Tuesday, September 09, 2008

kenisah : perbedaan

PERBEDAAN

 

"Kami tidak memiliki banyak untuk dibagi, tapi sudah cukup untuk menunjukkan pada yang lain jika kami lebih mengutamakan perdamaian daripada kekacauan akibat kekuasaan di Irak," ujar Salman Abdul-Muta'al, 40 tahun, penduduk di ibu kota Baghdad seperti yang dilansir oleh IOL

"Sebelum kami berkumpul, saya tekankan anak saya, jika mereka tidak boleh menyoal tentang perbedaan antara Suni dan Syiah, sebaliknya selalu mengingat jika Islam hanya satu, dan semua adalah sama terlepas dari apa yang mereka pikir," papar Salman. (republika online, 2008-09-08 18:18:00)

 

Sungguh senang dan terharu saya membaca laporan Republika dari Irak tersebut. Hingga saya membacanya berulang – ulang. Hingga saya mengabaikan beberapa situs lainnya yang sudah terbuka oleh browser baru saya, GoogleChrome. Ya. Sunni –  Syiah, masalah yang seakan terus berdarah dan meluka, yang terus – terusan diprovokasi oleh pihak ketiga untuk selalu berseteru. Perseteruan yang seakan tak kunjung padam. "Luka yang selalu berdarah", keluh M.Syafii Maarif. Bahkan kalangan Islam sendiri, mungkin karena sudah terlalu lama bermusuhan, malah memelihara api permusuhan itu sendiri.

 

Belum genap sebulan lalu, dalam sebuah majalah yang disorongkan oleh Bapak Mertua saya, saya melihat bahwa perseteruan itu adalah bilah bambu yang selalu mengiris dalam hati ummat Islam sendiri. Ceritanya begini, saya sedang berada di rumah saudara saya dimana Bapak Mertua menginap. Untuk membunuh waktu, Bapak menyorongkan beberapa majalah. Bapak tau saya biasa membaca, se-gerah apapun suasana.

 

Nafas saya tersengal. Majalah yang berisi banyak huruf arab itu menyudutkan Islam Syiah dengan berjibun dalil. Saya setuju bahwa Islam Syiah di Indonesia adalah minoritas, kurang populer, bahkan sempat terpinggirkan. Walaupun mengagumi Bang Jalaluddin Rakhmat yang punya mesjid berhaluan Syiah, saya sendiri-pun menganut Sunni. Dari leluhur keluarga yang biasa mengikuti kelompok Muhammadiyah.

Kepindahan tugas Bapak ke Jawa Timur, markas Nahdatul Ulama, membuat Bapak yang hobi pengajian ini-- lebih bijak menyikapi perbedaan Nahdatul Ulama – Muhammadiyah. Terbukti jamaah pengajian Bapak melingkupi dua golongan tersebut. Hal ini juga berpengaruh ke wawasan beliau ihwal perseteruan Sunni – Syiah. Sejak saya SD, buku – buku tokoh Syiah Iran yang populer kala itu, Imam Ayatullah Khomeini dan Pemikir-Filsuf Ali Syariati sudah sering nampak oleh saya dibaca oleh Bapak. Dan giliran SMP saya ditutur – tutur ihwal kiprah Revolusi Islam Iran yang demikian dahsyat. Maka, berikutnya, buku – buku itu akhirnya bermigrasi ke Bogor, rumah saya, membawa prinsip yang sama.

 

Entah Syiah itu seperti apa. Mungkin banyak wajah Syiah di dunia ini. Mungkin wajah Syiah yang dipotret oleh majalah itu berbeda dengan potret saya. Yang jelas, bagi saya mereka adalah saudara se-agama, se-Islam. Karena referensi yang mengatakan seperti itu juga sudah cukup lengkap.

 

Entah mengapa juga ada yang mengabarkan bahwa Syiah tidak mengakui Khulafaur Rasyidin (keempat khalifah pengganti Muhammad : Abubakar AsSiddiq, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib) kecuali Ali bin Abi Thalib. Boleh saya luruskan sebagai pembelaan saya terhadap Syiah, bahwa dalam salah satu bukunya, Imam Khomeini menyatakan salam hormat takzim-nya kepada empat khalifah tersebut.

Memang, dalam dunia Syiah ada pengutamaan terhadap Ali, karena beliau ini menantu Muhammad. Trus ? Apa salahnya pengutamaan terhadap menantu Nabi ? Apa salahnya pengidolaan ? Tolong teropong saja layaknya saya mengidolakan Jimi Hendrix.

So, kesimpulannya menurut saya adalah, Syiah mengidolakan Ali, tanpa mencampakkan khalifah yang lain. Tidak perlu lagi dipolitisir.

 

Juga saya pernah mendapatkan kabar bahwa Al-Qur'an versi Syiah berbeda dengan Al-Qur'an versi Sunni. Berbeda apanya ? Sampulnya ? kalau urusan sampul, di toko buku seberang terminal kemaren saya jumpai banyak Al Qur'an yang berbeda – beda ketebalan dan jenis sampulnya.

Sungguh, jujur saya belum pernah membaca Al-Qur'an versi Syiah, sehingga saya-pun tidak bisa meng-klaim apa perbedaan dan persamaannya. Namun, saya percayakan kepada Tuhan, bahwa Tuhan sudah menggaransi kepada alam semesta bahwa Beliau sendiri yang hendak menjaga kandungan isi Al-Qur'an itu dari penyimpangan. Tuhan sudah memberi garansi itu, dan saya mempercayainya. Entah anda.

 

Suatu hari beberapa tahun lalu saya mendapat email yang menceritakan rencana busuk Khomeini yang hendak memindahkan Ka'bah dari kota Makkah ke Karbala lewat strategi perang yang berkobar - kobar. Fitnah apalagi ini ?

Dalam kitab khutbah Khomeini melepas jamaah haji Iran, jelas – jelas Khomeini menghormati keutamaan Ka'bah dan kota Makkah, juga kota Madinah. Juga dalam beberapa khutbahnya, Sang Imam menyatakan hendak mengawal dengan semangat jihad segala atribut dan keutamaan Islam Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa. Ini artinya Khomeini selaku Imam Syiah malah menjaga Makkah dan Madinah. Bukannya hendak membakarnya.

 

Kalo masih kurang percaya, cobalah baca buku berjudul 'HAJI' karya Ali Syariati. Buku ini demikian dipuji – puji oleh kalangan Islam di Indonesia, salah satunya dirujukkan oleh Prof .M.Amien Rais. Dalam buku itu kita bisa mengerti bagaimana wawasan Syiah Ali Syariati terhadap prosesi ibadah haji, dan bagaimana beliau menjunjung tinggi situs – situs haji tersebut. Tentunya including pemuliaan terhadap kota – kotanya.

Tak kalah menarik pula, bagaimana Ali Syariati sang cendekiawan Syiah itu berkisah bahwa dalam ibadah haji di Arabia ummat Islam sedunia akan berkumpul menjadi satu kesatuan berbasis di padang arafah, berdiskusi memecahkan problem ummat sebelum perpisahan. Alangkah indahnya. Dan bagaimana Ali menyikapi perbedaan Sunni – Syiah dengan menyebut :"…Sunni saudaraku …". Saya bersyukur bahwa di dunia ini lahir cendekia setajam Ali Syariati. Cendekia yang pemberani dengan kebijakan dan kerendahan hati.[] haris fauzi – 9 september 2008

salam,

haris fauzi

No comments: