"AMIIIIIIIIIIIIN.......!!!" Sholat di ajaran agama islam diutamakan dilakukan secara bersama - sama, artinya secara berjama'ah. Berjama'ah adalah melakukan sholat dipimpin oleh seorang imam dan sisanya mengikuti gerakan dan komando imam. Salah satu ritual yang dilakukan berjamaah adalah sholat jum'at. Saya ingat di sekitar tahun 1990-an, ketika saya duduk di bangku kuliah, saya pernah memberbincangkan hal ini dengan ayah saya. Bahwa makmum harus dengan tekun mengikuti gerakan imam, hal itu adalah benar. "Tetapi belum lengkap", begitu papar singkat ayah saya sambil berjalan menuju mobil. Kebetulan saat itu memang saya lagi nostalgia. Jaman saya duduk di bangku SD, saya sering ikut bapak jum'at-an, yang mana bapak saya sering dijemput oleh takmir masjid karena saat itu memang bapak bertugas menjadi imam sholat jum'at. Ritual 'nderek' ini praktis bubar ketika saya duduk di bangku SMP, karena saya udah bisa jum'at-an sendiri, walhasil saya kala SMP lebih memilih jum'at-an bareng teman - teman, entah di sekolah entah di kampung, soalnya bisa sambil maen dan keluyuran sekalian. Sementara kalo ikut bapak pasti gak bisa ngapa-ngapain. Duduk manis di baris terdepan, jejer dengan para kolega bapak yang sudah pada uzur. Dan rasa kangen akan hal itu kadang muncul ketika saya sudah duduk di bangku kuliah, saya kadangkala berusaha menyempatkan untuk ikut jum'at-an bapak lagi. Karena ternyata menyenangkan juga ikut beliau, --di tengah kesibukan kita masing - masing,-- dimana saya lebih sering jum'at-an di kampus. Dan ketika itu entah kenapa saya menanyakan bahwa mengapa dalam ritual jum'at-an seakan - akan terjadi dominasi imam kepada makmum. --Saat kuliah, saat itu saya lagi terjangkit penyakit 'kemaruk' soal demokrasi--. Seperti kita ketahui bersama, ketika khatib (peng-kutbah) berceramah, maka para jamaah 'hanya' menjadi pendengar setia. Jangankan bertanya atau mendebat isi ceramah, berbisik - bisik-pun dilarang. Trus, ketika tiba waktunya melaksanakan sholat jum'at, maka semua makmum harus mengikuti gerakan imam. Atau ibadahnya terancam batal...Uh... Sepulang sholat jum'at itu, sambil nyetir mobil, saya mendapat beberapa penjelasan dari beliau. "Itulah kenapa selepas sholat jum'at bapak nggak langsung pulang...melainkan mengobrol dulu dengan jamaah. Karena bisa jadi ada yang perlu mereka tanyakan berkaitan dengan banyak hal termasuk khutbah dari bapak. Kalau ada yang bertanya maka sebisa mungkin kita diskusikan dahulu....", begitu urai bapak. Ooooh...ini tho yang membuat bapak suka berlama - lama di mesjid. Pantesan, ketika saya sudah tiba di mobil, bapak tak kunjung nongol keluar mesjid. Rupanya beliau keasyikan ber-diskusi dengan para jamaah-nya. Saya memang sering mendapati bapak sibuk berbincang selepas sholat jum'at, semula saya menduga hal itu adalah basa - basi belaka mengingat memang ada sekitar dua puluhan mesjid yang sering bapak kunjungi. Tentunya banyak sekali rekan beliau disitu. Tetapi rupanya tidak hanya perbincangan alakadarnya, kadangkala --entah keasyikan atau gimana-- memakan cukup banyak waktu juga, membuat saya geregetan menunggu di mobil yang panas itu. Dan, walhasil, kami memang biasa terlambat tiba di rumah. "Dan dalam sholat berjama'ah, seorang imam harus berusaha memperhatikan makmumnya. Jangan semau - maunya sendiri aja. Contohnya dalam pelaksanaan sholat tarawih yang banyak sekali jumlah rokaatnya itu. Setiap akan memulai awal sholat, sedapat mungkin imam menghadap ke makmum dulu melihat kesiapan makmum. Bila ada yang sudah kecapekan --kadangkala ada yang sudah menyandarkan badan ke dinding,--hahahaha...., ada baiknya sholatnya diperingkas waktunya, mungkin dengan memendekkan pembacaan surat. Kalau makmumnya masih ada yang belum siap maka sholat yang dilaksanakan juga tidak sempurna, masih compang - camping, makmum ada yang tertinggal dan jadinya ada yang masbukh (sholatnya menyusul karena tertinggal)...", urai bapak diselingi tawanya. Asli, saat itu saya barulah nyadar bahwa sang imam tidak boleh semau - maunya seperti yang saya bayangkan semula. Imam harus memperhatikan kondisi makmumnya. Terus terang saya menuliskan hal ini seingat-ingatnya, karena kejadiannya sudah terlalu lama, hampir dua-puluh tahun silam. Kemudian bapak sempat menambahkan,"....Imam-pun dalam beberapa hal harus mengikuti makmum. Contohnya adalah ketika pembacaan surat al-Fatihah berakhir, maka makmum akan mengucapkan kata "AMIN". Kadangkala pembacaannya ada yang panjang sekali, --ini terutama anak - anak yang 'njarag-i' dipanjang - panjangkan...AMIIIIIIIIN...!!!--gitu. Nah, sebelum kata "AMIN" dari makmum bocah itu selesai, seorang Imam tidak boleh melanjutkan bacaannya...." [] haris fauzi - 6 maret 2009 salam, haris fauzi |
Friday, March 06, 2009
kenisah : "AMIIIIIIIIIIIIIN........!!!"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment