Thursday, April 10, 2008

kenisah : daralaman

A BRIEF OF DARALAMAN
 
"....maaf, belum ada ruang tamu-nya...",
 
Suatu hari saya bertandang ke rumah seseorang, dan beliau bilang seperti itu, maklum, kediamannya sedang dibangun hampir semuanya. Dalam hati saya tersenyum,"....lha di rumah saya malah kagak pernah ada ruang tamu....hihihihihi......".
Ya, Daralaman, rumah keluarga saya di Bogor, memang seperti itu. Berpagar tinggi hampir dua meter, penuh terisi rambatan tanaman. Hanya pintunya yang relatif merdeka dari serbuan tanaman rambat ini. Pernah suatu hari tanaman rambat itu dibersihkan sebagian. Gak nyana, pikulan itu harus bolak - balik tiga kali untuk membuang hasil pangkasannya.
 
Memasuki pagar, kaki melangkah ke carport ber-atap plastik. Carport ini ngepas dengan ukuran mobil tanggung, plek. Namun carport ini berubah fungsi karena dalam tiga tahun ini sudah di blokir anak saya menjadi ajang permainannya, main pasar - pasaran hingga main bola basket. Mobil parkir diluar saja. Hampir setiap hari kondisinya berantakan. Sepeda parkir malang - melintang, maklumlah, setelah capek bersepeda kelilingan taman - kelilingan blok, maka kedua anak saya biasanya sembarangan saja memarkir sepedanya, kadangkala rubuh juga. Walah.
Selain sepeda, bola juga bececeran berikut daun - daun, tanah bertaburan, atau apa saja yang dianggap sebagai mainan. Belum lagi bila deretan onderdil bekas mobil berantakan setelah kehantam bola. Pokoknya lumayan berantakan dah.
 
Di sebelah carport ada teras, kami menyebutnya pendopo. Kami sebut demikian karena memang atapnya miring dan kayu - kayu penyangga atapnya nampak dari bawah.Pendopo ini agak terlindung dari pandangan luar oleh tanaman rambat tadi. Ada bangku dan meja seadanya disitu. Biasanya saya menemui tamu atau siapapun yang berkunjung ya di pendopo. Bebas merokok. Dan lagi, istri saya nggak perlu repot berkerudung bila mendadak ada tamu pria, ya karena memang pendopo ini lokasinya di luar rumah. Jelaslah ini bukan ruang tamu, karena tidak berdinding maka tidak bisa disebut 'ruang'.
 
Dari pendopo, melalui pintu ganda model kampung, memasuki ke ruang utama. Pandangan pasti tertumpu ke tangga di seberang sana. Ruangan ini hanya berisi lemari kecil berisi buku, satu sofa, meja pendek, kulkas tua, dan perangkat televisi di bawah tangga. Diperangkat inilah saya biasa memanjakan diri menyaksikan rekaman konser musik rock. Sebagian besar dinding tertempel foto, paling gede foto mendiang Bapak saya. Sayangnya dilarang bersepeda di ruang ini, kalo toh tidak, mungkin anak - anak bisa bersepeda di sini. Ruang ini biasanya untuk kami bercengkrama dan bercanda. Kadang anak saya main lompat tali di sini, bila ketahuan pasti saya larang. Bila ada tamu istri, biasanya nyanggong di sofa ini. Ngobrol sampe bosen. Kalo ada tamu sekeluarga maka bisa jadi bapak-bapaknya ketemu saya di pendopo, Ibu-nya ngobrol di sofa, anak - anaknya berantakan di carport.
 
Di kiri ruang utama ada kamar anak saya, sementara di kanannya ada dapur dengan peralatan seadanya. Istri saya masih memakai kompor kado pernikahan, sembilan tahun lalu. Ada rak berwarna kuning hasil kenang - kenangan teman baik saya, hasil kerja tangan dia. Ada juga juga rak hasil saya mem-permak dipan. Sebaris dengan dapur ada ruang makan kecil, berikut meja buatan tangan tanpa taplak, dan empat kursinya tanpa sandaran.
 
Ruang utama ini memiliki dinding pembatas berupa deretan jendela dan pintu dengan ruang sholat di belakangnya. Seharusnya ruangan ini memang dipake untuk sholat, mengaji, dan sebangsanya....., tetapi lebih sering dipake buat anak - anak bermain, atau sebagai arena ketika anak saya menjamu tamunya, gerombolan kecil yang senantiasa berhumbalangan. Berantakan sudah pasti. Tidak ada perabotan di ruang sholat ini, hanya beberapa kardus berisi mainan dan meja setrika. Sudah. Dinding ruang sholat yang menghadap sumur terbuat dari teralis besi berselimut jejaring kawat. Angin leluasa menerobosnya. Ya. Sumur ini merupakan salah satu dari dua tempat terbuka yang berlantai tanah --walau di sumur ini sudah dipasang grass-block--, tempat terbuka satunya adalah hamparan tanah yang berada di depan dapur, tempat pohon belimbing tumbuh menggurita.
 
Sebelah kiri ruang sholat adalah kamar tidur, kamar ini berbatas kamar mandi dengan ruang tidur anak yang berada di depannya, sayap kiri rumah. Kamar tidur utama ini berisi tempat tidur, lemari baju, dan cermin gantung. Nggak ada meja rias. Bagi saya berhias hanya memperlambat aktivitas, dan istri setuju. Ada lagi satu rak yang terbuat dari bekas boks bayi.
Sementara sebelah kanan ruang sholat ya sumur tadi, satu kamar mandi lagi, dan pintu ke lorong samping --yang cukup sempit-- menuju depan lagi. Di lorong inilah kelinci peliharaan anak saya leluasa berlarian dan terpeleset - peleset. Kandangnya sendiri ada di dekat sumur. Nggak ada yang istimewa. Ya. Ciri Daralaman memang itu, nggak ada perabotan yang istimewa, nggak ada komponen yang mahal.
 
Di ruang utama ada tangga menuju lantai dua. Di lantai dua ini ada ruang kerja yang berisi meja baca yang saya gunakan sejak jaman SMP dan perangkat komputer yang diletakkan lesehan. Selebihnya adalah deretan buku, kaset dan koleksi disc. Ada satu kamar di lantai dua, berisi dua ranjang seadanya. Bila perlu kedua ranjang ini bisa disatukan menjadi ranjang yang lebih luas.
Yang boleh disebut istimewa dari lantai dua ini adalah dari ruang kerja ada sebuah pintu panel. Pintu ini menuju teras belakang. Teras ini cukup luas, berukuran sekitar tiga puluh lima meter persegi, separuhnya beratap plastik. Kadangkala kami menengok bintang kemerlip disini, menikmati guyuran cahaya rembulan. Atau ketika pagi kita beberengan senam pagi sekarepe dhewe. Pernah kami menunggu pelangi usai hujan, namun sering nggak kedapatan.
 
......kebayang kan ? [] haris fauzi - 10 April 2008


salam,
haris fauzi
 

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

No comments: