yang lantang meneriakkan yel - yel diimbuhi ayat suci. Ya. Curiga.
 
Kakak saya juga pernah cerita bahwa di suatu negara ada juga yang orang - orangnya saling 'adu-gengsi' dalam mengunjungi tempat ibadah. Maksudnya gini, mengunjungi satu tempat ibadah tertentu memiliki makna lebih bergengsi daripada tempat ibadah yang lain. Analoginya gini : "jum'atan di mesjid Istiqlal lebih bergengsi daripada jum'atan di mesjid Baiturrahman....". Ada - ada saja. Menghadap Tuhan kok gengsi - gengsian. Rupanya pikiran seperti ini sejak jaman Mesir kuno hingga sekarang masih subur. Walaupun nggak sama persis. Ah, sudahlah...[] haris fauzi - 19 Nopember 2007


salam,
haris fauzi
 


Be a better sports nut! Let your teams follow you with Yahoo Mobile. Try it now.

No comments: