Sunday, March 29, 2009

kenisah : sebelum pergi dari ingatan

SEBELUM PERGI DARI INGATAN
 
Saya sedang berjalan menuju deretan orang yang berjajar di mushola itu, saya baru selesai berwudlu. Rupanya sholat jamaah sudah mulai, segera saya menyusulnya. Selesai sholat saya menuju pojok mushola dimana tas ransel oranye milik saya yang terongok di belakang. Di dekat tas saya ada seseorang yang tertidur di mushola, namun anehnya dia tertidur di lantai. Dalam arti tidak tidur di atas tikar, padahal ada selembar tikar terhampar di dekatnya. Dia memakai kemeja warna biru dengan dua kantung di dada, berkain sarung.
 
Saya mengecek tas ransel sekali lagi, lantas mengatupkan semua rislitingnya. Ransel ini biasanya saya bawa ke kantor. Dengan cepat tas itu berpindah tempat ke sebelah kanan pundak saya. Tidak lupa telepon genggam saya cek sekali lagi, adakah panggilan tak terjawab yang muncul. Ternyata tidak. Saya berjalan pelan, keluar pekarangan mushola menuju jalanan berbatu. Terus berjalan. Di tengah jalan telepon itu berdering.
Kakak saya bicara di seberang,"...kamu sudah jalan ke Ngujil ?".
"Belum, saya sudah siap sih...tapi saya pulang dulu...besok saya baru berangkat", jawab saya.
"Oh..ya sudah...saya tunggu di rumah", dan telepon itu mati.
Rupanya kakak saya mengira saya sudah pergi ke Ngujil. Padahal rencananya baru besok saya hendak berangkat. Sore ini saya masih pulang dulu. Saya memang hendak merencanakan pergi dari rumah. Entah ke mana, yang penting ke Ngujil dulu. Di Ngujil dimakamkan almarhum Bapak saya.
 
Sekonyong - konyong jalanan menuju rumah menanjak. Padahal jarak sudah dekat. Dan semakin menanjak membuat saya terengah - engah memanjatnya. Makin lama jalanan itu makin menanjak, dan membuat saya makin berat menyeret badan ini. Bahkan ada kekhawatiran saya tak akan bisa melampauinya. "Perjalanan menggelandang baru besok...bahkan besok mau mampir dulu ke Ngujil sebelum pergi, ..lha kok sekarang aja saya sudah ngos - ngosan gini ?", pikir saya dalam hati. Jalanan makin curam, saya harus merangkak hingga jemari ini harus saya benamkan kuat - kuat di antara batu yang menggeragal keras. Namun tetap saja jalanan itu terlalu curam bagi saya. Memang, saya sedang lemah. Setelah sakit, dan lama tidak berolah raga. Namun seharusnya saya tidak selemah ini. Tidak seharusnya jalanan ini membuat saya menyerah. Saya was - was sekali. Andai saya teledor rasanya bakal merosot ke bawah dan akan jatuh berhumbalangan seperti batu menggelinding. Entah kenapa jalanan ini makin gila curamnya, tidak seperti biasanya.
 
Batu yang saya pegang sesekali terlepas berikut debunya membuat saya tergetar rapuh, nyaris terjatuh. Saya makin sulit bernafas, jantung ini berpacu diantara ketakutan akan fatamorgana. Ketika saya menengok ke belakang, ternyata saya sudah menanjak cukup tinggi, hingga bila saya jatuh, tentu akan menggelinding bebas ke bawah sana. Gila. Ini sudah sangat mencekam. Nafas ini semakin berat. Dan akhirnya saya tersadar. Saya terbangun dari mimpi itu.
 
Saya bukan seorang penidur yang baik. Seringkali bermimpi, dan beberapa kali wujud mimpinya tidak karu - karuan, bukan mimnpi pesta yang menyenangkan, apalagi dalam kondisi sedang tidak enak badan. Terus - terang, seminggu kemaren saya menderita radang tenggorokan hebat. Berikut gangguan pencernaan. Selain badan saya menjadi sangat lemah sehingga saya sering kelelahan sepulang dari kantor, rasa sakit itu membuat beberapa malam saya tidak mampu tidur malam dengan baik. Terbangun entah tiga-empat- atau lima kali. Sungguh tidak nyaman. Dan, diantara deretan malam yang saya lewati dengan tidur terbata - bata dan mimpi yang bergentayangan, mimpi itulah yang saya alami malam itu. Mimpi di hari minggu, dini hari. Membuat saya terbangun tepatnya pada pukul 04.50. Alhamdulillah tidak terjadi apa - apa. Hanya mimpi.
 
Tentang mimpi yang saya alami, biasanya, saya jarang bisa mendiskripsikan dengan baik mimpi yang saya alami. Sering lupa akan kejadian dalam mimpi. Namun ada beberapa tema mimpi yang berulang muncul. Mimpi yang paling sering berulang adalah mimpi bertemu almarhum Bapak saya, atau berkaitan dengan Bapak. Di dalam mimpi itu beliau muncul entah sekedar bercakap atau memberi wejangan. Yang paling sering adalah mengingatkan tentang sholat, maklum, semakin kesini sholat saya memang semakin jelek. Paling tidak, dibandingkan masa kuliah, atau dimana Bapak masih hidup dimana saya bisa sholat di awal dan masih sering menjalankan sholat sunnat hampir sepanjang saat dhuha dan sholat malam. Berbeda dengan sekarang dimana saya malah seringkali terlambat menunaikan sholat wajib, entah karena teledor, ngurusin kerjaan, atau sebab yang lainnya.
 
Ya. Itulah bagian mimpi yang bisa saya ingat dengan kuat, sisa kejadiannya pergi begitu saja dari ingatan. Ya, kemunculan almarhum Bapak dalam mimpi saya memang termasuk sering. Ini juga berarti saya semakin teledor menunaikan sholat. Setelah beliau meninggal, memang saya seakan kehilangan guru, kehilangan pemandu, dan tempat mengambil keputusan yang baik. Terus terang rutinitas kehidupan saya banyak dipengaruhi oleh keputusan - keputusannya, mulai dari kapan puasa, sholat sunnat apa yang sebaiknya dijalankan, hingga saya harus melakukan apa di kantor. Ketika beliau masih sehat, seringkali saya berkeluh kesah tentang segala sesuatu kepadanya. Berkeluh tentang masalah yang menganjal saya. Dan kadangkala Bapak lantas berkirim surat yang isinya tentang do'a yang sebaiknya saya panjatkan.
 
Ketika Bapak hadir dalam mimpi, itulah posisi dimana saya bisa mengingat ihwal mimpi saya dengan baik. Sisa kejadiannya seringkali lupa, terlupa, atau saya sengaja tak-sengaja membiarkan momen dalam mimpi itu terbang ditiup angin, sehingga pergi begitu saja dari ingatan. Tentang apa yang disampaikan oleh Bapak, itupun banyak yang berhambur lupa beberapa saat setelah saya bangun. Yang menancap di ingatan adalah kehadiran sosok Bapak. Perkara isi ceritanya, saya kebanyakan lupa beberapa saat begitu bangun kecuali ihwal sholat. Yang jelas saat itu saya merasakan kehadiran Bapak. Dan membuat saya cenderung berkesempatan memikirkannya.
 
Kata seorang teman, hal itu mungkin terjadi karena saya jarang menjenguk makamnya. Ya gimana. Saya tinggal di Bogor, sementara makam Bapak terletak di Ngujil, hampir seribu kilometer dari rumah saya. Apapun mitos yang beredar, ternyata ingatan ini menyimpan hal - hal yang mungkin bermain dengan sendiri dalam alam mimpinya. Kejadian - kejadian yang menurut beberapa teori filsafat mimpi adalah "terkait namun tidak terkait" dengan kehidupan nyata. Seperti dunia lain yang tidak berhubungan dengan dunia nyata, namun berpengaruh dalam kehidupan nyata kita. Dan itu terbukti. Alam mimpi saya tidak berhubungan langsung dengan aktivitas harian saya, namun apa yang terjadi di dunia mimpi memiliki pengaruh, apalagi bila itu menyangkut sosok Bapak saya. Contoh paling gampang ya itu tadi, ketika saya semakin teledor menunaikan ibadah sholat, maka tak lama kemudian bapak saya akan hadir dalam mimpi untuk mengingatkan hal itu. Anda boleh percaya boleh pula tidak.
 
Dalam film "Land Before Time" disebutkan bahwa para dinosaurus bergerak dalam aktivitas harian berdasarkan wangsit yang disebut "cerita tidur". Contohnya adalah ketika sesepuh dinosaurus itu bermimpi melihat meteor jatuh di sebuah lembah, atau menyaksikan lingkaran terang yang menjadi gelap, artinya gerhana matahari di siang bolong. Lantas sesepuh itu berkisah esok paginya kepada para pengikutnya, dan mereka kemudian berbondong - bondong migrasi untuk menghindari kejatuhan meteor itu. Artinya apa ? artinya ada bagian dari mimpi itu yang bisa diingat dan lantas diceritakan. Hal lainnya adalah, ternyata ada bagian dari mimpi yang berkaitan dengan kehidupan sebenarnya.
 
Ya, itulah dunia mimpi. Kadang teringat kuat sehingga bisa dikisahkan kepada orang lain, kadang terlupakan. Juga kadang merupakan kejadian biasa yang berada di angan - angan, atau kadangkala berkaitan dengan kehidupan kita di dunia nyata. Hal inilah yang membuat saya ingin sekali mencatatkan hal - hal yang terjadi dalam mimpi saya. Saya ingin menuliskannya beberapa. Untuk hal ini saya pernah beberapa malam meletakkan bolpen dan buku kecil di bawah bantal saya. Namun, ternyata ketika saya terbangun dari sebuah mimpi, kebanyakan saya belum sadar sepenuhnya sehingga tidak mampu menggerakkan jari untuk menulis. Walhasil, cercah mimpi -- cerita tidur itu-- tersaput kabur dan pergi dari ingatan sebelum tercatat dengan baik. Dan mungkin, baru tulisan inilah yang bisa mendokumentasikan mimpi saya dengan baik. Mungkin lain waktu saya coba lagi, apabila mimpi yang datang tidak terburu pergi dari ingatan. [] haris fauzi - 29 maret 2009

salam,

haris fauzi

2 comments:

Anonymous said...

Paling sua'aken koncoku, Ris.
Jarene gak tau ngimpi, padahal blas gak iso sepisan-pisano ae iling-iling ngimpine mari tangi turu. Cek melase reeeeek

Haris Fauzi said...

begitu tangi kudu langsung di catet, mas... hahahaha